Kota Malang pada penghujung bulan Juli selalu menunjukkan suhu udara yang nyaris mengilukan sendi. Udara pagi ini membuat sebagian orang lebih memilih untuk mengurung diri di dalam kamar, dan membungkus rapat tubuh mereka dengan selimut atau kain tebal. Dari tahun ke tahun selalu sama. Alih-alih menghangatkan badan di balik selimut tebal, aku malah berjalan mengelilingi lapangan. Kali ini dengan beban badan yang berbeda. Ada buntalan kecil yang sedang bergolek dengan nyaman di dalam perutku. Usia kehamilanku sudah memasuki bulan ke sembilan. Perut yang semakin buncit ini membuat badanku mudah lelah. Jadi, aku hanya berjalan santai saja. Tidak menghitung harus berjalan berapa kali putaran. Walaupun aku jadi kesulitan tidur setiap malam, tetap tidak akan menyurutkan langkahku untuk memenuhi porsi jalan santai setiap dua hari sekali.
Semakin hari, kulitku juga semakin sensitif. Aku bertahan sekuat tenaga untuk tidak menggaruk pada area perut yang gatal. Aku usap-usap sesekali. Apalagi tendangan-tendangan yang dilakukan si jabang bayi menjadi semakin keras, walaupun tidak sering. Kehamilan kedua ini lebih membuatku payah. Jadi sedikit manja dan nyaris malas bergerak. Kalau aku tidak memaksa diriku sendiri untuk jalan santai seperti ini, mungkin aku sudah bergolek di atas sofa ditemani dengan aneka macam kudapan. Berbeda sekali dengan kehamilan pertama dulu. Bahkan, aku tidak begitu merasakan mual pada trimester pertama. Apa saja bisa kumakan. Aku juga sangat rajin kala itu.
“Dia nendang lagi?” tanya seorang pria yang baru saja datang. Dia baru saja mengambil botol air minum yang aku letakkan di bangku dekat tangga.
Aku hanya mengangguk sembari mengusap-usap perut. Aku lalu mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan Reno si anak sulungku. Bocah tiga setengah tahun itu sedang berlari ke tengah lapangan.
“Sebaiknya kamu duduk aja, Sayang.”
Aku menuruti saja perkataannya. Kami duduk di salah satu bangku besi sembari menikmati desiran angin yang membelai wajah. Sedikit menerbangkan best seller outerwear Guratan Jingga edisi lebaran tahun ini, yang tengah kukenakan. Pria itu berteriak memanggil Reno supaya tidak terlalu jauh berlari.
“Terima kasih,” ucap Edgar.
“Untuk apa? Untuk mengandung anak kedua?” jawabku sembari terkekeh.