Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #47

Ranu

“Ane!!” Sita memeluk tubuh Ane begitu Ane memasuki pintu masuk rumahnya.

“Kangen banget sama lo, ayo masuk.” Sita menarik tangan Ane begitu saja.

“Tinggalin aja adiknya.” ketus Puan saat ia merasa tak dianggap oleh kakaknya. Puan mulai melangkahkan kaki ke dalam rumahnya.

“Sayang, kenapa nggak mampir-mampir sebelumnya? Apa harus ditelpon dulu baru mampir.” Bu Mada memeluk dan mencium pipi Ane secara bergantian.

Melihat hal itu Puan menyipitkan kedua matanya, seolah ia sangat kaget dengan sikap kakak dan mamahnya yang sangat menyayangi Ane.

“Maaf tante.”

“Eh,, jangan tante, tapi mamah. Panggil Mamah ya."

“Eh?” Ane tertawa seketika saat melihat sikap Bu Mada yang sangat lucu baginya.

“Hai! aku disini dari tadi nggak ada yang nyuruh duduk atau gimana?” sahut Puan seolah tak terima kalau kakak dan Mamahnya hanya memperhatikan Ane.

“Yaudah kalo mau duduk ya duduk.” Ketus Sita yang membuat Puan membelalakkan matanya.

“Tau gini nggak usah bawa Ane kesini.” Sinis Puan.

“Puan emang gitu Ne, cemburuan orangnya, lo jadi pacarnya sabar banget pasti ya sama sikapnya.” Sahut Sita membuat Puan melirk tajam ke arahnya.

“Lo pasti di kasih batesan untuk berteman sama cowok ini cowok itu, yang sabar. Tapi yakin deh kalo sampek adik gue sikapnya posesif kayak gitu dia bener-bener sayang sama lo. Dia takut aja lo tertarik sama cowok lain.”

Puan memijit pelipisnya saat mendengar semua ocehan kakaknya itu. Hingga suara derap kaki membuat mereka mengedarkan pandangannya.

'Aksa,' guman Sita dalam hati.

“Loh aku kira kamu pulangnya masih 3 hari lagi,” Sita berjalan ke arah suaminya, memeluk suaminya yang telah satu minggu lebih berada jauh darinya.

“Rencananya gitu.” Sahut Aksa sambil menatap ke arah wanita yang telah lama tidak ia jumpai itu, Ane.

“Oh ya kebetulan nih kumpul semua, kita nanti malam makan malam sambil bakar-bakar seru kayaknya.” Sita memberi saran yang membuat Mamahnya menyetujuinya begitu saja.

Aksa mulai melangkahkan kaki ke arah sofa yang tak jauh darinya. 

“Kabar gimana?” Tanya Aksa pada adik iparnya itu.

“Baik, kemarin gue mampir ke kantor lo bang tapi sekertaris lo bilang lo ada perjalanan dinas, jadi gue balik.”

“Beberapa hari ini memang gue ada urusan di Singapura.”

“Dapet tender besar lagi nih?” goda Puan yang sangat hafal dengan keahlian kakak iparnya itu memutar roda perusahaan.

“Bisa aja lo.”

Ane mulai melangkahkan kakinya ke dapur saat sita mengajaknya untuk berbincang sambil memasak. Sedangkan Puan, ia seolah tak terlalu menyukai dengan pandangan kakak iparnya itu yang terus-menerus tertuju pada Ane.

“Kamu tadi habis joging? Tumben banget si Puan mau di ajak joging biasanya dia maunya Cuma pergi ke GIM.” Sahut Sita sambil memotong lobak.

“Oh ya lo sama Puan udah beli cincin?” tanya Sita yang sontak membuat Ane membulatkan matanya, ia kaget bukan main. ‘Cincin?’

Ane menggeleng, “Ha? Masak? Tapi acara kalian kan—“

“Hari ini acaranya aku mau ajak Ane ke toko perhiasan tapi mamah sama kakak paksa kita mampir, yaudah.” Sahut Puan yang datang begitu saja, mengagetkan Ane, Sita, dan beberapa PRT yang memasakn di dapur.

“Serius? Yaudah, kalian ke toko perhiasan aja, tapi nanti malem jangan lupa ke sini. Acara Makan malam final nih.” Sahut Sita sambil menenteng kantong plastik besar berisi berbagai macam sayu dan sosis.

Puan mengangguk begitu saja sambil menggeret tangan Ane.

“Mau balik sekarang?” tanya Aksa.

“Nanti malem kita balik lagi.” Sambung Puan lalu berlalu begitu saja.

Aksa masih menatap ke arah Ane, ingin sekali ia menyapa dan bertanya kabar kepada gadis yang sebentar lagi menjadi adik iparnya itu.

“Kunci lo mana?” Ane merogoh kunci mobil yang ada di saku trainingnya, memberikan pada Puan begitu saja.

***

Ane berkali-kali mencoba fokus pada ponselnya, ia hanya membuka ponselnya dan mematikannya lagi. Saat ini ia mencoba menghilangkan fokusnya dari Puan. Entah mengapa sedari tadi berat rasanya memutar kepalanya untuk tidak menatap pria yang sedang fokus menyetir disampingnya.

“Kenapa?” tanya Puan tanpa menatap lawan bicaranya saat ia menyadari sedari tadi Ane mencuri pandang ke arahnya berkali-kali. Ane meruntuki dirinya sendiri, kecerobohannya seolah mempermalukannya.

Lihat selengkapnya