"Gue harus minta penjelasan malam ini juga! Gue harus cari dia.”
Aksa tetap melajukan mobilnya, ia yakin Puan masih belum jauh dari sini.
Hingga tiba-tiba ada wanita berlari ke arah mobilnya, Aksa mengerem mobilnya mendadak. Kecepatan yang sangat kencang membuatnya suara decitan ban mobil dengan aspal begitu nyaring.
Aksa terbentur setir kemudi, ia rasa kepalanya sangat pening untuk saat ini. Pelipisnya mengeluarkan darah segar.
“Wanita itu!”
Aksa segera keluar dari mobil, berniat mengecek keadaan wanita yang ada di depannya itu. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, ia tidak bisa membayangkan jika korban itu sampai meninggal.
Wanita dengan dress brokat coklat tua tergeletak begitu saja.
Ane pingsan.
“Ane,”
Aksa dapat mengenali wanita ini dari dress yang di kenakan. Jangan tanya lebih panjang, Aksa tahu karena ia tak sedetik pun memalingkan pandangannya dari Ane waktu acara makan malam tadi.
Aksa berlutut di samping Ane, menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantiknya. Aksa menatap setiap inci wajah gadis itu.
‘Dia sangat mirip Iriana, sebenarnya siapa dia?’
Aksa menepuk-nepuk pipi Ane mencoba membangunkan gadis itu, namun tak kunjung membuat Ane membuka matanya.
Gerimis telah berubah menjadi hujan lebat, tanpa pikir panjang Aksa menggendong Ane--membawanya masuk ke dalam mobil, dan Aksa kembali melajukan mobilnya kembali.
Tanpa Aksa sadari ia meninggalkan wedgess Ane, hingga membuat mobil lain berhenti.
***
Puan memutar kembali mobilnya menuju tempat dimana ia melihat Ane terakhir kali.
“Wanita itu pasti belum pergi jauh,”
Puan menatap setiap jalan, berharap segera menemukan Ane. Ia merasa bersalah bersikap kasar terhadap wanita itu.
“Dimana dia,” gumannya saat tak kunjung menemukan Ane.
Sepanjang perjalanan Puan melihat beberapa sekelompok orang, mereka sedang pesta minuman. Puan tidak bisa membayangkan seberapa takutnya Ane melewati jalan ini.
Lampu remang-remang, jalanan sepi, dan juga pemabuk yang berkeliaran.
“Bodohnya gue, bodoh! kenapa gue kayak iblis gini,” tangannya menggenggam erat setir kemudi. Benar kata orang, penyesalan datang di akhir.
Puan meruntuki sikapnya yang gegabah membiarkan Ane pergi begitu saja tanpa membawa tasnya.
Malam semakin larut hingga pandangannya tertuju pada Wedgess warna merah bata yang tersorot lampu mobilnya. Ia mengenali sepatu itu.
Puan menghentikan mobilnya, ia keluar dari mobil itu dan menghampiri wedgess itu.
“Benar ini punya Ane, tapi dia kemana?” Puan memutar kepalanya kebeberapa sisi, ia menyapu setiap sudut jalan ini, namun ia belum menemukan titik terang.
Puan mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia meruntuki sikapnya pada Ane. Puan tidak bisa memaafkan dirinya jika saja benar-benar terjadi hal buruk terhadap Ane.
Puan kembali ke dalam mobilnya dengan membawa wedgess itu, Puan menatap ke arah shoulder bag yang ada di sampingnya itu, tatapannya hampa.
Ia merasa sangat bersalah meninggalkan Ane begitu saja.
“Gue akan cari lo hari ini juga, maaf untuk semua kekacauan ini.”
Puan kembali melajukan mobilnya, melanjutkan pencariannya terhadap Ane. Ia merasa sangat bersalah.
***
Aksa masih mengemudikan mobilnya, jujur ia bingung harus membawa Ane ke mana. Ia ingin membawa wanita ini ke rumah sakit. Namun ia mengurungkan niatnya saat mengetahui kalau Ane seorang model, itu hanya akan menimbulkan skandal dan memperburuk keadaan.
Aksa melirik sekilas ke arah Ane yang masih menutup matanya rapat. Tiba-tiba nama Yordana terbesit di otaknya.
'Dia pasti bisa bantu gue,'
Aksa menepikan mobilnya di tepi jalan begitu saja, jalanan mulai sepi dan hujan masih belum berhenti.
“Yor? Bisa tolong gue sebentar aja?”
“,,,,,,,,,"
“Gue share lokasi ke lo ya, buruan.”
Aksa bukan meminta tolong, namun lebih ke arah memerintah, membuat Yordana mengumpatinya kembali.
Aksa memutar kepalanya 90 derajat. Ia menatap wajah Ane yang tertidur begitu damai, hanya cahaya lampu jalan yang menyoroti wajah Aneh saat ini, namun itu tak mengurangu Kecantikan wajah gadis 15 tahun itu.
'Setiap gue melihat Ane kenapa seperti ada sosok Iriana disana?'
Aksa terus menatap wajah gadis itu, seolah teringat dengan kekasihnya dulu setiap Aksa menatap wajah gadis itu. Ia sangat merindukan Iriana, sangat.
Aksa memalingkan pandangannya saat kaca jendelanya diketuk, ia yakin itu pasti Yordana.
“Lo suruh gue ngapain begok! Nggak tau aja lagi jalan berdua sama Denta tadi.” Ketus Yordana begitu Aksa menurunkan kaca mobilnya.
“Itu siapa Sa?” Pandangan pria itu rupanya sangat tajam hingga ia langsung dapat melihat sosok Ane dari kaca yang hanya dibuka separuh oleh Aksa.
“Lo kesini sendiri?”
“Kalo gue nggak sendiri ngapain gue bawa payung sendiri?” sewot Yordana.
“Bagus, masuk kursi belakang.”