"Dasar ganjen, dasar genit. Pasangan norak!!"
Ane mendumel tanpa henti, suara toaknya menyita perhatian beberapa orang. Ane dapat melihat beberapa pasang mata tak henti melihatnya dan membicarakannya. Bahkan pasangan remaja seusianya yang ada di sampingnya juga menatap Aneh ke arahnya.
Masa bodoh! Persetanan degan hal itu, ada yang membuat Ane lebih jengkel lagi. Melihat Paradista dan Puan bersikap seperti itu, ah rasanya tangan Ane sudah gatal untuk melepas wedgess nya dan melempar ke arah pasangan norak itu. Berpelukan di tempat umum seperti ini membuat Ane ingin menimpuki mereka berdua dengan wedgess miliknya.
Ane menghabiskan pop corn dan minuman kaleng itu, ia memilih meninggalkan ruang bioskop saat kedua mata indahnya tak tahan melihat Paradista dan Puan bersama. Apalagi di sampingnya, ada pasangan remaja yang juga berpelukan seperti halnya Paradista dan Puan.
Ane semakin geram dibuatnya, ia menyesal pergi ke bioskop hari ini, terlalu banyak pasangan alay bertebaran di mana-mana.
Ah, mata Ane rasanya ingin copot dari tempatnya melihat Paradista semakin dekat dengan Puan.
Setelah dari Cafe JR, Ane tak mempunyai tujuan, hari ini ia masih Free kerjaannya, ia juga masih libur sekolah, sedangkan Seka sedang jalan sama Rama, biasa pasangan baru yang dimabuk asmara, pinginnya nempel muluk, jalan berdua muluk.
Dan setelah Seka pacaran dengan Rama Ane seolah kehilangan teman yang biasanya ia ajak untuk menonton bioskop atau sekedar cari makan dan baju di mall. Alhasil ia jalan sendiri saat ini.
Terlebih ia juga bosan diam di apartemen seperti biasanya. Makanya Ane memutuskan untuk menonton film dan berhura-hura di Mall, namun Moodnya seakan memburuk melihat kejadian itu.
'Dia sama cewek itu care banget, beda banget kalo sama gue. Emosian muluk bawaannya. Jadi dia Paradista? Secantik apa sih tu cewek.'
Ane masih belum mengetahui kalau Paradista yang bersama Puan tadi adalah Paradista yang sering ia bicarakan dengan Seka. Yaitu Paradista yang menjadi musuh bebuyutannya di beberapa ajang lomba Fashion show.
Setiap kali Paradista menjadi salah satu peserta, tak ada kesempatan baginya untuk juara pertama. Ane selalu menjadi kedua.
Ane keluar dari bioskop itu dengan hati yang berisi beribu-ribu umpatan.
Ane terus berjalan, pandangannya tak fokus hinga tiba-tiba.
Brakkkk
Aw....
Ane hampir saja mencium lantai kalau saja pria bersetelan jas hitam itu tak langsung menahan pinggangnya.
'sial sial sial sial'
Ane terus saja mengumpati nasibnya hari ini.
Ia ingin sekali mengutuk orang yang dengan berani menabraknya, bagaimana jika ia benar-benar terjatuh. Sakitnya nggak seberapa, malunya itu loh.
"Maaf tadi saya nggak sengaja." sahut pria itu.
Ane melepaskan diri dari pria itu, ia membenarkan model rambutnya, mengibas-ngibaskan kesana-kemari, juga meraih topi putihnya yang ada di tangan kanan pria itu.
Ane memakai topinya kembali, ia mendongak menatap pria yang lebih tinggi darinya itu, mulut Ane membuka sempurna saat melihat wajah pria itu.
Ia mengenalinya.
"Kak Aksa." Lirihnya, ia mencoba mengulas senyum di bibirnya dan menghilangkan ekspresi sebal.
'Untung tadi gue nggak mencak-mencak dulu.'
"Maaf tadi nggak sengaja, ada yang sakit?"
"Oh,, nggak kok, oh ya Jas dan flip flopnya..."
"Bawa aja dulu, sendirian?" Ane menganggukkan kepalanya, ia terlihat sangat menyedihkan.
Jomblo kelas atas.
"Kebetulan gimana kalo kita jalan bareng aja? Sebagai permintaan maaf aku traktir makan siang, gimana?"
'Boleh juga sih daripada gue jalan sendirian kayak orang ilang gini'
'Sebentar,,, nggak lucu juga sih gue jalan sama suami orang. Bisa jadi fitnah para netijen julik ntar.'
"Kenapa?" tanya Aksa saat pandangan Ane menatap ke arah lantai, gadis itu terdiam sejenak.
Sedangkan Ane, ia bingung harus merangkai kata penolakan seperti apa. Masak iya dia bilang nggak sudi jalan sama suami orang. Ah, tidak, terdengar terlalu menyeramkan.
"Kak Sita nggak ikut kak?"
"Dia sibuk kerjaan, yaudah ayo." Aksa menarik tangan Ane begitu saja menuju salah satu toko baju langganannya yang ada di dalam Mall ini.
Ane semakin menurunkan topinya hingga sedikit menutupi wajahnya, rambutnya ia biarkan terurai, ia berharap tak ada netizen julik yang melihatnya. Bisa saja ia menjadi bual-bualan di media sosial seperti kasus jubah mandinya beberapa bulan lalu.
Aksa mengambil beberapa setel jas dan memperlihatkan pada Ane, ia meminta pendapat mengenai baju itu.
"Bagusan mana?"
Ane mengamati setelan jas yang ada di tangan kanan pria itu. Setelan jas warna coklat tua mengingatkannya tentang Puan, ia pernah membelikan pria itu Jas yang persis seperti itu.
Namun pria itu tak menghargainya bahkan melemparnya begitu saja ke arah Ane. Ane mendesis tajam mengingat hal itu.
"Bagusan yang kiri."
Aksa tersenyum, entah kenapa Ane selalu mengingatkan akan mantan kekasihnya dahulu. Dahulu Irianan juga sering menemani Aksa berbelanja baju, memilihkan setelan jas yang cocok untuk pria itu. Namun itu dulu, Aksa seolah semakin terluka saat mengingat kalau Irianan telah meninggalkannya untuk selamanya.
Ane tidak mau memilih baju untuk dirinya sendiri walaupun Aksa memaksanya berkali-kali, akhirnya mereka berdua menuju ke salah satu restoran jepang yang ada di dalam mall ini.
"Jadi selama ini home schooling? Terus SMA nya mau home schooling lagi?"
"Belum tahu kak, kalau mamah sih nyuruhnya sekolah kayak orang normal lainnya."
Aksa terkekeh, entah kenapa setiap kata yang keluar dari bibi Ane seperti lelucon baginya.
"Kenapa kak?"
Ane seolah heran dengan sikap Aksa yang selalu saja tertawa saat ia berbicara, Bahkan Ane sampai mengeluarkan ponselnya dan berkaca di sana, kalau mungkin ada lipstik di giginya. Aman.
"Orang normal? Emangnya selama ini kamu nggak normal?"
"Eh, bukan itu maksutnya,"