Ane berjalan dengar gusar hingga ia tak begitu memperhatikan dengan jelas pandangan di depannya. Hingga tiba-tiba...
Brakk
Ane terjungkir dan hampir saja ia mencium plester basement apartemen Puan jika saja tangan pria itu tidak sigap menahan pinggangnya.
“Ane?” sahut pria itu saat matanya melihat wajah perempuan yang ada dalam pelukannya.
Ane mengerutkan dahinya saat mengetahui Mahanta ada di sini, ia memaksakan tersenyum pada Mahanta, menit berikutnya ia melepaskan diri dari Mahanta.
Mahanta tertawa, tawanya terdengar sangat tulus setelah mengamati penampilan Ane saat ini. Ane hanya mengernyitkan dahinya karena ia masih tak maksud apa yang membuat pria itu tertawa.
“Lo mau mandi kabur dulu atau gimana kok masih pakek kimono bawa handuk lagi.” Sahut Mahanta sambil berusaha menetralkan suara tawanya.
“Kenapa jadi inget waktu awal kita ketemu lagi di pemotretan.” Timpal Mahanta lagi yang membuat Ane lagi-lagi mengulas senyum di bibirnya. Ya, saat ini ia hanya bisa tersenyum, menutupi semua rasa sakit hatinya saat ini.
“Oh ya katanya mau belajar biar bisa masuk IPA 1 di SMA gue, kapan? Waktunya mepet dan kuota untuk anak IPA hampir penuh Ne.”
Ane menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, ia memutar bola matanya. Menandakan ia sedang berfikir.
“Sekarang aja gimana? Gue tunggu 3 jam lagi di cafe DR. Bay.” Mahanta memutuskan tanpa mendengarkan jawaban dari Ane.
Ane menghela nafas panjang, menatap punggung Mahanta yang semakin jauh dari jangkauan matanya. Ane memencet smart key nya, membuka pintu mobil dan segera masuk ke dalam sana. Ia menghidupkan mesin mobil dan segera melajutkan ke arah apartemennya.
Ane masih menimang-nimang, apakah ia harus tetap sekolah di SMA Garuda? Namun, saat ingat Puan bersekolah disana membuat ia mengurungkan niatnya, jujur ia malas bertemu pria itu.
Bagaimana bisa melupakan jika nantinya mereka satu sekolahan? Dan tentunya mendapat waktu yang lebih banyak untuk bertemu. Ane tak yakin jika ia bersekolah di SMA Garuda ia bisa melupakan Puan. Tapi ia juga tak enak hati dengan Seka, temannya itu sangat antusias setelah mendengar Ane akan satu sekolahan dengannya. Bahkan Seka yang mendaftarkan secara langsung lewat online.
‘Menghindar hanya untuk perempuan lemah. Gue nggak lemah! Gue akan buktiin kalo gue nggak serapuh itu. Masih banyak pria lain selain Puan. Ya, masih banyak.’ Ane menguatkan dirinya sendiri.
Final, ia sudah mengambil keputusan—tetap melanjutkan niatnya untuk bersekolah di SMA Garuda, ia sudah menata hatinya untuk lepas dari fikiran Puan.
***
Ane menunggu Mahanta dengan menyibukkan dirinya membaca beberapa gosip secara online. Ia menyunggingkan senyum sinisnya saat di gosip online itu ada foto Puan dan Dista disana, mereka berpelukan mesra sekali—ketenaran Dista membuatnya mempunyai banyak penggemar, jadi melihat Dista dekat dengan pria lain langsung menjadi berita viral, ditambah selama itu Dista hanya dekat dengan Puan, tidak ada pria lain. Dan kemarin ada paparazi yang mengabadikan momen itu, ya tentunya pasti itu fans Dista.
Ane membuka komentar pada foto itu, banyak sekali netizen yang mendukung mereka berdua. Ia menghela nafas panjang sesaat setelah membaca beberapa komentar itu dan semua komentar itu tanggapannya positif.
•••
User45 Ganteng banget! mereka cocok.
User93 Akhirnya @ParadistaSfbl
User24 Jadian aja, kalian cocok!
User09 Yang cowok anak SMA Garuda ya?
User88 I’m Happy for you
5.000 lainnya.....
•••
Ingin sekali Ane membanting ponselnya saat ini juga. Tapi ia masih waras, harga ponselnya yang sebanding dengan montor membuat dia mengurungkan niatnya. Menit berikutnya ia mulai mempower-off kan ponselnya, saat disadari ada seorang pria yang menarik kursi yang ada di depannya, pria berkaos hitam itu duduk di sana.
“Sorry, nuggu lama ya?”
“Baru kok.” Bohong Ane, ia tak mau terlihat sebegitu menyedihkannya.
Mahanta mulai membuka tas ransel yang sebelumnya ia bawa, ia mengeluarkan beberapa tumpuk kertas dari sana. Ane mengerutkan dahinya melihat tupukan kertas itu Harus sebanyak itu ya?
“Siap?” tanya Mahanta yang membuat Ane memutar pandangan dari tumpukan kertas itu ke arah Mahanta.
Ane menganggukkan kepalanya ragu. Mau tak mau ia harus menelan semua soal yang ada di sana.