Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #20

Sepuluh Besar

Ane terbatuk seketika saat Seka mengucapkan kata yang sama persis dengan Puan katakan tadi malam.

Menikahlah denganku, aku akan membuat hidupmu bahagia, selalu.

"Ne, lo kenapa?"

Raut wajah Seka berubah kahwatir, tangannya melayang menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu.

"Ng_gak papa gue. Jalan aja, mobil depan lo udah jalan,"

Seka mulai menjalankan mobilnya kembali saat mobil di belakangnya mulai membunyikan klakson.

Sedangkan Ane, ia masih sibuk untuk menetralisir detak jantungnya sendiri, jantung itu berdetak lebih cepat dari biasanya, 

'Apa mungkin gue selama ini punya penyakit jantung?' gumannya dalam hati.

Ane terus-menerus memegang dadanya dengan kedua tangannya, Seka yang masih sibuk mengemudi melirik ke arah Ane sekilas.

'Gue yakin pasti dia mimpi di lamar orang tadi malam, mimpinya nggak sembarang mimpi. Baiklah Seka, mungkin sebentar lagi ada undangan pernikahan menghampiri lo.'

Seka mengukir senyum di wajah cantiknya. Melihat ekspresi Ane saat ini tak sengaja mengundang tawanya.

***

'Tumben tidur di sofa,'

Guman Sita saat melihat Puan masih tertidur pulas dengan selimut yang menutupi seluruh tubuh laki-laki itu--hanya menyisakan bagian kepala.

'Asmanya kambuh?' guman Sita lagi saat melihat inhaler ada di atas meja yang ada di samping Puan.

Sita menatap ke arah Puan sejenak, ia menghela nafas panjang.

Ia masih tidak percaya kalau adiknya akan seberani itu membawa seorang perempuan menginap di apartemennya.

Sita berdiri dari duduknya, kedua tangannya penuh dengan plastik berisi bahan masakan dan beberapa keperluan Puan.

Memang semua sabun dan keperluan dapur Puan selalu Sita siapkan. Ia selalu merasa adiknya belum cukup usia untuk bisa melakukan semua hal sendiri. Terlebih saat ini, Mang Tery, asisten pribadi Puan sedang pulang kampung, jadi tak ada yang menyiapkan segala keperluan Puan saat ini.

Sita menuju dapur Puan. Ia berniat memasakkan sup jamur kesukaan adiknya itu.

Mata sita seketika terfokuskan dengan Paper-bag warna cokelat yang tergeletak begitu saja di atas meja.

'Dia habis belanja? Tumben banget biasanya ajak gue,' 

Sita membuka Paper-bag itu, Ia mengambil secarik surat tanpa nama yang ada di dalam sana, 'MAAF DAN TERIMAKASIH SEBELUMNYA.

Sita menyipitkan kedua matanya.

'Apa maksutnya?' 

'Mungkin dari Paradista kalik ya?'

Sita mencoba mengingat-ingat perkataan Paradista yang ingin meminta maaf pada Puan karena kesalahan yang ia buat 2 tahun silam.

Sita kembali lagi meracik bumbu sup, mengupas kentang, wortel, jamur dan sayuran pelengkap sup lainnya. Meracik bumbu dan segera memasaknya, bau harum mulai tercium memenuhi dapur apartemen Puan.

Saat akan mencuci tangan di wastafel, mata Sita mulai memandang aneh ke arah jam tangan warna abu-abu tua.

'Jam tangan wanita.' 

Guman Sita dalam hati saat mengamati lebih detail bentuk dan ukuran jam tangan itu.

***

Puan membuka matanya secara perlahan saat ada yang mengganggu indra penciumannya.

"Bau ini, pasti Kak Sita masak," guman Puan dalam hati.

Sup buatan Sita memang selalu berhasil memperbaiki selera makannya.

Puan menunduk, melihat selimut yang menyelimutinya sedari malam. Satu gelas air mineral, inhaler juga beberapa obat asma lainnya.

Seketika ingatan Puan teringat dengan sosok Ane yang merawatnya tadi malam.

Puan mengukir senyum sekilas di wajahnya, hanya sekilas. Ia bangkit dari sofa itu, mulai berjalan ke arah dapur dengan perlahan, luka di kaki kirinya membuat ia pincang.

***

Sita memasukkan jam tangan itu di saku celananya saat suara Puan mulai terdengar daun telinganya.

"Udah bangun?" tanya Sita.

Wanita cantik itu memutar kepalanya ke arah Puan yang masih berjalan tertatih tak jauh darinya.

Matanya membulat melihat cara jalan adiknya. Ah ya, kaki Puan memang bermasalah saat ini. Pecahan beling tadi malam penyebabnya.

"Kaki kamu kenapa?"

Lihat selengkapnya