Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #63

Jam Karet

Puan menghela nafas panjang, ia seperti sedang berbicara dengan orang biasa--tidak tunangannya, bagaimana bisa Ane hanya menjawab satu kata disaat Puan memancingnya untuk bicara panjang lebar. Namun Puan memakluminya, ia sadar kalau Ane masih marah dengannya karena kejadian kemarin malam. Kejadian dimana ia memaki dan memperlakukan Ane dengan kasar karena kesalahpahaman nya saat Ane makan malam dengan Ranu.

"Nanti malem kita makan malam ya."

WhatDia ngajak gue makan malam? Nggak salah denger nih kuping?

Ane mendongakkan kepalanya, menatap dua manik mata Puan lagi, mungkin saja ia salah dengar. Siapa tahu kan?

"Itung-itung lo lulus seleksi, gue traktir deh." Sahut Puan lagi.

"Nggak usah." Jawab Ane sok jual mahal, padahal dalam hatinya ia ingin loncat-loncat nggak jelas karena Puan mengajaknya makan malam uwuwwww.

"Gue jemput jam 8 malam. Ya?"

"Gue bilang nggak ya nggak." Ane masih saja keukuh dengan keputusannya.

Puan menghela nafas panjang, ia harus punya stok kesabaran ekstra. Toh ini juga kesalahannya, siapa suruh ia kemarin malam memaki habis Ane?

"Terserah, gue akan tetep jemput lo jam 8 malem." Sahut Puan tak mau di bantah.

"Terserah, gue nggak akan mau keluar dari apartemen." Sinis Ane.

"Gue seret kalo lo masih keras kepala." Ane menatap Puan miris. Pria itu mau menyeretnya? Dia kira Ane apa? Lap pel-pelan?

"Sakit lo ya?" sinis Ane.

"Lo yang sakit, apa sih susahnya bilang iya. Lagian kita juga udah tunangan kenapa lo masih ketus gini sama gue?"

'Nggak usah belagak jadi tunangan sungguhan gue deh Da, lo sendiri kan yang nulis surat perjanjian?'

"Terserah." Sahut Ane akhirnya mengalah, tak ada gunanya juga debat sama Puan, bisa-bisa ia kehilangan suaranya karena terus-menerus menanggapi ocehan non faedah Puan. Toh, hanya makan malam.

"Akhirnya." Asoka memindahkan makanan dari panci ke mangkuk saji, dan menatap semua makanan di atas meja makan.

Semuanya sudah berkumpul di ruang tengah meninggalkan Puan dan Ane yang sibuk mencuci piring. Sebelumnya mereka mengadakan game, tebak kata berpasangan. Pasangan mana yang kalah harus mencuci piring, terdengar kekanak-kanakan tapi berhasil membuat mereka tertawa tiada henti saat melihat lawan mainnya kalah.

***

Ane meggosok piring dengan spons dan Puan yang membilasi dengan air bersih. Mereka melakukan hal itu dalam diam. Belum ada yang buka suara. Apalagi Puan, setelah perdebatan panjangnya dengan Ane hanya masalah ajakan makan malam ia jadi sensi sendiri. Ia mengunci rapat mulutnya saat ini.

"Kak Sita gimana kabarnya?" tanya Ane yang mulai jengah dengan kesunyian.

"Baik." Jawab Puan singkat.

5 menit, 10 menit tak kunjung ada yang buka suara. Dan sialnya cucian piring mereka masih saja banyak.

"Nyokap sama bokap sehat?" Tanya balik Puan.

"Sehat, bokap nyuruh lo mampir, nyokap juga."

"Oh ya besok kalo kita ke Bali kalo bisa lo pakek cincin pertunangan kita. Besok sebelum ke Bandung gue mampir ke tempat lo. Sekalian lo bareng mobil gue." sahut Puan yang mulai mengesampingkan gengsinya.

"Rama sama Asoka?"

"Bareng sama mobilnya Rama, Seka dan Gina juga."

Ane menghela nafas panjang, ia tahu ini ulah teman-temannya. Ane tahu kalau Rama segaja menggunakan mobil sedan yang jelas-jelas hanya muat orang 4 untuk pergi ke daerah Bandung. Dan saat Ane usulkan untuk menggunakan mobil keluarganya yang ukurannya lebih besar-karena kebetulan mobil Ane juga sedan, mereka menolak mentah-mentah.

"Gue heran kenapa mereka pingin banget kita bareng terus." Puan tak menjawab, ia hanya mengumbar sedikit tawanya. Ia juga tak keberatan dengan sikap ke 4 temannya itu.

Memang terdengar aneh. Namun tak dapat dipungkiri. Baik Puan atau Ane mereka mulai ada perasaan masing masing.

***

Mereka berenam santai leha-leha di atas sofa sembari menikmati acara televisi, Seka sibuk cerita dengan Rama, Asoka juga sibuk sendiri bercerita dengan Gina. Menyisakan Puan dan Ane yang duduk bersebelahan namun memilih menutup mulut mereka rapat-rapat, tak ada lagi yang buka suara.

Ane memilih untuk fokus dengan acara televisi, sedangkan Puan-pria itu mengedarkan pandangan dan menatap dua pasang kekasih yang tak jauh dari dia dan Ane.

Terlihat sangat akrab dan serasi, Puan jadi iri sendiri karena sikapnya dan Ane masih saja dingin. Ia menatap dengan pandangan iri Asoka yang sesekali tertawa kecil karena cerita lucu Gina. Atau Rama dan Seka yang sibuk menonton suatu video YouTube bersama, terlihat sederana namun Puan dapat melihat pancaran kebahagiaan Rama dan Seka.

Sedangkan Puan? Hanya bisa menatap Ane yang malah fokus pada acara di depan. 

Puan sudah mencoba fokus pada ponsel ataupun televisi yang ada di depannya namun masih saja tak berhasil membuang fikirannya pada Ane.

Tanpa sadar, Puan menggeser duduknya, lebih dekat dengan Ane. Puan menatap wajah Ane dari dekat, masih belum ada ekspresi apa-apa dari Ane. Puan menggeser duduknya kembali, lebih dekat.

Ane mencoba untuk bersikap biasa, tidak gugup atau apa. Ia tahu sedari tadi Puan memperhatikannya, dan juga, pria itu sudah menggeser duduknya lebih dekat dengan Ane. Ane jadi bingung sendiri harus bersikap seperti apa.

Harus menghindar? Terlihat lucu saja karena saat ini ada ke empat temannya.

Ane yakin ke 4 temannya itu akan heran sendiri dengan sikapnya yang seolah menghindari Puan yang notabennya tunangannya. Ane memilih diam.

Puan menghela nafas lega saat Ane masih tak menunjukkan ekspresi menolak ataupun terganggu, pandangan gadis itu masih menatap depan-padahal televisi sedang menampilkan iklan.

Puan melirik ke 4 temannya yang mulai sibuk pada dunianya masing-masing. Asoka dengan santainya bersandar pada bahu Gina. Sedangkan Rama, pria itu sudah menyandarkan kepalanya pada kepala sofa, sedangkan tangannya memeluk mesra bahu Seka. Entah mengapa Puan jadi iri melihat pasangan itu.

Lihat selengkapnya