GURU

Di Pindho Bismoko
Chapter #4

Kelembutan Batu

Koko yang dengan sangat jelas melihat keduanya terjerembab ke dalam lubang, segera membalikkan badan lalu bergegas lari hendak meminta bantuan.

Baru lima meter dari tempat semula, langkahnya terhenti. Bukan terantuk batu atau tertabrak pohon. Bukan juga dihentikan orang lain. Langkahnya terhenti dengan sendirinya setelah jantungnya berdebar begitu kencang. Lebih kencang dari biasanya.

Koko teringat masa-masa kecil bersama Ipeh. Ipeh adalah teman dekat Koko sejak kecil. Sudah sewindu mereka berteman dan baru terpisahkan 3 bulan setelah mereka tidak sekolah di SMP yang sama.

Akhir-akhir ini Koko mengganggap Ipeh sudah berubah, tetapi dia masih meyakini bahwa Ipeh adalah anak yang baik. Kalau sampai orang kampung datang untuk menghakimi gerombolan itu, Koko akan merasa bersalah seumur hidupnya.

Koko membalikkan badannya lalu berjalan perlahan menuju gubug itu. Lima menit berlalu namun tidak ada tanda-tanda kehidupan dari dalam lubang itu. Sangat tenang hingga yang dia dengar hanyalah semilir angin berhembus.

Semakin tenang suasananya, semakin dia panik. Keringat dingin sebiji jagung beredar mengelilingi wajahnya, hanya butuh beberapa detik bagi mereka untuk terjun bebas menyerah pada gaya gravitasi.

"Tolong-tolong," teriak Ipeh meminta bantuan.

Tanda kehidupan yang dinanti sudah muncul kembali tetapi tak sedikitpun membuat Koko lega. Tak ada tanda-tanda Sisko sudah siuman.

Keringat Koko semakin deras ketika tiga teman Ipeh keluar dari gubug itu. Mereka membantu Ipeh keluar dari lubang jebakan yang mereka buat sendiri.

Berdasarkan kabar yang beredar, ada kurang lebih tiga puluh jebakan di sekitar gubug ini dan hanya mereka yang tahu di mana tempatnya.

Penta dan Feri perancangnya. Mereka adalah kombinasi sempurna. Ide cemerlang Penta selalu bisa diterjemahkan secara nyata dalam rancangan gambar Feri. Latief dan Ipeh adalah eksekutor yang bekerja sangat cepat. Tiga puluh jebakan ini selesai dalam waktu setengah bulan. Kerja cepat untuk ukuran anak SMP.

"Siapa orang itu?" tanya Feri.

"Aku tidak tahu. Saat aku hendak mengambil kayu bakar, tiba-tiba dia menyergapku dari belakang."

"Sepertinya dia pemilik dompet yang kita curi tadi pagi", sahut Penta sambil mencoba mengingat-ingat foto dalam dompet yang mereka curi. Dia berlari masuk gubug lalu mengambil dompet yang mereka curi untuk membuktikannya. Tak lebih dari dua menit dia muncul kembali lalu membandingkan foto di dompet dengan wajah pria yang masih ada di dalam lubang itu. "Astaga!"

"Apakah kita perlu menolongnya?" Latief bertanya gelisah.

"Setidaknya kita harus mengecek apakah dia masih hidup. Aku juga tidak ingin dituduh membunuhnya? Sidik jariku menempel di badannya, juga didompetnya," seru Ipeh dengan nada tinggi serentak dengan jantungnya yang semakin kencang berdegup seperti parade baris berbaris militer.

Lihat selengkapnya