GURU

Di Pindho Bismoko
Chapter #12

Tunas Dari Buah yang Jatuh

Matanya tajam mengancam. Senyum yang menyeringai menambah kesan menakutkan pada gerombolan bocah itu. Secepat kilat tangan dan kakinya mulai bergerak serempak datang ke arah seorang perempuan yang sedang menikmati bekal yang dibuat oleh orang tuanya. Ia rampas bungkusan nasi itu dan segera pergi meninggalkan pemiliknya.

Tak semudah itu meninggalkan Yayuk setelah membuatnya marah. Dia lepaskan teckle ke kaki laki-laki yang mengambil makanannya itu dan seketika membuatnya rubuh menimpa gerombolannya sehingga keempat anak itu ikut terpelanting dari sana. Kesan garang yang semula ditunjukkan oleh gerombolan itu hilang sudah. Seorang perempuan mengalahkan empat preman.

Buliran nasi dan dua potong tempe yang dimasak dengan matang sempurna terpaksa rebah di atas lantai yang sangat kotor. Tidak ada ekspresi kekecewaan di wajah Yayuk, sebaliknya seringainya menandakan kegembiraan. Baginya, tidak masalah dia tidak jadi makan, asalkan jangan sampai seseorangpun merebut makanan darinya.

Keributan tak terelakkan gaduh tawa juga menghiasi kelas tersebut. Keempat lelaki itu tak tinggal diam. Salah satu dari mereka segera bangkit menghampiri perempuan itu, sedangkan tiga lainnya berusaha menenangkan teman-teman yang tertawa.

"Apa maksudmu membuat kami berempat jatuh?!" tanya Penta yang kini wajahnya hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah lawan bicaranya.

Yayuk diam tak menjawab, dia memalingkan wajahnya dari wajah Penta melihat bungkusan nasi yang sudah hancur tak keruan, kemudian menggerakkan kepalanya seolah sedang menunjukkan apa alasanya. Tanpa sepatah katapun. Raut wajah Yayuk terlihat jelas seperti singa betina, alih-alih menunjukkan ketakutan.

Pak Eri, Guru Ekonomi, masuk kelas tanpa menghiraukan keributan yang terjadi di dalam kelas. Tak ada sama sekali usaha menghentikan keributan itu. Dia duduk di kursi guru, merapikan buku-bukunya di meja kemudian berdiri dan berkata, "Anak-anak kita mulai pelajaran hari ini."

Keenam anak yang tadi menertawakan gerombolan preman tadi segera duduk dan mempersiapkan buku pelajaran. Begitu juga dengan Yayuk setelah bajunya terlepas dari cengkeraman Penta, pemimpin gerombolan itu. Berbeda dengan murid-murid lain, Penta dan gerombolannya tertegun tak percaya melihat seorang guru tetap tenang, tak sedikitpun berteriak menghentikan mereka.

"Seharusnya orang ini menghentikan kami", ujar Penta dalam hati.

Lihat selengkapnya