GURU

Di Pindho Bismoko
Chapter #5

Photographic Memory

Semburat senja menarik semua muka ke arahnya. Indahnya bagai lukisan mahakarya sang maestro. Lukisan yang takkan pernah terhapuskan karena seolah berulang setiap hari, meskipun sebenarnya masing-masing lukisan cakrawala tidak pernah sama. Pasti berbeda.

Itulah sebabnya Penta tak pernah jemu memandangi langit senja. Karena akan ada cerita yang berbeda terlintas di matanya.

Tak hanya langit, dia tak jemu mengamati setiap hal yang ada di Bumi. Bahkan setelah sekian lama meninggalkan masa itu, Penta tetap bisa mengingat apa saja, di mana, dan kapan itu terjadi.  Photographic memory yang sangat kuat.

Dia punya alasan mengapa ia berusaha memenuhi memorinya setiap hari. Dia tak pernah berhenti mengagumi semua yang dilihatnya. Bagai air kotor di dalam sebuah gelas yang terus diisi dengan air bersih hingga meluap, ia hanya ingin hal buruk keluar dari dalam memorinya.

Terlalu muda baginya untuk merekam kejadian itu. Live show, tanpa memiliki kesempatan untuk mengeditnya. Dia bak datang ke sebuah pertunjukkan yang tak pernah diinginkannya. Ingin pergi, namun hanya bisa bersembunyi. Ingin menutup mata tapi ia khawatir.

Lima orang berjaket hitam kulit datang bertamu ke rumahnya. Tak terlihat seperti bertamu karena mereka tak mengetuk pintu. Kelima-limanya memiliki perawakan yang kekar. Mereka berseragam jaket kulit hitam, celana jeans, sepatu kulit hitam mengkilap, menggunakan kacamata hitam dan berpotongan rambut cepak. Seakan-akan mereka tidak memiliki gaya masing-masing. Mungkinkah mereka kembar lima. Banyak pertanyaan yang akan muncul bila melihat mereka. Cara berjalan, perilaku, dan gerak-gerik mereka yang sama sungguh membuat orang geli.

Kunci pintu rusak hanya semenit setelah mereka tiba di depan rumah. Mereka mendobraknya. Teriakan-teriakan memanggil nama Ayahnya merusak kesunyian malam itu. Keras sekali, tapi tak satupun tetangganya berusaha keluar rumah.

"Penta...Penta...Sini Nang", Penta ditarik masuk ke kamar oleh ibunya. Dia tak sempat menyembunyikan anak bungsunya karena dia sedang belajar bersama ayahnya di ruang tamu. Mereka berdua hanya bisa mengintip dan menyaksikan Ayah-Suami dan Adik-Anak mereka dibunuh.

Lihat selengkapnya