Pandangan seluruh pengunjung cafe terarah pada seorang gadis yang baru saja memasuki wilayah cafe tersebut.
Rambut panjang gadis yang diurai itu berlenggak-lenggok searah langkah kakinya. kacamata yang bertengger pada hidung mancungnya menambah nilai plus pada penampilannya saat ini.
Ia mengenakan dress merah maron tanpa lengan yang panjangnya selutut, dipadu dengan wedgess warna hitam yang menambah kesan indah pada penampilannya. Beberapa aksesoris pendukung juga menopang penampilannya saat ini.
Sesempurna itu hingga kaum adam tak hentinya memandang, sedangkan kaum hawa melihatnya dengan tatapan iri dan dengki.
“Hai.” Sapa nya pada wanita yang rambutnya di gelung ke atas dengan indahnya.
“Astaga! Paradista? gilak lama kita nggak ketemu sampai pangling gue, cakep banget lo.”
Maudy berdiri dari duduknya, memandang penuh kagum teman lamanya itu, memeluk tubuh Paradista seolah sangat merindukannya.
“Begitu denger lo balik ke Indonesia buru-buru gue chatting lo, lo sih jarang banget bikin story jadi gue nggak tahu dong lo dimana, lo lagi apa, kesibukan lo apa.”
“Dan,, yang terpenting nih, lo udah bisa move-on dari si tampan itu atau belum.”
Paradista terkekeh, sikap cerewet Maudy memang tak pernah berubah.
“Ngomong-ngomong nih, cowok yang lo bikin story kemarin di Ig siapa? Cowok lo ya? Tumben aja gitu lo bikin story jalan berdua. Berarti udah berhasil move-on dong?”
Ah ya, story yang di maksud adalah story Dista saat jalan dengan Puan ke mall untuk menonton.
“Temen doang.”
“Belum bisa move-on gue.” jujur Dista.
Maudy menyunggingkan senyumnya, matanya menatap tanya ke arah Dista.
“Yakin temen? Lo video dari samping wajahnya dia cakep banget sih kayaknya, nggak yakin deh kalo itu temen.” Sahut Maudy masih dengan opini yang sama.
“Dan juga__” Maudy menopang dagunya, menatap tajam ke arah Dista.” Lo itu cantik, bakat? Ada. Kinerja otak lo juga mumpuni. Sampai kapan lo nggak bisa move-on Dis?” tanya Maudy yang membuat Dista malah mengumbar tawanya.
“Lo tahu nggak, cowok kemarin yang ada di story gue itu siapa?” tanya Paradista yang seketika membuat Maudy menggelengkan kepalanya.
“Emangnya siapa?” tanya balik Maudy.
“Itu cowok yang sama beberapa tahun lalu.” Paradista menghela nafas panjang, “Puan Mada Muda.” Sambungnya.
“Omegat! Ceritanya CLBK nih?” goda Maudy.
Paradista tersenyum getir, ia menggelengkan kepalanya lemah.
“Maunya gitu, tapi gimana lagi. Nggak di tembak-tembak gue.”
“Dulu waktu kalian putus, yang mutusin itu lo kan?” tanya Maudy yang berhasil membuat Dista menganggukkan kepalanya, membenarkan.
“Mungkin, dia trauma.”
Dista mengernyitnya dahinya, “Trauma?”
Maudy menganggukkan kepalanya.
“Ya, dia takut aja, kalau dia kembali menjalin kisah sama lo dia akan terluka kayak waktu dulu. Bisa jadikan?”
Benar saja, memang Puan saat ini trauma, bukan hanya dengan Paradista, tapi dengan semua wanita. Hingga pria itu merasa kalau hatinya mati rasa.
Ia tak punya perasaan apapun pada gadis manapun.
Paradista memejamkan matanya sejenak. “Lo ada saran?”
Maudy menyilangkan kedua tangannya di dadanya, ia menyenderkan pundaknya pada kepala kursi, sembari kepalannya menengadah, memikirkan suatu hal.
“Hubungan kalian sampai saat ini gimana?” tanya Maudy dengan posisi tetap.
“Ya, gimana? Biasa aja sih.”
“Bertengkar?”
“Nggak, dia masih baik sama gue.”
“Btw dia sekarang udah punya cewek?” Maudy menegakkan tubuhnya, matanya menatap ke arah Paradista.
Paradista memejamkan matanya sejenak, berfikir tentang pertanyaan yang di lontarkan Maudy.
Namun sejauh ini ia tak menemukan Puan membahas tentang gadis manapun saat mereka bersama, Bahkan saat Dista memancing Puan untuk bercerita tentang teman wanitanya, jawaban pria 17 tahun itu masih sama gue masih mau sendiri.
Bahkan Puan hanya menggunakan ponselnya untuk mengecek laporan perusahaannya, bukan untuk menghubungi gadis manapun, baru sejauh itu yang Dista tahu.
Dista menggeleng kuat.” Jomblo sih.”
“Yaudah, tunggu apa lagi lo?”
“Tunggu apa lagi maksutnya?”
“Pepet lagi dong. Toh dia sama lo masih open kan. Jadi ya, sering-sering aja ajak makan malem, jalan bareng, intinya pepet terus. Cowok kayak gitu jangan lepas lagi.” Paradista mengangguk paham. Memang benar, cowok seperti Puan tak boleh di lepas untuk kedua kalinya.
Hingga saat ini Paradista masih menyalahkan dirinya tentang kandasnya hubungannya dengan Puan beberapa tahun lalu.
Namun, jika saja Dista tak mempunyai sakit separah itu, ia tak akan melepaskan Puan. Ia sangat mencintai pria itu.
“Bener kata lo, gue harus kejar lagi.”