Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #22

Utang Budi, Lagi?

“Permisi? Anda mencari saya?” tanya Ane sopan.

Pria itu masih belum menampakkan wajahnya, ia masih membelakangi Ane. Ane hanya dapat melihat punggung pria bersetelan jas itu, ia kira itu adalah Abimanyu, kakaknya.

Namun tak mungkin, karena baru beberapa menit lalu Abimanyu menghubunginya dan masih berada di Banten untuk keperluan bisnis.

“Anestessi Maharanendra, anak sulung dari tuan Maharanendra, pemilik sekaligus pendiri tunggal Perusahaan MHN yang bergerak di bidang___"

“Puan?” Ane seketika mengenali pria itu setelah mendengar suaranya.

“Gue masih nggak percaya umur lo 15, terlalu bahaya untuk anak kecil minuman ber-alkohol.” 

Puan masih membelakangi Ane, membuat Ane semakin bingung dengan tingkahnya itu.

Dan satu yang masih membuat Ane bingung. Ane pernah mendengar kalau umur Puan baru 17 tahun, namun penampilan pria itu sudah seperti om-om yang baru pulang kantor. Apalagi tubuh Puan yang tinggi tegap membuat Ane tak percaya umur pria itu masih 17 tahun.

“Atas dasar apa lo kesini?” 

Puan membalikkan tubuhnya, menatap Ane datar.

Ane memalingkan wajahnya, menatap objek lain. Entah mengapa kakinya rasanya lunak saat matanya bertemu dengan mata Puan secara langsung.

“Gue harap kita impas. Lo tolong gue kemarin, dan gue nolong lo malam itu.”

Puan mengungkit kembali tragedi Ane yang mabuk berat waktu di Bar. Benar juga, jika tak ada Puan yang menolong Ane dari om-om hidung belang waktu itu, Ane tak tahu lagi bagaimana nasib masa depannya.

“Gue balikin. Gue bisa beli lebih mahal dari yang lo beliin.”

Puan dengan segala sikap sombongnya membuat Ane ingin hempas segera dari tempat ini. Ia melirik layar pada ponselnya, ia sebal karena waktu istirahatnya tak kunjung habis.

“Mau lo apa?” Tanya Ane tanpa basa-basi, kali ini gadis 15 tahun itu berani menatap ke arah Puan. Mendongak, menatap sinis pria itu.

Puan memajukan langkahnya membuat Ane semakin memundurkan langkahnya, ‘Apa mau ni orang sih,’

“Stopp! ngomongnya dari situ aja." Ane melentangkan kedua tangannya di depan.

"Kalo lo maju selangkah lagi, aja gue lari dari sini,” Ancam Ane, gadis itu kini menyilangkah kedua tangannya.

Puan menyunggingkan senyumnya sekilas, ia tak menyangka sikap Ane terlalu kekanak-kanakan, ia hanya ingin duduk di bangku taman yang ada di belakang Ane.

Apa itu salah? Bukan, hanya cara Puan yang salah, seolah langkah kakinya itu berniat macam-macam bagi Ane.

Puan tak mengindahkan ancaman Ane ia terus memajukan langkahnya, membuat Ane frustasi karena ancamannya tak berguna bagi Puan.

“Stop! Gue udah bilang__” 

“Waaaa__"

Srettt

Puan menarik tangan Ane saat gadis itu akan jatuh kebelakang, ia tidak berhati-hati sehingga kakinya menabrak kursi taman yang ada di belakangnya sendiri.

Sungguh memalukan.

Sungguh memilukan.

Kedua tangan Puan dengan cekatan menahan pinggang Ane agar tidak terjungkir kebelakang.

"Lo utang budi sama gue, LAGI” ucap Puan sembari menegaskan kata LAGI.

Ane mengedipkan matanya berkali-kali, menetralisir kejadian yang baru saja ia alami, hanya satu jengkal jarak wajahnya dengan Puan.

Sedekat itu hingga membuat jantung Ane ingin loncat dan lari dari tempat. Selemah itulah dia?

Dengan posisi yang seperti ini, ia seketika teringat lagi dengan mimpinya malam kemarin.

Puan melamarnya.

Ane melepaskan tangan Puan dari pinggangnya, gadis cantik itu menjaga jarak dan segera duduk dikursi taman yang ada di belakangnya.

“Nggak usah basa-basi, 15 menit lagi waktu istirahat gue udah habis.” Sahutnya sembari menundukkan kepalanya kembali.

“Nanti jam 8 malam lo harus ikut gue,” Ane mendongakkan kepalanya, memutar kepalanya ke arah samping, menatap sinis pria yang ada di sampingnya.

Puan tak mengindahkan tatapan mengintimidasi itu, dengan santai ia mendudukkan dirinya tepat di samping Ane.

“Lo kira gue cewek apaan? Lo salah kalau nilai gue sama kayak cewek-cewek yang lo temui di klub atau Bar. Ya, gue akui gue emang doyan minum, tapi bukan lebih dari itu. Gue masih punya harga diri.” Celetuk Ane panjang lebar.

Siapa juga yang tidak kaget, tiba-tiba ada pria yang baru ia kenal mengajaknya jalan, terlebih hubungan di antara mereka yang tidak pernah membaik.

“Lo bukan selera gue.” Puan menatap rendah ke arah Ane.

“Jadi tenang, gue nggak mungkin macem-macem sama lo” kedua matanya naik turun mengamati penampilan Ane yang ada di sampingnya.

Menit berikutnya, ia memalingkan wajahnya, mencari objek lain untuk di pandang. Karena, menatap Ane lama-lama bahaya bagi kesehatan jantungnya.

Bohong sekali jika Puan tak terkesima dengan penampilan Ane saat ini. Dara muda cantik itu berhasil membuat desiran aneh dalam dirinya.

”Dan gue nggak pernah main cewek waktu di klub ataupun Bar, Catet!” sambung Puan seakan tahu arah pandangan Ane terhadapnya.

“Dengan cara itu lo bisa bayar utang budi lo.” Puan berdiri dari duduknya.

“Jam 8 gue tunggu di parkiran apartemen lo.” Puan melangkahkan kakinya begitu saja meninggalkan Ane dengan paper-bag coklat yang ada di tangan kanannya. Puan benar-benar mengembalikan barang pemberian Ane.

Ane menggenggam erat paper-bag yang ada di tangannya. Ia ingin melempar kepala Puan dengan pot bunga yang ada di depannya saat ini. Sikap angkuh pria itu sangat menguji kesabarannya.

Dan yang membuat Ane tak terima adalah sikap Puan yang seolah merendahkannya.

Ane menyunggingkan senyumnya, rencana jahat terbesit di fikirannya.

'Jadi gue bukan selera lo? Kita buktikan saja nanti malam,' gumannya lalu berdiri dari duduknya dan segera pergi berjalan ke arah lokasi semula, waktu istirahatnya kurang 5 menit telah usai.

Lihat selengkapnya