"Mau cokelat?" Ucap anak laki-laki yang belum pernah ia temui sebelumnya. Anak laki-laki itu menyodorkan sebungkus permen cokelat ke arah Ane.
Setelah kehadiran anak laki-laki itu Ane menjadi lebih periang. Anak itu menjadi teman bermain Ane selama disana, Ane sudah menganggap anak itu seperti kakak baginya. Hingga suatu pagi ada kabar yang mengejutkannya.
Anak laki-laki itu pingsan sehingga dibawa ke rumah sakit, hingga suatu saat orang tua anak laki-laki itu menjemputnya dan membawa pulang sebelum Ane dapat melihatnya kembali.
Satu hal yang Ane sesalkan setelah 3 hari bersama anak itu, Ane belum mengetahui nama anak itu. Dan kejadian itu sudah dua kali ia alami. Pertama dengan anak laki-laki yang menolongnya, dan yang kedua dengan anak laki-laki yang membantu melupakan kesedihan yang sempat ia alami
Ane terus menyendiri, beberapa temannya mengajak ia bermain tapi ia memilih untuk berdiam diri. Hingga suatu saat, ada sosok wanita yang berjalan ke arahnya dengan air mata yang tak kunjung henti turun dari kelopak matanya.
"Mamah,," Ucap Ane sambil berlari ke arah mamahnya, ia merindukan sosok itu. Sangat merindukan.
Dari sanalah Ane mulai merasa kalau ia berhutang budi pada seluruh penghuni Panti Asuhan Kasih. Namun saat ini ia tak dapat kesana seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena kalau sampai papahnya mengetahui akan hal itu, Panti Asuhan itu akan mendapat masalah besar seperti beberapa bulan lalu. Hingga menyebabkan Ane tak dapat berkunjung ke sana lagi.
Dan hingga saat ini Ane masih bingung mengenai sikap papahnya itu.
Flashback off
Ane kembali pada dunia nyata, lamunannya buyar seketika saat bahunya ditepuk oleh orang yang sangat ia kenal.
"Ada masalah apa? Lo nggak habis berantem sama Mahanta kan?" Seka mulai angkat bicara.
Sedari tadi Seka hanya sebagai pengamat. Mulai saat Ane dihampiri oleh Dendra, hingga Ane dihampiri oleh Mahanta. Dan saat tangan Ane ditarik oleh kedua laki-laki itu dengan arah yang berlawanan pun Seka masih sebagai pengamat.
Ia hanya mengamati tanpa melerai perdebatan yang seolah drama baginya, ia hanya mengamati alur drama itu hingga ia dapat menarik kesimpulan inti drama yang sedang berlangsung didepannya itu.
"Ne, kalo gue boleh kasih saran, selesaikan pekerjaan ini sampai akhir."
"Lo nggak boleh kecewakan mereka, walaupun lo ada masalah sama salah satu dari mereka."
"Bawa mereka ke tempat yang mereka inginkan, kejuaraan."
"Lo harus ingat pengorbanan lo hari ini. Mulai dari lo yang dikejar waktu sampek nggak sadar kalo makek jubah mandi buat keluar. Hingga suasana panas ini yang berani lo abaikan begitu aja."
"Gue tahu kalo lo sama sekali nggak suka cuaca panas kayak gini, lo bahkan udah nge-cancel jadwal pemotretan lainnya buat hari ini dan lo tahu berapa kerugian yang lo tanggung karena itu, dan yang lebih penting,,," Seka memberi jeda waktu sebelum melanjutkan ucapannya kembali "Panti Asuhan Kasih."
Saat itu juga Ane mulai berfikir dua kali untuk mengacaukan acara hari ini. Benar kata Seka, ia yang lebih banyak merugi tinimbang Mahanta. Mungkin ia harus berusaha menahan amarahnya hingga sesi pemotretan ini berakhir.
Atau kalau tidak tragedi jubah mandi juga uang yang telah ia bayarkan ke beberapa fotografer akibat melanggar kerja sama kontrak karena me-cansel begitu saja sia-sia.
"Gue harap lo bisa timbangin ini semua." Saran Seka terhadap Ane.
Ane hanya menganggukkan kepalanya, ia mulai berjalan berlalu menjauh dari Seka karena di kejauhan ada orang yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Ia sangat kenal siapa itu.