Cuppp
Paradista mencium Puan sekilas, bibir mereka bersentuhan hanya beberapa detik saja. Ia mulai membuka matanya saat Puan menjauhkan wajahnya lagi darinya.
Tak dapat dipungkiri, melihat respon Puan seperti itu, Dista seolah kecewa. Lama mereka tak bertemu dan bertegur sapa, namun tingkah Puan seolah tak merindukan lagi sosoknya.
Mungkinkah Puan sudah benar-benar menghapus semua kenangan Paradista di dalam dirinya?
Dan yang ada di dalam benak Paradista hanya satu Mungkinkah sudah ada penggantinya di hati seorang Puan Mada Muda?
"Makasih udah dianter, hati-hati di jalan," tanpa wajah berdosa, Paradista tersenyum semanis itu ke arah Puan.
Puan meneguk Saliva nya perlahan, menormalkan debaran aneh dalam dadanya. Ini sangat aneh, ia bisa saja terlena jika akal sehatnya tak dikumpulkan secepatnya oleh Tuhan.
Paradista membuka pintu mobil itu, tak lama gerbang otomatis itu membuka lebar.
Paradista mulai melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam halaman rumah, sebelumnya ia melambaikan tangannya ke arah mobil Puan yang masih diam ditempat.
Puan menghela nafas berat, kakinya seolah lemas hanya untuk memacu pedal gas, kedua tangannya mengepal sempurna di atas setir, ia membenturkan tangan kanannya pada kaca jendela mobil.
Bukannya bermaksut sok alim atau apa, Puan sudah dewasa untuk mengenal akan hal semacam itu. Namun melakukan hal itu dengan Paradista seolah hal yang tabu baginya.
Ia hanya tak mau, perasaan yang lalu tumbuh kembali. Ia dengan susah melupakan gadis itu, namun saat ia mulai sukses dengan misi melupakan itu, gadis itu datang kembali ke kehidupannya. Tersenyum dan menyapanya dengan ramah, seolah tak ada masalah apa-apa di masa lalu mereka berdua.
Ah, Paradista, gadis cantik dengan sejuta kejutan.
Puan menggeleng-gelengkan kuat kepalanya, ia menghela nafas panjang, mengambil botol air mineral yang ada di sampingnya, membuka tutup itu dan menghabiskan hingga tandas. Menit berikutnya ia mulai memacu mobilnya kembali, lebih kencang dari sebelumnya.
Flashback Off
Tiba-tiba ada tangan yang dengan sengaja membelai rambutnya, membuat Puan menghentikan lamunannya.
Puan mulai jengah dengan wanita-wanita malam yang selalu bertindak seenaknya saja.
Puan merogoh dompet yang ada di saku celananya, memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan ke arah wanita itu.
"Pergi sekarang juga." Ketus Puan seolah tak tergoda sama sekali dengan wanita seksi berbaju minim itu.
Wanita itu mendengus kesal, bukan uang yang ia inginkan saat ini. Namun pria tampan berkemeja putih yang ada di depannya, yang sedari tadi seolah menggoda untuk di ajak bermalam bersama. Padahal Puan tak melakukan hal apa-apa, ia hanya minum dan minum.
Puan meneguk gelas minum terakhir miliknya. Ia memaksa dirinya untuk berhenti minum, karena tidak memungkinkan ia menyetir dalam keadaan mabuk berat.
Ia berdiri dari duduknya, berniat untuk kembali ke apartemennya, namun pandangannya seketika terpancing untuk melihat keributan yang tak sengaja tertangkap oleh indra penglihatannya. Dengan langkah gontai ia berjalan perlahan ke arah keributan itu.
***
"Hai, butuh bantuan?" Pria itu mulai menarik tangan Ane ke arahnya, sontak Ane mendongakkan wajahnya.
Senyum bringas tercetak jelas di wajah tampan bajingan itu.
'Bagaimana bisa wanita secantik ini berjalan sendirian.'
Pria itu mulai menyingkirkan beberapa helai anak rambut Ane dan membelai pipi Ane. Senyum bajingan tergambar jelas pada wajah lelaki itu, ia seperti mendapat mangsa malam ini.
"Heh!" bentak Ane.
Ane mendorong tubuh pria itu begitu saja saat ia merasa pria itu mulai bertindak macam-macam terhadap dirinya.
"Bukan berarti gue model lo bisa bertindak seenaknya sama gue, lo kira gue nggak punya harga diri? Sialan!" Ane terus meracau, hingga membuat beberapa pasang mata memperhatikannya, tak terkecuali pria berkemeja putih yang bagian tangannya sudah dilipat hingga menampilkan arloji warna coklat tua yang menambah kesan mewah pada tangan pria itu.
Pria itu setengah berbisik ke arah Ane, hingga hanya ia dan Ane yang bisa mendengarkan ocehan ini "Malam ini saja, kamu mau berapa pun akan saya bayar. Satu miliar? Dua miliar? Atau tiga___"
Ane tertawa sinis, mata sayupnya menatap pria yang usianya sangat jauh dengannya. Ia mendongakkan kepalanya menantang.
Plakk