"Mamah kenapa?”
Ane mendudukkan diri tepat di depan mamahnya, menangkup kedua pipi mamahnya dengan tangannya, mengusap air mata yang belum hilang sepenuhnya dari pipi itu.
“Nggak papa, gimana aktivitasmu hari ini?”
Bu Maharanendra melepaskan tangan Ane dari pipinya, menggenggam erat tangan anak gadis satu-satunya itu.
“Ya pasti mamah taukan berita viral yang ada di media sosial.”
Ane tertunduk lesu. Sejujurnya ia sangat malu menghadap mamahnya disaat ia baru mendapatkan masalah seperti saat ini.
“Nggak ada yang salah sama penampilanmu, kamu tetep cantik walaupun dengan jubah mandi itu.”
“Maafin Ane kalo sering membuat mamah malu di arisan temen-temen mamah.”
Sahut Ane saat ia mengira kalau mamahnya itu menangis karena omongan pedas dari beberapa teman-teman sosialitanya.
“Kamu kenapa ngomong gitu? Mamah bangga sama kamu. Bahkan temen-temen mamah banyak yang suka sama kamu, nanti aja ada yang mau makan malem bareng kita.”
“Makan malam bareng?”
“Iya, oh ini dia.” Bu Maharanendra segera berdiri dari tempat duduknya memeluk Bu Elok yang sudah berdiri tak jauh darinya.
“Gimana jeng? Sehat?, wah,, tambah cantik aja” Bu Elok mulai buka suara.
“Seperti yang terlihat jeng, cantikan jeng Elok padahal.” Mereka berdua tertawa bersama.
“Wah mimpi apa aku semalam dapat bertemu langsung dengan bidadari secantik ini,” Bu Elok tak luput memalingkan pandangannya dari Ane.
“Anestessi Maharanendra, panggil saja Ane tante,” Ane mulai menjabat tangan wanita paruh baya yang ada di depannya ini.
“Cantik, kayak lihat aku waktu muda kalo liat anakmu ini jeng,”
“Bisa aja jeng Elok ini,”
“Ane?”
Ane memalingkan wajah pada sosok pria yang ada dibelakang Bu Elok. Kedua matanya membulat sempurna, senyum di bibirnya luntur seketika.
"Oh iya Ane, ini anak tante, anak satu satunya tante, kalian udah saling kenal?”
Baru beberapa jam lalu ia beradu mulut dengan pria itu melalui telepon. Dan sekarang, ia berhadapan langsung dengannya.
“Iya tante, Ane sering mampir ke restoran punya Om Seno.” Sahut Ane sambil melirik ke arah Seno sekilas.
“Om? Wah,, selera humor anakmu ini tinggi juga ya jeng, udah cantik lucu lagi” Sahut Bu Elok saat mendengar anaknya yang baru berusia 25 tahun itu sudah dipanggil om.
“Tante bisa aja,”
Sahut Ane sambil senyum-senyum tak jelas, ia merasa seperti dipuji.
“Iya mah saking tinggi humornya dia sering masuk gosip online,”
Seno melirik ke arah Ane yang sudah melototkan kedua mata kearahnya.
“Wah, ternyata kalian berdua sudah saling kenal ya, udah akrab lagi kayaknya.”
Ucap Bu Elok saat melihat tingkah Ane dan anak laki-lakinya seakan sudah kenal cukup akrab.
“Iya mah, siapa sih yang nggak kenal Anestessi, model dengan sejuta skandal.”
“Nggak papa, skandal juga diperlukan untuk seorang model, dulu waktu muda tante juga pernah jadi model. Tante juga seperti kamu mengawali karir sejak masih remaja, berita online, berita televisi, majalah selalu mencari-cari kesalahan tante. Jadi kamu harus kuat tidak perlu mendengarkan apa yang tidak perlu didengarkan.”
Ane kembali terkesan dengan sahabat mamanya itu, beliau bijak juga baik hati.
“Tapi gimana pendapat mamah kalo ada cewek yang keluar rumah makek jub___awhhhhhhhhhhh” Seno tak melanjutkan katanya, ia berteriak sekuat tenaganya saat ia rasa ada benda tajam yang menginjak kakinya.
Ya, siapa lagi kalau pelakunya bukan Ane, menggunakan platform heels hitam yang haknya sangat tajam membuat kaki Seno yang sudah dibungkus dengan sepatu masih merasakan tajamnya hak platform heels punya Ane.
Seno mendongakkan kepalanya ke arah wanita yang ada di depannya, wajah tanpa dosa tercetak jelas di atas wajah cantik Ane, dia dengan santainya menyumpit sushi dan memakannya secara perlahan.
“Wah, aku baru tahu kalau ada restoran sushi yang lebih lezat dari tempat langganan aku,” Ane melirik sekilas ke arah Seno, wajah merah Seno membuat Ane merasa bahwa ia sedang memenangkan kompetisi ini.
“Kamu kenapa Sen?” Bu Elok mulai ketakutan saat melihat teriakan anaknya secara tiba-tiba.
“Nggak papa mah, mamah lanjut makan aja, tadi tiba tiba ada kaki dugong nginjeng kaki aku,”
'Dugong? Yang benar saja,'