Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #61

Titisan Sultan 2020

Puan menghela nafas lega saat dari kejauhan ia melihat perempuan yang sedari tadi ia cari. Pria itu menambah laju mobilnya dan berhenti tepat disamping Ane.

Puan membuka kaca mobilnya. “Masuk” ucapnya dengan nada perintah. Entah mengapa disaat ia ingin berkata masih pada Ane mulutnya selalu kelu dan sangat sulit.

Mendengar ada suara dari samping, Ane memutar kepalanya 90 derajat, pandangannya seketika terpaut pada sosok pria dari mobil itu.

Puan.’ Ane memutar kepalanya ke arah depan, malas menatap wajah pria emosional itu, ia melangkahkan kakinya kembali.

Puan menghela nafas panjang, ia janji ia tak akan membentak Ane saat ini. Lagian, ini juga salahnya main marah saja sama Ane. Puan melajukan mobilnya pelan mengiring jalan kaki Ane.

“Masuk Ne.” Ucap Puan lagi. Namun entah itu sudah pembawaan dari lahir atau bagaimana pria itu masih tak bisa berucap dengan nada halus, seolah nada yang dikeluarkan itu perintah.

Ane tak mengindahkan ocehan Puan, toh jika ia masuk ke dalam pasti Puan akan membahas tentang masalah tadi dan berujung dengan mereka yang akhirnya beradu argumen lalu adu mulut—bertengkar, Ane sudah hafal itu.

Puan tak berhenti begitu saja. Pria itu mengendarai mobilnya dengan sangat pelan mengimbangi langkah kaki Ane.

“Gue tahu lo kedinginan, gue ada jaket didalem, sini masuk.” Ucap Puan dengan nada lebih rendah dari sebelumnya.

Ane masih saja tidak terpengaruh. Ia terus melanjutkan langkahnya hingga di depan ada beberapa gerombolan remaja seusianya. 

Para remaja itu Memandang Ane dengan pandangan menilai dari atas ke bawah, Ane merinding. Ane mengedarkan pandangannya. Ah benar ini adalah taman yang Ane lewatin beberapa bulan lalu—saat ia kabur dari mobil Puan. Dan saat lewat taman ini Ane dikejar pria pemabuk gila. Ane mengeratkan genggaman tangannya. Ragu untuk melangkahkan kakinya, Ane memilih diam ditempat.

Puan menyunggingkan senyumnya, ia yakin Ane tak punya pilihan. Dapat Puan lihat didepannya ada segerombolan pria—sekitar 7 orang yang menatap lapar ke arah Ane. Puan yakin Ane akan masuk ke dalam mobilnya sebentar lagi.

“Mereka bahaya, kemungkinan besar mereka bisa bunuh orang.” Puan tahu ini lah waktu yang tepat.

“Gue jadi berfikir untuk segera pergi dari sini, kemungkinan besar mereka bisa begal gue. Mobil gue terlalu mahal untuk berada malam-malam disini.” Puan terus-menerus mengucapkan asumsinya yang membuat Ane berfikir 2 kali kalau menolak ajakan pria itu.

“Waduh! kayaknya dia juga naksir sama lo, satu gadis dan 7 orang pria. Menyeramkan.”

“Jadi kalo lo nggak mau yaudah,” Puan menjalankan mobilnya kembali dengan pelan.

“Gue mau.”sahut Ane.

Puan mengumbar senyum kemenangannya, dengan senang hati ia menghentikan langkah mobilnya, Ane membuka pintu mobil itu dan segera masuk kedalamnya.

“Cepetan jalan.” Sahut Ane sambil menepuk pundak tunangannya itu.

Puan menyunggingkan senyumnya penuh kemenangan. Ane menyembunyikan kepala di bahu Puan membuat Puan ingin tertawa melihat tingkah tunangannya itu.

“Udah aman,” sahut Puan yang membuat Ane menjauhkan dirinya dari Puan. Ane menolehkan kepalanya ke spion mobil, benar saja ia sudah tak dapat melihat ke7 preman itu. Ane menghela nafas lega.

Puan menghentikan mobilnya di depan Indomaret.

“Baju lo buka aja,” Sahut Puan sambil melempar jaket bomber yang ada di jok belakangnya. Lalu ia keluar dari mobil dan berniat membeli 2 cup kopi.

