Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #50

Kemarahan Seka

Ane mulai mendengar suara orang yang sangat ia kenal, ia membuka matanya perlahan. Akibat ulahnya menangis semalaman matanya sedikit sembab. Ane bangun dari tidurnya karena tenggorokannya tiba-tiba kering, ia ingin minum air.

Mata Ane seketika terpaku ke arah Seka dan Gina yang tertawa terbahak-bahak dari ruang tengah akibat tontonan pada acara televisi. Ane melanjutkan langkahnya menuju dapu—meneguk air mineral hingga tandas.

Seka dan Gina segera melangkahkan kakinya menuju dapur saat mereka menyadari kehadiran Ane.

Morning.” Sahut Seka sambil menenteng kantong plastik di hadapan Ane.

“Nasi kuning kesukaan lo, ayo duduk kita makan bareng.” Ucap Seka sambil menarik tangan Ane.

Awalnya Ane ingin sekali memaki mereka berdua, namun melihat tingkah Seka dan Gina membawakannya sarapan pagi-pagi meluluhkannya.

“Muka lo kenapa?”

“Lo habis nangis?” Ane menepis tangan Seka pada bahunya, ia melanjutkan makan nasi kuningnya.

Seka menghela nafas panjang, ia sadar kalau Ane masih marah dengannya akibat ulahnya beserta ke 3 temannya yang meninggalkan Ane dengan Puan kemarin.

“Maaf deh kalo gue salah, Ne jangan marahin gue.” rayu Seka sembari menggoyang-goyangkan bahu Ane.

“Ne sorry deh kalo bercandaan kita kelewatan kemarin.” Sambung Gina .

“Nggak papa, hari ini gue nggak mood aja.” Sahut Ane sambil meneguk air mineralnya lagi, menit berikutnya ia melangkahkan kakinya ke arah kamarnya kembali.

“Dia sakit?” lirih Seka sembari menatap punggu Ane yang menghilang di balik pintu kamar itu.

“Kayaknya tadi malem habis nangis.” Tebak Seka saat melihat keadaan Ane tadi. Mata sembab gadis itu menjadi bukti kuat.

“Gue kemarin lihat Paradista sama Puan di taman, mereka pelukan.” Sahut Gina sembari mengingat setiap kejadian kemarin malam saat kedua matanya melihat secara langsung Puan dan Gina berpelukan.

Tak hanya berpelukan, Gina juga melihat mereka berciuman—singkat. Namun Gina melihat dengan jelas kalau yang mengawali semua itu Paradista, bukan Puan. Namun tetap saja ia menyalahkan Puan, bisa-bisanya pria itu tidak menghindar dari pelukan juga ciuman Dista. Mengingat hal itu Gina menjadi geram sendiri. Ia tak bisa membayangkan kalau ia ada di posisi Ane.

“Yakin?”

Gina mengangguk mengiyakan ucapannya.

“Mungkin gara gara itu?” tanya Gina sembari mendudukkan dirinya di kursi meja makan.

“Selain itu yang lo lihat apa lagi?”

Gina terdiam sejenak, ia tak yakin harus menceritakan kalau Puan dan Dista berciuman. Bisa-bisa Seka melabrak Puan saat ini juga.

“Na?” panggil ulang Seka.

“Ya?”

“Yang lo lihat apa lagi?” tanya ulang Seka, Karena Gina masih tak menjawabnya.

“Mereka, itu mereka,”

“Jangan bilang mereka berciuman?” terka Seka saat melihat gelagat Gina yang seolah bingung harus menceritakan dari mana.

Gina mengangguk ragu, mengiyakan apa yang Seka ucapkan. Toh itu memang benar.

“Berengsek!” maki Seka sembari mengepal kedua tangannya kuat-kuat.

***

Ane menidurkan dirinya di kasur lagi, ia menyalakan televisi namun fikirannya tak terpaut pada acara yang sedang di tayangkan, ia masih mengingat kejadian tadi malam. Kejadian saat Puan memeluk Paradista, sangat mesra menurutnya.

Ane sedang membanding-bandimgkan sikap Puan terhadapnya. Ia masih ingat sekali sikap Puan yang menggeret tangannya begitu saja. Menggenggam tangan Ane hingga menimbulkan bekas meras pada pergelangan tangannya. Intinya tak ada perbuatan Puan yang halus terhadapmya. Seolah Puan sangat jengkel padanya.

Ane menundukkan kepalanya, menatap nanar pergelanagn tangannya. Tangan putih itu ada bekas merah, siapa lagi pelakunya kalau bukan Puan. Namun pandangan Ane seketika terpaut pada gelang yang menggantung disana, gelang pemberian Puan.

“Kalo dia sukanya sama Dista kenapa harus nembak gue! kenapa juga ngelamar gue!”

“Kenapa juga tadi malem dia harus turuni gue di perempatan, dia kira gue apaan? Gue juga punya hati!”

“Iya gue tahu kalau Dista lebih berharga dari apapun. Tapi setidaknya turunin gue di halaman apartemen bukan di perempatan!”

Ane terus-menerus berucap tanpa jeda. Seakan hatinya sangat sakit saat mengingat kejadian malam itu. Kejadian di mana Puan menurunkannya hanya untuk menemui Dista.

Ane melempar remote yang dari tadi ia pegang begitu saja. Menit berikutnya ia mulai menangis kembali.

Tanpa Ane sadari ada dua pasang kuping yang sedari tadi mendengarkan semua ocehannya.

Gina membekap mulut Seka saat gadis itu ingin bersuara. 

“Jangan disini Ane nanti denger.” Gina menarik Seka menjauh dari kamar Ane.

“Gilak! ini lebih dari yang kita duga, mereka tunangan.” Ucap Gina lebih histeris mendengar kabar itu.

“Gue udah duga ini akan terjadi.” Sahut Seka dengan wajah seriusnya.

“Jadi langkah kita?”

Lihat selengkapnya