Sita mulai menceritakan secara detail kejadian tadi malam.
“Kamu itu ngomong apa sih,”
Bu Mada seakan tak percaya dengan omongan anak perempuannya itu.
“Beneran mah, aku juga denger kalo bibik disuruh bawa baju ganti, terus pergi disuruh diem-diem, dari sini aja di pesankan taksi online, terus waktu sampai di apartemennya bibik langsung disuruh Puan masuk kamar tamu.”
Sita berbicara dengan cepat, seolah ia takut tak punya kesempatan untuk berdialog.
“Bener mah, kalo mamah nggak percaya coba mamah tanya bik Inah langsung, tapi aku nggak bisa mastiin kalo Bik Inah mau jujur sama mamah,” sambungnya kembali saat ia menangkap raut tak percaya pada wajah mamahnya itu.
“Maling kalo ngaku penjara penuh mah,”
Sita kembali berdialog dengan kata-kata kiasan.
Tak menunggu lama, Bik Inah datang membawakan beberapa menu sarapan ke arah meja makan.
“Bik, duduk dulu sebentar ada yang mau saya tanyakan.”
“Baik nyonya,”
Bik Inah duduk tepat disamping Bu Mada setelah meletakkan mangkuk-mangkuk besar yang berisikan beberapa macam lauk.
“Bibik tadi malam ke mana? Saya nggak sengaja lihat bibik jam 2 malem keluar dari rumah ini,”
Sita mulai bersuara dengan berbagai macam pertanyaan jitu yang berhasil membuat Bik Inah menyunggingkan senyum nya.
‘Sudah kuduga, ada yang membuntutiku tadi malam,’
“Saya pergi ke tempat Den Puan Nyah,” Jawabnya jujur, karena sudah tidak ada gunanya lagi berbohong.
Sita membelalakkan kedua matanya,seakan tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
‘Mungkin peribahasa maling kalo ngaku penjara penuh udah nggak berlaku lagi,’guman Sita dalam hati saat Bik Inah menjawab jujur dengan polosnya.
“Tapi kenapa harus jam 2 malem? Terus Bik Inah disuruh Puan bawa baju ganti juga, memangnya ada apa? Jangan-jangan diantara kalian,,”
Tawa renyah Bi Inah membuat suasana tak setegang tadi.
“Kalo masalah itu lebih baik nyonya tanyakan langsung sama Den Puan.”
“Yaudah, bibik bisa kembali ke dapur,” Perintah Nyonya Mada dengan halus.
“Mah, Sita nggak bohong, nggak mungkin dong nggak ada apa-apa diantara mereka, kalo mungkin__”
“Habiskan sarapanmu, kita pergi ke apartemen Puan sebelum pergi ke acara butikmu,” potong Bu Mada sebelum anak perempuannya itu mengoceh panjang lebar membuat ia berfikir yang macam-macam tentang Puan.
***
Ane membuka matanya, pusing masih menjalar hebat di kepalanya, “Gue dimana?” Sahutnya saat ia melihat ruangan kamar yang belum pernah ia temui awalnya, Ane berusaha bangun dari tempat tidurnya lalu meminum air mineral yang ada di nakas yang berada tak jauh darinya.
“waaaaaaaaaaaaaaa,”
Ia menjerit begitu saja saat melihat pantulan kaca yang menampakkan baju yang sedang ia kenakan. Ia mengenakan baju daster piyama bermotif bunga-bunga yang ukurannya terlalu besar untuk tubuhnya. Ane mengedipkan matanya berkali kali, ‘Mungkin gue salah lihat,’
“Gue harus mengisi perut lapar gue, mungkin imajinasi gue bermasalah,” perut Ane mulai bersuara, tanpa pikir panjang ia mulai keluar dari kamar itu. Niat awalnya ia ingin menuju meja makan, namun pandangannya teralihkan saat melihat pemandangan indah di balkon apartemen ini.
‘Indah banget,’
Ia terkesima begitu melihat pemandangan pagi Ibu Kota yang sangat Indah dari atas balkon itu, angin pagi mulai menyapu kulit wajahnya, rambutnya yang terurai menari searah angin pagi menerpanya.
Setelah Puas menikmati pemandangan pagi Ibu Kota, Ane melanjutkan langkahnya, mencari tempat dimana ia dapat mengisi perut keroncongannya.
Apartemen ini lebih besar dari punya Ane, padahal menurut Ane apartemennya sudah terlalu besar.
“Akhirnya,” matanya berbinar tak kala melihat kulkas, ia segera mempercepat langkahnya.
Harta karun ada di depan mata.
Ane mulai membuka kulkas itu, mengambil beberapa macam buah, yoghurt dan minuman kaleng lainnya.