Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #35

Aku Bahagia-Puan

Ane merebahkan diri di kasurnya begitu saja, ia meluruskan tulang-tulang punggungnya yang keram.

Setelah ia menjemput Mamahnya dari sakit dan mengantar ke apartemen milik mamahnya pribadi, Ane memilik untuk segera pulang dan merebahkan diri. Suntuk dengan semua kejadian-kejadian hari ini.

Ah ya, Ane kembali teringat saat Paradista memeluk Puan saat di bioskop, dan juga saat Puan memeluk bahu mesra Paradista di depan wajahnya. Ane rasanya ingin memuntahkan semua makanan yang tadinya ia makan. Muak melihat dua orang itu.

Arkkkkkkkk

Namun, menit berikutnya ia teringat kembali dengan ucapan mamahnya. Ini lebih memusingkan dibandingkan Puan dan Paradista, ini mengenai masa depannya.

Flashback on

“Mamah beneran udah sehatan?”

“Mamah nggak mau ngerepotin kamu sama Abimanyu.”

“Mamah kenapa ngomong gitu.” Abimanyu mulai angkat bicara seolah ia tak menyetujui keputusan mamahnya itu.

“Kalo mamah belum sehatan besok aja pulangnya, Nanti sehabis Abi pulang kantor langsung ke sini.”

“Kamu ini lo, seneng banget kalo mamah mu masuk rumah sakit.” Kekeh Bu Maharanendra mencoba memecahkan suasana saat ini.

“Mah, jangan bercanda, aku serius.” Sahut Abi sembari memasang wajah dinginnya.

Lagi dan lagi, Bu Maharanendra terkekeh melihat sikap anaknya itu. 

“Udah nikah wajah cueknya dihilangin dong.” Goda Bu Maharanendra.

“Mamah.” Sahut Abi dengan nada lemah namun penuh intonasi.

“Mah, nanti Ane jagain mamah 24 jam, mamah jangan balik dulu ya. Nunggu sembuh.” Rayu Ane.

“Permintaan mamah Cuma satu.”

Bu Maharanendra menarik lembut tangan kanan anak bungsunya itu. Ane duduk tepat di samping mamahnya.

“Umur kamu udah 16 sayang, kamu pasti tahu apa artinya." Sahutnya sembari menatap dalam kedua mata Ane. Ane tahu ke arah mana mamahnya akan berbicara saat ini.

"Ini waktunya kamu memperkenalkan laki-laki pilihan kamu. Yang mencintai dan menyayangi kamu. Perkenalkan dengan mamah secepatnya.”

Ane memang tahu akan hal itu, itulah salah satu penyebabnya ia malas merayakan ulang tahunnya nya kemarin.

Ia tak merayakan pesta dengan teman-teman modelnya seperti biasanya, ia menyewa sebuah klub malam untuk mengadakan pesta besar. Ane tahu, saat ia bertambah usia akan ada permintaan khusus dari mamahnya.

“Mamah tahu ini berat untukmu. Mamah harap kamu dapat mengerti bagaimana sikap papahmu jika kamu melalaikan tradisi keluarga ini.”

Ane masih tak buka suara, gadis itu menundukkan kepalanya, ia bingung harus bersikap seperti apa saat ini.

“Tapi jika kamu memang belum siap menikah, tidak apa-apa. Masalah papah kamu biar mamah yang urus. Lagian mamah juga sudah terbiasa dengan mulut pedasnya.” Bu maharanendra tertawa sumbang, hingga tanpa sadar sudut matanya mengeluarkan air mata.

Ane memejamkan matanya. Ia tahu mamahnya akan mendapat masalah besar jika ia bersikap seenaknya dengan tradisi satu ini. Mamahnya akan di kira tak bisa mendidik anak atau sebagainya.

Ane memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam. Saatnya ia mengambil keputusan.

“Aku akan kenalkan laki-laki pilihan aku segera mah, secepatnya.” Ane mencoba mengulas senyum di bibir ranumnya. Seolah ia baik-baik saja dengan masalah ini.

Menit berikutnya Bu Maharanendra memeluk putrinya dengan sangat erat, menopang kan dagunya pada bahu Ane.

“Makasih sayang, makasih.” Lirihnya.

Sebahagia itu Bu Maharanendra hingga membuat Ane tak tahan dan akhirnya meneteskan air mata.

Ia bingung sendiri saat ini, siapa laki-laki yang akan ia bawa ke hadapan keluarganya. Hingga detik ini tak ada pria yang ia suka.

Flashback Off

***

“Jadi observasi kita jadinya ke daerah Bandung, mau nggak mau lo harus ikut.” Puan menghela nafas panjang, bukannya ia tak mau mengerjakan tugas, hanya saja untuk bertemu Mahanta, ia belum siap.

Ia masih jengkel tentang kejadian malam itu.

“Iya.”

“Besok malam jangan lupa.”

“Ada apaan?”

“Acara syukuran di tempat Mahanta, kelompok kelas kita masuk 3 besar.” Sahut Asoka penuh semangat.

Puan menghela nafas panjang, lagi. Ia mengacak rambutnya dengan tangan kirinya. Dengan santai ia membaringkan tubuhnya ke sofa panjang yang saat ini ia duduki. Ia menenangkan fikirannya.

“Iya, gue berangkat.” Ucapnya langsung memutuskan sambungan telponnya. Ia melempar ponselnya begitu saja. Ia memejamkan matanya sejenak.

Menit berikutnya ia sudah menyelami alam mimpi yang sangat damai.

***

“Da, bangun lah kok tidur kita udah sampai.”

Puan membuka kedua matanya saat suara Sita mulai memenuhi gendang telinganya. 

Ia kaget bukan main saat mendapati dirinya ada di dalam mobil dengan penampilan serapi ini.

Ia menolehkan kepalanya kebelakang. Di belakang mobilnya ada beberapa deret mobil milik keluarganya yang sangat ia kenal.

“Kita dimana kak.” Tanya Puan pada Sita yang sibuk memasangkan dasinya.

“Jangan bercanda, ini kan acara pertunangan kamu.” Sita merapikan dasi pada kemeja Puan dan memakaikan Jas warna biru dongker, menambah elit penampilan pria 17 tahun itu.

Lihat selengkapnya