Ane menatap punggung pria itu yang sudah menjauh. Tak menunggu lama ia mengganti dress kuning langsat itu dengan jaket bomber warna hijau armi itu. Entah sudah berapa kali baju Ane basah dalam sehari. Dan lagi-lagi Puan menjadi penolongnya.

Puan mengetuk jendelanya, memberi kode untuk Ane kalau ia akan masuk ke dalam mobilnya.

“Minum.” Perintahnya sambil memberikan kopi yang uapnya masih mengepul.

“Makasih.” Ucap Ane mengambil kopi itu begitu saja.

Ane mulai sibuk meminum kopinya, Puan melirikkan pandangannya ke arah tangan kanan Ane, dan gelang pemberiannya masih menggantung di sana. Entah mengapa ia merasa sangat merasa bersalah telah membentak Ane, namun rasa ingin tahunya juga besar. Rasa ingin tahu kenapa Ane mau di ajak keluar sama Ranu.

Puan mengulurkan tangannya memberikan handuk kering yang sebelumnya ia beli di Indomaret pada Ane, “Ambil, keringin kepala lo.” Sahut Puan tak ada manis manisnya.

Dengan senang hati Ane mengambil benda itu, karena saat ini ia memang membutuhkan.

"Gue boleh tanya?” tanya Puan yang membuat Ane yang masih sibuk dengan aktifitas mengeringkan kepala memutar kepalanya ke arah Puan.

“Biasanya juga langsung tanya.” Balas Ane yang membuat Puan menyipitkan matanya. Namun ia mencoba mengendalikan mimik wajahnya.

“Lo kenapa bisa mau di ajak jalan sama Ranu.”

Degg

Benar dugaan Ane sebelumnya, Puan akan membahas lagi tentang itu.

“Lo nggak akan percaya kalo gue kasih tahu.” Balas Ane sambil menundukkan kepalanya.

“Kenapa? Lo mau bilang dia ngancem lo dengan ini?” sahut Puan sambil menarik tangan kanan Ane yang tergantung gelang pemberiannya.

“Buka apa-apa. Gue males bahas ini.” keukuh Ane sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela yang ada si sampingnya. Kedua tangannya menggenggam erat handuk warna putih itu.

Puan memilih mengakhiri sesi tanyanya, ia mulai melajukan mobilnya kembali ke apartemen Ane.

Ane turun dari mobil Puan, setelah dari Indomaret tadi tak ada yang membuka suara kembali. Puan sudah tak lagi membahas masalah Ranu, dan Ane juga malas mencari topik pembicaraan. Toh memang mereka berdua sudah terbiasa dengan suasana canggung seperti ini. Ane sesekali mencuri pandang kebelakang dengan ekor matanya. Mobil Puan masih disana, tak seperti sebelumnya--Pria itu segera melajukan mobilnya kembali begitu Ane turun dari mobilnya.

Puan melajukan mobilnya kembali saat pundak Ane sudah menghilang dari pandangannya.

Ane segera mandi, membasuh seluruh tubuhnya dengan air hangat di bathub nya. Ia menatap ke arah jaket bomber warna hijau army yang tadi membungkus tubuhnya. Ia tersenyum melihat Puan seolah memperhatikannya. Walaupun pria itu melempar jaket itu begitu saja tanpa ada kata-kata manis sebelumnya. Jangan harap kata-kata masih dari pria kaku seperti Puan.

Puan memang berbeda dengan Asoka dan Rama yang sesekali melempar candaan dan gombalan pada pacarnya.

Puan ya Puan, pria tampan dengan sejuta pesona dan sikap dinginnya.

***

Ane menyantap bubur ayam yang dikirim Kaia ke apartemennya sebelum kakak iparnya itu pergi ke Ancol untuk menuruti keinginan anak semata wayangnya.

Ane terus mengetik pesan pada ponselnya.

•••

Besok ikut gue ke Bandung.

Kok ndadak?

Gue mau minta penjelasan sama lo mengenai kejadian kemarin.

Bukan ndadak.

Cuma gue lupa aja kasih tahu lo. 

Gina ajak sekalian.

Males bahas

Gue ajak Rama juga ya. Gimana kalo kita pergi liburan berenam?

Lihat selengkapnya