Puan berdiri dari duduknya, melangkahkan kaki menuju pintu keluar kamar Ane, namun ada tangan yang menahan lengannya.
"Gue mau bicara sama lo. Bisa?" sahut Seka sopan.
Puan memutar kepalanya ke arah Seka.
"Gue tahu lo ada perasaan sama temen gue." sambung Seka dengan percaya dirinya sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Gue tahu tindakan lo terhadap Mahanta waktu di klub bukan semata-mata karena lo dalam kondisi mabuk. Lo cemburukan Ane deket sama Mahanta?"
Seka terkekeh saat melihat ekspresi Puan seolah sudah terpojokkan saat ini.
"Nggak usah sok tahu." elak Puan sangat sinis.
Seka memutar bolamatanya malas, ia tahu siapa yang sedang dihadapinya saat ini.
Pria dingin yang menjadi unggulan seluruh penghuni sekolahnya. Banyak sekali teman perempuan sekelas Seka yang menyukai pria itu, namun tak satupun yang dilirik oleh Puan. Bahkan seorang Puan Mada Muda sangat terkenal di luar sekolahnya.
"Baiklah kita lihat saja nanti. Sekedar informasi, mungkin sebentar lagi Ane akan bertunangan bahkan menikah." Sahut Seka sembari memutar kepalanya ke arah Ane, menatap wajah damai Ane yang masih memejamkan kedua matanya.
"Nggak usah kaget, itu bukan kemauannya dia. Itu emang udah tradisi dari keluarganya. Dan nggak sedikit juga cowok yang datang ke rumah keluarganya Ane untuk melamar dia, termasuk sepupu gue." Jelas Seka kembali namun tak membuat Puan membuka suara juga.
Seka memutar kepalanya ke arah puan yang saat ini juga menatap ke arah Ane.
"Jadi kalo lo emang suka sama temen gue nggak usah gengsi, lo terlambat sehari aja bisa sajq dia udah jadi milik orang lain. Orang tuanya udah ngasih waktu sampai minggu depan, kalau Ane tidak mengenalkan pria baik pilihannya, mau tidak mau dia akan di jodohkan."
"Gue tahu lo cerdas, lo pasti tahu apa yang harus lo lakuin. Gue juga tahu lo udah mandiri bisa menghasilkan uang sendiri, udah lepas dari tanggung jawab orang tua. Lo masuk kriteria keluarga Ane untuk jadi menantunya." Jelas Seka panjang lebar.
"Sekali lagi pilihan ada di tangan lo. Lo telat satu langkah Ane bisa jadi milik orang lain."
"Pikirin baik-baik." Seka berdiri dari duduknya, ia meninggalkan Puan begitu saja.
Puan masih mematung, ia mencerna semua kata yang Seka ucapkan. Ia memijat pelipisnya perlahan, mengacak-acak rambutnya frustasi.
Ia menatap wajah Ane yang sangat damai saat itu, berbeda saat Ane membuka mata, yang selalu saja mengajak Puan bertengkar, selalu bertengkar.
Menit berikutnya Puan menatap ke arah depan kembali dan ia melangkahkan kakinya untuk menuju pintu keluar.
***
Abimanyu memarkirkan mobilnya di base men apartemen adiknya itu, ia berniat mampir ke tempat Ane seperti janjinya sebelumnya.
Abimanyu tahu kalau Ane tidak mungkin tidur di bawah jam 12 malam apalagi di saat libur sekolah seperti saat ini. Ia tahu Ane selalu menonton film yang di putar di salah satu chanel televisinya saat tengah malam.
Abimanyu keluar dari mobilnya dan segera melangkahkan kaki ke dalam lobi apartemen itu.
Puan memencet smart key nya, membuka pintu mobilnya. Namun pandangannya terfokuskan pada sosok pria berbadan tegap dengan setelan jas warna coklat bata yang baru turun dari mobil dengan membawa beberapa paper-bag.
Dilihat dari mobil dan postur tubuhnya Puan pernah melihat pria itu sebelumnya.
Ya, itulah pria yang berjalan dengan Ane beberapa hari lalu. Yang berhasil membuat seorang Puan Mada Muda terbakar api cemburu.
Puan menutup pintu mobilnya kembali, ia melangkahkan kakinya, berniat masuk ke dalam apartemen Ane kembali. Ia ingin memastikan sesuatu.
'Mau apa pria itu kesini tengah malam' Puan terus melangkahkan kakinya, namun ia tetap menjaga jarak agar pria itu tak menyadari kalau dirinya sedang di mata-matai.
Pria itu memencet tombol lift.
'16, itukan lantai tempat apartemennya Ane.' Puan semakin yakin, kalau pria itu adalah pria yang sama beberapa hari lalu.
Puan memencet tombol tunggu pada lift, akhirnya lift itu terbuka kembali. Didalam lift hanya ada dua orang, Puan juga Abimanyu.
Puan masih belum menyadari, kalau orang yang sedari tadi ia curigai itu adalah kakak Ane.
Puan mengamati wajah pria itu dari jarak yang tak terlalu dekat. Wajahnya yang tampan namun pandangannya datar dan selalu ke depan.
Puan memijat pelipisnya, entah kenapa saat melihat wajah pria itu seolah ia kehilangan harapan. Namun ada yang membuat ia lega, ternyata bukan Aksa, kakak iparnya yang ia curigai saat ini.
'Kayaknya dia udah mandiri,'
Puan mengamati setelan jas pria itu, mereknya sama persis seperti jas yang Puan sering gunakan saat pergi ke kantor atau untuk menghadiri acara formal, dan juga tampang pria itu yang memang menampilkan wajah pria dewasa.
Puan terus mengamati wajah pria itu 'umur sekitar 23'
'Apa ini salah satu orang yang dimaksud Seka?' Puan terus saja bergumam, pandangannya selalu mengamati penampilan pria yang ada di sampingnya. Hingga bunyi dentingan lift yang membuyarkan lamunannya.
Ting ting ting
Lift kembali membuka, Abimanyu mulai melangkahkan kakinya keluar dari dalam lift itu, menit berikutnya Puan. Puan ingin sekali menepuk pundak pria itu dan bertanya apa hubungannya dengan Ane. Namun entah mengapa lidahnya seolah kelu untuk mengatakan hal itu.