Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #43

Tatapan Iri Mereka

“Ta lo kenapa? Muka lo lecek banget?” ucap Fahraz saat mengamati ekspresi wajah Mahanta yang berubah setelah memutuskan sambungan teleponnya.

Bukannya menjawab, pria itu malah mengacak-acak rambutnya gusar, berjalan tanpa menoleh ke arah Fahraz yang sedari tadi memperhatikannya.

Puan, setelah dia ambil Paradista dari gue sekarang Ane, gue nggak tahu ternyata dia berubah jadi bangsat sekarang.' Lagi dan lagi, mereka menyukai gadis yang sama.

Princess gue nanti jadi iku kan?” Dendra seolah sangat antusias akan acara nanti malam, bukan salah lagi karena dia mau bertemu sama Ane.

Mahanta hanya menganggukkan kepalanya, membuka kaleng minuman dan meminumnya. Ia beranjak dari duduknya segera menyusul Janu yang masih sibuk bermain billiar sendirian.

“Kenapa tuh anak lemes banget mukanya?” Fahraz menepuk pundak Dendra, berharap temannya ini dapat membantu memecahkan tanda tanya terbesar di otaknya saat ini.

“Setahu gue dia tadi nelpon Ane buat diajak bareng ke rumah Dia, nggak tahu kelanjutannya gue. Makanya tadi gue tanya princess gue jadi dateng nggak?” jawab Dendra yang mendapat anggukan faham dari Fahraz.

“Sejak kapan Ane jadi princess lo?”

“Ya kenapa, siapa tahu setelah sama dia gue tobat gonta-ganti cewek.”

“Omong doang. Dulu lo juga pernah ngomong gitu waktu sama Dara!” Janu yang sedari sibuk dengan tongkat billiar nya akhirnya buka suara setelah mendengar ocehan Dendra yang tak berujung itu. mengungkit janji Dendra yang akan bertobat setelah ia pacaran dengan Dara.

“Itu beda boy!”

"Buaya mana bisa tobat." Cibir Fahraz menimpali ucapan Dendra.

Dendra hanya berdecak sinis mendengar ucapan Fahraz yang ada betulnya itu. Buaya mana bisa tobat?

“Tapi gue Cuma mau ngingetin lo aja, kayaknya Mahanta suka sama Ane. Mana mungkin pria dingin kayak gitu nawarin tumpangan secara suka rela? Belum ada sejarahnya cewek di bonceng langsung sama Mahanta kecuali Paradista!” lirih Fahraz sembari menepuk pundak Dendra perlahan.

“Masak? Bukannya dia masih sama Dista?” Dendra mengangkat kepalanya menengadah, memikirkan sesuatu saat ini. Seolah ada yang mengganggu fikirannya saat mendengar Mahanta ternyata ada rasa dengan Ane.

Dendra memang playboy--suka ganti-ganti pacar, namun tidak untuk gadis pilihan salah satu temannya. Bahkan Dendra tak mau jalan dengan salah satu mantan dari ke 3 temannya itu. Itu salah satu prinsipnya, tidak bermain dengan barang atau bekas barang teman.

Fahraz mengendikkan bahunya “Nggak tahu sih, liat aja ntar malem ekspresinya liat Ane gimana.” Sahutnya yang membuat Dendra semakin tak sabar untuk menunggu acara nanti malam.

Mereka berdua mulai mengamati Mahanta dan Janu yang mulai disibukkan dengan tongkat Biliar mereka, memfokuskan pandangannya pada bola-bola itu dan membidik sasaran dengan tongkat billiar itu hingga memecahkan rekor.

Mahanta berkali-kali sukses memasukkan bola, namun tak ada senyum di wajah tampannya. Ia masih saja datar.

***

“Lo itu apa-apaan sih!"Ane menyambar ponselnya dari tangan Puan begitu saja, tatapan Ane sangat tajam seolah ingin membumihanguskan pria yang ada di depannya itu begitu saja.

Alih-alih ingin membumihanguskan, ia malah memalingkan wajahnya saat Puan menatapnya dengan tajam seolah ingin membunuhnya.

“Nanti malem lo gue jemput jam 7, awas aja kalo sampek lo pergi tanpa gue.” Puan berdiri dari duduknya, melangkahkan kakinya menuju pintu keluar, menit berikutnya dia benar-benar menghilang dari pandangan Ane. Meninggalkan Ane dengan beribu tanya pada otaknya.

‘Ada apa dia?’

***

Kerlap kerlip lampu malam, musik dengan alunan yang sangat indah mulai terdengar dari halaman belakang rumah Mahanta. Beberapa makanan dan minuman pun sudah tersaji di atas meja prasmanan itu, sungguh pesta yang sangat meriah.

Halaman belakang dengan taman bunga, kolam ikan yang sangat indah, juga kolam renang yang sangat luas menjadi pilihan utama alasan Mahanta ingin mengadakan pesta kesuksesan kelompoknya di rumahnya sendiri. Ia bahkan mengundang seluruh teman kelasnya, juga ada beberapa teman luar kelasnya yang kebetulan satu ekskul dengannya, basket.

Di sekolahnya Mahanta seorang ketua basket, ia menjabat sebagai kapten basket. Tak heran jika ia mempunyai banyak kenalan teman dari mulai kakak kelas hingga adik kelas. Beberapa teman Mahanta pun mulai berdatangan.

Ane membelalakkan matanya tak percaya saat membaca pesan dari Seka.

Ne sorry gue lupa kalo ada janji sama lo gue malah bareng sama sepupu gue, Ranu.

Ane menghela nafas panjang, seakan ada yang menarik kakinya untuk tidak menghadiri pesta itu, namun ia teringat dengan Mahanta yang datang secara langsung untuk mengundangnya ke acara pesta nya. Seka adalah harapan satu-satunya untuk menghindari Puan Mada Muda.

“Kalo nggak gara-gara Mahanta dateng langsung ke sini ogah gue berangkat, apalagi ada si Puan.”

Ane melirik jam tangan kecil yang mengalung indah di pergelangan tangannya. 

“Jam 06.30 gue berangkat dulu aja kalik ya, lagian Puan nggak mungkin kan marah-marahin gue kalo ketemu di pesta,”

“Ha! Siapa juga yang mau bareng tu orang.”

Ane menyambar kunci mobil yang ada di nakas sampingnya. Segera berlari menuju pintu keluar, dan membuka pintu itu.

Lihat selengkapnya