Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #15

Dia, Penolong

Paradista duduk di kursi ruang tunggu bandara, 1 jam lagi waktunya take off untuk pesawat yang ia tumpangi.

“Tiket sudah lengkap, Visa juga, semua dokumen untuk mengenai perpindahan penduduk juga sudah lengkap, mata uang juga sudah saya tukarkan Bu, koper Ibu sama Mbak Paradista juga sudah saya siapkan, semuanya seperti biasanya.”

“Sempurna,” Ucap Mona, sekertaris di kantor Bu Anjani.

“Selama saya di Luar negeri, urusan kantor yang ada di Indonesia saya serahkan semua sama kamu Mona, namun tetap akan saya pantau. Jika ada permasalahan tentang perusahaan, atau ada perusahaan lain yang ingin bekerjasama dengan kita laporkan secepatnya. Setiap hari saya nantikan laporan mu. Kirimkan kegiatan dan perkembangan perusahaan melalui email saya selama saya pergi, sebelumnya terimakasih,” Bu Mona menundukkan kepalanya, tanda memberi hormat.

“Baik Bu, akan saya laksanakan tugas ini sebaik mungkin.”

***

“Dista hari ini pergi ke Amerika?” Asoka mulai angkat bicara saat matanya melihat foto di group chattnya, ada salah satu anggota grup yang memotret Dista secara diam-diam dan mengirimnya.

Puan mengambil ponsel Asoka begitu saja, membaca komentar anggota grup lainnya.

Saat ia sudah menemukan penjelasan ia segera menyambar kunci mobil yang ada di meja yang ada di depannya itu, meninggalkan kopi hitam tanpa ia minum sedikitpun, juga meninggalkan beberapa lembar uang seratus ribuan.

“Gue cabut, makasih buat informasi juga waktu lo,” Puan segera berlari menuju parkiran dan segera mengeluarkan mobil itu dari sana, lalu ia segera melesat menuju Bandara.

***

“Paradista? Sudah waktunya sayang. Ayo.” Bu Anjani menggenggam tangan kanan Anaknya, membuat Dista mulai melangkahkan kakinya.

Pesawat yang mereka tumpangi sudah waktunya Take Off.

Paradista,,”

“Paradista,,,"

Paradista memutar kepalanya, mengedarkan pandangannya, ia seperti mendengar suara orang memanggilnya, berkali-kali.

Puan terus menerus berlari mengejar Dista tanpa mempedulikan petugas bandara yang mulai mengejarnya.

“Nggak Pak, saya mau bicara dulu sama teman saya,” Ucap Puan bernegosiasi.

“5 menit.” Tambahnya sambil mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan.

“Maaf mas,”

“2 menit, saya hanya akan bicara dengan dia 2 menit,” sambung nya lagi.

“Baik, 2 menit.”

***

“Paradista?” tepat di kanan Dista, suara Puan terdengar. Sangat pilu dan menyayat hatinya, ia sudah menahan air matanya yang sedari tadi ingin turun.

“Tunggu, aku mau bicara,” Paradista terus melanjutkan langkahnya, mengabaikan Puan yang masih mengejar dan memohon padanya.

“2 menit, aku hanya diberi waktu 2 menit.” 

“Jadi tolong pengertiannya,” Sambung Puan merayu.

Paradista menghentikan langkahnya, air mata mulai turun dari kedua matanya, ia menyekat begitu saja, mencoba menyembunyikan dari orang sekitarnya.

“Puan Tante kan sudah bilang__"

“Mah, Dista mau ngomong berdua dulu sama Puan, boleh?” ucap Paradista, Bu Anjani hanya menganggukkan kepalanya sambil melepaskan tangannya dari tangan Paradista.

“Mamah tunggu disana sayang.” Bu Anjani mulai berjalan menjauh dari mereka berdua.

“Jadi gimana?” Paradista menyilangkan kedua tangannya di depan dada, tatapannya tertuju pada lapangan penerbangan yang sudah ada di depannya.

“Gue minta maaf,”

“Gue nggak tahu kesalahan gue yang mana yang membuat lo bisa semarah ini.”

“Dis, kamu nggak harus pergi ke luar negeri kalau Cuma mau menghindari aku, jadi tetaplah di Indonesia.”

“Aku tidak akan memaksa kamu untuk menjadi pa__”

“Hari ini, detik ini juga kita putus.”

Suara Dista terdengar bergetar, suaranya lirih namun dapat terdengar oleh dua telinga Puan. Puan mengepal kedua tangannya erat. Kepalanya mendunduk. Akhirnya itu semua keluar dari mulut Paradista.

Memutuskannya.

Lihat selengkapnya