"Lo kesini sama siapa? Cowok lo yang kemarin kemana?" tanya Maudy yang membuat Ane berfikir keras.
Cowok yang mana?
"Cowok gue? gue masih sendiri sih sampai saat ini, gue nggak punya cowok," jawab Ane jujur.
Kedua mata Maudy membulat sempurna, "Seriusan? Cowok yang kemarin nolong lo di bar? Dia ngakunya malah tunangan Lo," sahutnya kembali, karena ia masih tidak yakin dengan jawaban Ane.
'Itu pasti Puan,'guman Ane dalam hati. Ane hanya tertawa tanpa berniat menjawab pertanyaan Maudy.
"Keren banget gilak, beruntung banget lo dapet cowok kayak gitu, sabar banget ngurusin lo yang mabuk berat, bahkan dia gendong lo dan mukul laki-laki yang berniat kurang ajar sama lo. Idaman banget cowok lo Ne, andaikan Adim kayak dia," Maudy kembali teringat akan kekasihnya yang selalu berkata kasar saat Maudy mabuk berat di bar, dan meninggalkan Maudy begitu saja tanpa rasa khawatir tentang hal-hal yang akan terjadi dengan kondisi Maudy yang mabuk berat.
"Oh ya, kapan-kapan kita makan bareng bisa dong? Ada projek yang mau gue bahas sama lo, gue duluan ya," Maudy menyudahi percakapan antara mereka berdua karena ponselnya berkali kali berdering.
"Iya? Udah gue ambil kok mobilnya, ntar 20 menit lagi gue baru sampai, iya Adim iya,"
"Siapa Ne?" tanya Seka saat Ane kembali membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya.
"Maudy," Ane menghidupkan mesin mobilnya, dan segera memutar ke arah pintu keluar parkiran valet dari bar ini, ia segera meluncur ke mall terdekat untuk berbelanja bulanannya.
Ane mengurai rambutnya yang sedari tadi ia cepol, rambut bergelombang indahnya dibiarkan begitu saja terurai dan disematkan kacamata hitam di atasnya. Ia menyemprotkan parfum kembali.
Setelah ia memastikan penampilannya sudah sempurna, ia baru keluar dari mobil dan memberikan kunci mobil itu pada petugas valet.
Saat Ane berjalan tiba-tiba langkahnya terhenti karena ia mendengar ada yang memanggil namanya berkali-kali.
"Gue udah capek dengan aura gue yang terlalu memancar, masak baru mau masuk mall udah ada fans yang manggil-manggil." Seka hanya dapat memutar bola matanya, malas. Kupingnya sudah mulai jengah dengan ocehan-ocehan Ane yang tidak jelas.
"Mbak Ane," Ane memutar wajahnya dengan malas, tatapannya datar.
Ia memang selalu bersikap begitu dengan penggemarnya, hingga ada beberapa penggemar yang berubah menjadi haters-nya.
"Saya Cuma mau belanja disini, kalau mau minta foto atau tanda tangan nanti soalnya saya__"
"Saya Cuma mau mengembalikan tas ini mbak, tadi mbaknya meninggalkan begitu saja dalam mobil" petugas valet itu memasang wajah yang sangat datar, lebih datar dari wajah Ane sekarang.
Tidak ada pandangan mengagumi di kedua mata petugas valet itu.
Ane ingin sekali menghilang begitu mendengar penjelasan petugas valet itu, ia sangat malu.
"Gue kira nggak semua cowok tertarik sama lo Ne," bisik Seka lalu berjalan meninggalkan Ane yang masih mematung dengan tangan kanannya memegang Shoulder-Bagnya, ia kembali tersadar dari lamunannya saat suara Seka yang semakin menggelegar.
"Iya bawel," Ane kembali dalam dunia nyata, ia berjalan gontai menyusul Seka yang sudah semakin jauh langkah kakinya.
"Ini sama ini bagusan mana?" di tangan Ane sudah ada 4 botol sabun mandi.
Seka memutar kepalanya sekilas, menatap 4 macam sabun yang ada di kedua tangan Ane"Terserah lo,"
"Jangan terserah gue dong Ka, kalau ini untuk memutihkan_"
"Kulit lo udah putih bocah," potong Seka cepat.
Ane menganggukkan kepalanya, membenarkan apa kata Seka "Bener juga lo Ka," Ane mengembalikan botol sabun yang kata bungkusnya memberikan efek memutihkan kulit secara cepat dan permanen.
Ane mengambil botol sabun yang lain, membaca kelebihan yang tertera di kemasan botol sabun itu.
"Kalau ini menghilangkan kerutan pada kulit tubuh, kerutan emang bisa dihilangkan dengan sabun? Baru tahu gue." Ane menimang-nimang, dan ternyata ia tertarik dengan janji yang di berikan bungkus sabun itu.
Namun, saat akan memasukkan ke keranjang belanja_ "Kayaknya sabun itu lebih cocok untuk otak lo deh Ne, otak lo kebanyakan kerutan makanya lo kayak gini," Ane merasa tersinggung, namun sesaat perasaan itu hilang, sudah banyak sekali yang menghinanya bodoh.
"Yaudah gue balikin ini, gue nggak berniat untuk menghilangkan kerutan di otak gue,"
Seka tak menyangka ucapannya malah di balas oleh Ane, mulutnya tak melontarkan makian seperti biasanya saat Seka menghinanya.
"Kalau ini untuk menghilangkan daki,"
"Gue nggak mau denger kata-kata lo kalau sabun ini cocok buat ngilangin daki di otak gue, cukup." Ane kembali mengoceh membuat Seka mengambil earphone yang ada di dalam tasnya, ia menyibakkan rambutnya kesamping dan memasang earphone itu dalam telinganya, ia mulai memutar beberapa lagu spanyol favorinya, perasaannya mulai tenang, ia tidak lagi mendengar ocehan temannya itu.
Genap 3 jam mereka berdua keluar dari dalam mall, dengan tangan keduanya yang penuh akan tas plastik besar juga beberapa kardus yang berisi barang-barang keperluan 1 bulan kedepan seorang Anestessi Maharanendra.