Gundik Sang Meneer

Kingdenie
Chapter #19

Api Cinta dan Dendam

Suroto menghilang tanpa jejak. Suatu pagi, ia tiba-tiba tidak datang bekerja, dan tidak ada yang pernah melihatnya lagi. Para pelayan berbisik di sudut-sudut gelap. Beberapa mengatakan ia melarikan diri karena utang. Yang lain, dengan suara yang lebih pelan, menduga ia telah "dihilangkan" oleh para centeng Meneer.

Willem tidak pernah membahasnya lagi.

Ia telah menemukan kambing hitamnya, membuangnya, dan kini merasa puas karena rumahnya telah "dibersihkan".

Baginya, kasus itu telah ditutup.

Bagiku, kasus itu baru saja terbuka, menganga seperti luka busuk di dalam sanubariku. Aku tidak merasakan penyesalan, dan itulah yang paling menakutkanku. Setiap kali aku menimang Annelies, aku melihat pantulan diriku di mata birunya, dan aku bertanya-tanya, apakah anak ini akan tahu bahwa ibunya adalah seorang perempuan yang menukar nyawa seorang lelaki demi menyelamatkan nyawa lelaki lain?

Aku harus bertemu Adi. Bukan hanya untuk memastikan ia aman, tapi juga untuk melihat apakah ia akan menatapku dengan cara yang sama setelah tahu apa yang telah kulakukan. Aku merindukannya dengan rasa sakit yang tumpul, sebuah kerinduan yang kini diwarnai oleh rasa bersalah dan ketakutan akan penghakimannya.

Kesempatan itu datang dari Ratna. Setelah berminggu-minggu menjaga jarak, suatu pagi ia mendekatiku saat aku sedang mengawasi Annelies yang tertidur di buaiannya di beranda belakang.

"Juru tulis itu menitipkan pesan lagi lewat penjual tembakau," bisiknya, tanpa menatapku. "Ia ingin bertemu. Di tempat biasa, saat bulan purnama berikutnya. Ia bilang ini sangat penting."

Tempat biasa.

Gang sempit di belakang pasar buku.

Bulan purnama masih tiga hari lagi.

Tiga hari terasa seperti tiga tahun.

Rencana untuk keluar dari rumah kini jauh lebih sulit. Pengawasan Willem semakin ketat. Tapi aku menggunakan senjataku yang paling ampuh: Annelies. Aku mulai mengeluh bahwa Annelies sering rewel di malam hari. Aku mengatakan pada Willem bahwa menurut kepercayaan orang-orang tua di desaku, bayi yang rewel harus dibawa ke sendang keramat untuk didoakan saat bulan purnama, agar roh-roh jahat tidak mengganggunya.

Willem, yang sangat memuja putrinya dan sekaligus meremehkan takhayul pribumi, pada awalnya menertawakannya.

Lihat selengkapnya