Maudy mengerjabkan matanya berkali-kali, mungkin ia salah lihat.
Karena saat ini pandangannya tertaut pada gadis yang sebelumnya mencuri pandangan seluruh pengunjung dan pekerja cafe.
Senyumnya mengembang tak kala Ane melambaikan tangan ke arahnya.
Benar, ia tak salah lihat!
Ane segera melangkahkan kaki mendekat ke arah meja paling ujung di restoran ini. Sedangkan pandangannya tertaut pada sosok gadis yang duduk membelakanginya, gadis itu mengurai rambut wana cokelatnya dengan balutan dress warna merah maron, Ane sangat ingin tahu siapa sebenarnya dia.
Apakah mungkin itu adalah sosok yang sebelumnya ia cemaskan.
“Cantik banget lo! Gilak makin dewasa banget.” Maudy berdiri dari duduknya, memeluk Ane dengan erat.
“Seka! Lama banget kita nggak ketemu!” Maudy bergantian memeluk Seka yang juga membalas pelukannya tak kala erat.
“Duduk dulu.” Sahut Maudy sembari mendudukkan dirinya di kursi kembali.
“Oh ya, kenalin.” sahut Maudy memberi kode pada Ane juga Seka untuk menyapa gadis ber-dress merah maron itu.
Ane memutar kepalanya ke arah gadis yang ada di sampingnya yang ternyata sudah menatapnya dengan kening berkerut.
‘Kenapa? Kenapa dia harus ngelihat gue kayak gitu? Emang gue setan? Emang gue dajjal?’
Arkk
“Lama, nggak ketemu.” Akhirnya, Ane mengulurkan tangan kanannya dengan ramah.
Paradista masih menatap wajah Ane, tanpa berkedip, hingga suara ketukan meja yang membuyarkannya.
“Oh, sorry! Oh Ane, lama juga kita nggak ketemu?” Paradista meraih tangan kanan Ane, bahkan memeluk gadis itu.
Saat itu juga Ane ingin rasanya menarik rambut cokelat indah Dista kebelakang, tapi yakinlah, Ane tak sekejam itu.
‘Lama nggak ketemu dari mana, kemarin gue juga ketemu LO JALAN SAMA PUAN SAMBIL PELUK-PELUKAN BANGSATTTTT’
Ane hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Dista.
Menit berikutnya waitress mulai menghampiri mereka membawa iPad yang berisi berbagai menu makanan dan minuman.
***
“Cerita-cerita dong.” Sahut Maudy mencoba mencairkan suasana, karena sedari tadi Ane dan Dista hanya melirik sekilas, tak ada yang buka suara.
Di lain sisi, Maudy belum mengetahui tentang kejengkelan Dista dan Ane hanya karena seorang Puan Mada Muda, ya walaupun Ane belum mau mengakui akan perasaannya pada Puan.
2 menit, 4 menit, masih tak ada yang buka suara, hingga Seka mengeluarkan ponsel dari dalam jaketnya, membuka aplikasi games dan mengarahkannya di tengah-tengah mereka.
“Gimana kalo sembari menunggu makanan, kita main games? Setuju?”
Seka tahu, jika hal ini terlalu kekanak-kanakan, namun tak ada pilihan lain, daripada mati diem.
“Bolehlah.” Sahut Maudy tak kalah antusiasnya.
“Jadi gini, kita main truth or dare. Gimana?”
“Boleh.” Sahut mereka bertiga bersamaan.
“Kita mulai.”
Seka menekan lama lambang botol kaca yang ada di tengah layar ponselnya, detik berikutnya ia lepaskan hingga botol kaca itu memutar kencang, sekencang-sekencangnya.
Mata mereka berempat tak henti memperhatikan polah botol kaca itu, apabila berhenti di satu sisi maka korban itulah yang akan mendapatkan tantangan atau pertanyaan.
Hingga,,, penantian itu muncul juga, dan botol itu berhenti di Paradista. Sungguh awalan yang sangat memuskan bagi Ane, karena ia berniat mengerjai gadis itu.
Ane menyunggingkan senyum mautnya.
“Truth or dare.” Sahut Seka.
Paradista memikirkan sejenak, namun saat ekor matanya melihat senyum aneh Ane membuat ia berfikir dua kali jika ia memilih Dare.
Ia hanya takut, gadis tengil itu akan menyuruhnya yang tidak-tidak.
“Truth.”
'Aelah! Nggak seru! Tahu aja kalo mau gue kerjain,' Ane mendumel dalam hati, ternyata Dista lebih cerdik dari dirinya.
“Baiklah, satu orang melempar pertanyaan satu, dimulai dari gue.” sahut Seka dengan bangganya sembari memamerkan jejeran gigi putihnya.
“Bener nggak sih kalo lo menetap di Indonesia? Kalaupun iya, apa itu alasannya.”
“Benar.”
“Alasannya?”
“Karena gue mau meluruskan kesalah fahaman beberapa tahun sama cowok gue.” jawab Paradista tanpa beban, dan itu berhasil membuat Ane membulatkan matanya sempurna.
‘Cowoknya? Siapa? Puan maksutnya? Dasar cewek ganjen!’ Ane terus mendumel tanpa sebab, hingga bahunya di senggol Seka.
“Giliran lo.” Ane mengangguk faham.
“Apa yang lo lakuin jika cowok yang lo maksut itu ternyata suka sama cewek lain?” Ane tersenyum bangga setelah melontarkan pertanyaan itu, gadis 16 tahun itu bahkan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya, pandangannya terarah ke arah Dista.
Dapat Ane lihat, kecemasan dari wajah gadis itu.
“Gue nggak terima.” Sahut Dista dengan suara yang cukup tegas namun lirih.
“Gue nggak akan terima cowok gue sama orang lain, gue akan lakuin apa aja buat dapetin dia kembali.” Sahutnya yang mendapat approve dari Seka dan Maudy.
Ane memutar kepalanya, melirik tajam ke arah Seka yang masih saja bertepuk tangan membenarkan jawaban Dista.
Ane medesis sebal, ternyata Dista memang masih menaruh perasaan pada Puan.
“Ciuman pertama, pernah dong?.” Sahut Maudy fulgar yang membuat pipi Dista merah padam, gadis cantik itu tersenyum menanggapi pertanyaan Maudy.