“Bro Men! kembali juga lo, gue kira lo kabur begitu aja.” Ucap Asoka sambil menepuk bangku sampingnya menyuruh Puan duduk bersantai sejenak.
Puan mengedarkan pandangannya ke beberapa tempat, mencari perempuan yang berhasil membawanya kembali kesini.
“Lo liat Ane? Dia dimana?”Tanyanya tanpa menatap ke arah salah satu temannya, pandangannya sibuk menyapu bersih penjuru taman ini—mencari Ane.
“Ane kemana?” tanyanya ulang sembari menatap ke arah Asoka.
“Itu dia itu—“ Asoka seolah gagap, ia tak yakin harus mengatakan Ane sedang bersama Mahanta, bisa-bisa acara pesta ini akan menjadi tontonan adu jotos seperti beberapa minggu lalu saat di klub.
“Dia ke toilet,,iya, udah sini lo duduk dulu. Tegang banget sih tangan lo.” Asoka terus menarik tangan Puan agar duduk dan bergabung dengan teman-temannya.
“Da, gue denger-denger acara observasi kelompok lo mau di daerah Bandung, emangnya objek observasi lo membahas tentang apa?” Rama seolah ikut merasakan aura panas jika Puan mengetahui dengan siapa Ane sekarang, ia sedang mencoba untuk mengalihkan pandangan Puan yang sibuk mencari Ane.
Namun tetap saja, Puan tak menggubris pertanyaan Rama, ia masih sibuk mencari Ane.
“Da gue kemarin—Da! Ah! Sial tu orang.“ Puan menghempaskan tangan Asoka begitu saja saat kedua matanya melihat dengan jelas Ane berbincang dengan seseorang, terlihat sangat akrab. Beberapa kali mata Puan menangkap Ane bahkan tertawa bersama pria itu.
’Mahanta,’ ucapnya saat melihat setelan jas yang orang itu kenakan.
Mereka berdua memang membelakangi Puan, namun indra penglihatan dan kejeniusan Puan dapat mengetahui kalau itu Ane dari dress juga model rambutnya.
Puan mekangkahkan kakinya ke arah mereka berdua, ia mengatur nafasnya berkali-kali agar tidak kebablasan seperti waktu di klub.
Ane sontak memutar kepalanya otomatis saat ia merasakan ada tangan yang menarik tangannya dari belakang.
“Pu—Puan, bukannya lo udah pulang.” Mata Ane berkedip beberapa kali, untuk memastikan apa yang sedang ia lihat itu benar Puan atau tidak.
“Kita pulang sekarang.” Puan menarik tangan Ane membuat Ane meringis kesakitan saat pria itu mencengkeram dan menarik tangan Ane sangat kuat, seolah ia sedang meluapkan emosi yang sedari tadi ia tahan.
“Lo bukan siapa-siapa dia, jadi berhenti ngelarang dia buat bareng sama siapapun, dan stop paksa dia kayak gini.” Mahanta berdiri dari duduknya, menarik kerah kemeja Puan hingga membuat Puan melayangkan tonjokan kepadanya, namun Ane menahan tangan pria itu.
“Puan kita pulang sekarang.” Ane menarik tangan Puan berharap tak ada keributan yang akan diciptakan pria itu seperti beberapa hari lalu.
“Gue peringatin sekali lagi sama lo Mahanta. Berhenti ganggu pacar gue. Mulai sekarang Ane jadi pacar gua.” Puan menarik tangan Ane begitu saja.
Untung saja lokasi mereka sekarang jauh dari jangauan orang banyak jadi tidak terlalu menarik perhatian.
Mahanta menatap tajam ke arah Puan juga Ane yang pergi ke arah parkiran melalui pintu belakang, mereka berdua benar-benar meninggalkan pesta.
Ane menundukkan kepalanya dalam-dalam, beberapa orang mulai terfokuskan dengan tingkah mereka berdua. Puan menggeret tangan Ane, langkah kaki pria itu tak mengimbangi Ane yang mengenakan dress dan wedgess. Ane rasa kakinya sedikit lecet akibat gesekan terlalu kuat dengan wedgessnya.
“Puan lepas!” Ane membentak Puan saat sudah tak ada orang di sekitar mereka.
“Gue bilang lepas.!” Ane menarik tangannya begitu saja, tatapannya sendu melihat kondisi pergelangan tangannya yang sedikit memerah.
“Gue peringatin sekali lagi sama lo. Jauhin Mahanta!” Puan membentak Ane hingga membuat gadis itu menundukkan kepalanya kembali. Entah mengapa setiap melihat Puan emosi seperti itu ia seperti kehilangan nyalinya dan keberaniannya saat itu juga.
“Sekarang juga masuk mobil!” Puan membuakkan pintu mobil, membuat Ane masuk ke dalam mobil itu tanpa ada kata-kata protes seperti sebelumnya.
Puan menutup pintu itu, ia membuka pintu mobil kembali dan masuk kedalam. Menit berikutnya ia melajukan mobil itu keluar dari area parkiran Rumah Mahanta, ia membelah jalanan Ibu kota dengan sangat kencang.
Puan seolah tersulut emosi hingga ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang melebihi batas maksimal. Saat di jalan, Ane memilih menutup matanya, kepalanya rasanya pening melihat tingkah Puan yang mengendarai mobilnya dengat sangat kencang seperti ini.
Tak lama Ane sampai di apartemennya saat ia membuka pintu mobil, tangannya di tarik perlahan oleh Puan, otomatis ia memutar kepalanya.
Puan mengambil sebuah gelang emas putih dari saku celananya. Ia memakaikan begitu saja pada pergelangan tangan Ane.
Pria itu menghela nafas panjang saat ia melihat pergelangan tangan Ane memerah. Seakan ia menyesali perbuatan kasarnya menggeret tangan Ane waktu di pesta tadi.
“Gue minta maaf mengenai kejadian tadi.”
“Mulai hari ini, jam ini, menit ini, detik lo. Lo jadi pacar gue.” Ane membulatkan matanya sempurna ia masih tak yakin jika pria yang ada di hadapannya itu Puan.
“Mulai sekarang lo harus jahui semua cowok termasuk Mahanta. Ini bukan permintaan, ini perintah.” Ucap Puan tanpa beban, Ane mengerutkan dahinya seolah bingung dengan semua kejadian yang ia alami hari ini.
“Gue tahu kita punya nasib yang sama, disuruh nikah di usia muda cuma karena alasan tradisi keluarga."