Ane mengenakan kemeja warna putih dan celana bahan warna hitam juga sneakers warna putih, sesuai aturan yang sekolah itu terapkan untuk peserta tes PPDB, ia mengurai rambutnya indah.
Ane memoleskan pelembab wajah dan juga bibir setipis mungkin, hingga orang yang melihat dia mungkin mengira ia tidak memoleskan apa-apa pada wajahnya, namu itu semua tidak mengurangi nilai kecantikan pada wajah Ane. Ane memasukkan kartu tes dan beberapa kebutuhannya pada tas ransel yang ia kenakan. Saat ini ia berubah wujud menjadi siswi sekolah.
Dan saat membalikan badan ia hampir saja terjungkir karena saking kagetnya. Ia tak percaya dengan yang ada di depan matanya.
Puan duduk sambil menyilangkan kakinya di sofa ruang tengah. "Masih lama?" sambung Puan namun tak memalingkan wajahnya dari ponsel yang sedang ia genggam. Ia sedang memeriksa beberapa berkas yang dikirimkan oleh sekretarisnya yang menggantikannya menjadi pimpinan di kantor untuk hari ini. Karena hari ini Puan ada acara khusus-mengantarkan calon istri ujian masuk sekolah.
"Lo bisa ada disini?" tanya Ane sambil memutar pandangannya berkali-kali. Tidak mungkinkan seorang Puan memanjat dinding apartemen 16 lantai dan masuk dari jendela. Tapi Puan juga tidak mungkin mengetahui sandi pin pintu apartemen Ane.
"Kayaknya gue mulai suka sama Seka, dia nggak sekejam yang gue kira." Puan memutar kepalanya ke arah Ane, mengalihkan pandangannya dari deretan diagram yang terpampang di layar ponselnya, digantikan dengan wajah cantik menawan Anestessi Maharanendra.
Puan menatap, niatnya hanya beberapa menit, namun matanya seolah sulit di ajak kompromi untuk memalingkan pandangannya dari Ane.
Ane mengernyitkan dahinya, seketika ia tahu bagaimana biang kerok ini bisa masuk ke dalam apartemennya. Pasti Seka memberitahu sandi apartemennya, tidak ada yang tahu selain Seka.
Tapi yang aneh, bukannya Seka sangat benci Puan? Itu dulu, sebelum Puan melamar Ane. Saat Puan melamar Ane, Seka berusaha untuk merubah pandangannya terhadap Puan.
Ane menghela napas panjang, "Kopi atau teh?" tawarnya sambil berjalan ke arah dapur, karena ia berniat akan sarapan sebelum menguras otaknya untuk mengerjakan soal tes nanti.
Ane memakan roti itu dalam diam, didepannya sudah ada Puan. Pria itu masih saja fokus memperhatikannya makan.
"Nih." Ane mengoleskan selai kacang pada roti panggang dan memberikannya pada Puan.
"Kayaknya lo pingin banget sampek nggak kedip lihat gue makan." Ane menyunggingkan senyumnya penuh arti. Ia seolah mempunyai kekuatan lebih melempar senyum genit ke arah Puan. Dan Ane yakin, saat ini Puan merasa malu karena ketahuan memperhatikannya.
Puan menghela nafas kasar saat Ane menyadari kalau dirinya sedari tadi memperhatikannya.
Tapi, bukan Puan namanya jka tidak pandai mengondisiskan suasana. "Ya kenapa? Emang Salah ya gue mandang tunangan sendiri?" balas Puan. Terdengar sederhana kata-katanya tapi percayalah berhasil membuat Ane kalang kabut mendengarnya. Ane tak mengira Puan akan membalas ucapannya.
Ane memilih diam sembari mengolesi roti panggang itu dengan selai kacang lagi dan memberikannya pada piring Puan. Puan menyuggingkan senyumnya, ia ingin sekali tertawa sekencang-kencangnya melihat ekspresi Ane saat ini.
Senjata makan tuan. Benar, itulah pribahasa yang cocok untuk Ane saat ini. Ane yang melempar namun Ane juga yang terkena lemparannya. Ane memilih bungkam, melanjutkan makan dalam diam.
***
SMA Garuda mulai ramai dengan siswa-siswa pendaftar yang siap untuk mengikuti tes ujian masuk. Ini bukan SMA biasa, SMA yang mendapat julukan SMA anak-anak Sultan itu tak khusus hanya untuk anak dari kalangan konglomerat, namun anak-anak disini juga harus mempunyai skill dan kecerdasan otak yang mumpuni.
Ane mengeratkan genggamannya pada lampiran soal yang ada di tangan kanannya. Sepanjang perjalanan ia terus-menerus membaca semua soal yang diberikan oleh Mahanta dan katanya akan mirip dengan soal yang akan keluar hari ini.
Parkiran mobil utama sudah penuh, Puan hingga memutar-mutar mobilnya mencari tempat yang kosong namun nihil. Hingga tiba-tiba ada wanita yang mengetuk kaca mobilnya. Puan menurunkan kaca mobilnya, gadis itu tersenyum ke arah Puan.
"Kakak mau cari tempat parkir?" sapa gadis cantik itu yang berkalungkan name tag Flora. Ia salah satu panitia dalam acara PPDB SMA Garuda ini.
Ane mengernyitkan dahinya saat mereka terlihat cukup akrab. Ya, beberapa kali Ane melihat betapa cari perhatiannya Flora terhadap Puan. Dari mulai menanyakan kabar pria itu, juga meminta nomor ponselnya. Ah, Ane geram sendiri jadinya. Ia mulai curiga pada Puan kalau ada niat tersendiri pria itu untuk mengantar Ane. Apa mungkin Puan mau menunjukkan betapa tenarnya ia di kalangan SMA Garuda ini?
Namun bukan, Puan mau mengantar Ane karena ia tahu Mahanta menjadi ketua panitia dalam acara ini. Dan tentunya Ane dapat bertemu dengan Mahanta. Puan tak akan membiarkan Mahanta bertemu dan bertegur sama dengan Ane saat ini.
"Mari kak saya tunjukkan." Gadis itu berlari menunjukkan parkir yang baru saja kosong. Puan segera memarkirkan mobilnya kesana.
Puan keluar dari mobilnya begitu saja, dan Ane mengekorinya.
"Lama juga kita nggak ketemu Kak." Sapa Flora sambil memamerkan deretan gigi putihnya, gadis itu terlihat cantik walaupun wajahnya sudah penuh keringat karena menjadi Panitia PBDB ini.
Puan mengeluarkan sapu tangan dari saku jaketnya, dengan santainya ia menempelkan pada dahi gadis itu, "Masih baru belum pernah gue pakek." Sahut Puan yang membuat gadis itu mengulas senyum seindah mungkin.
"Makasih kak."