Tanpa pikir panjang, Puan memiringkan kepalanya, mendekatkan wajahnya pada Ane yang pandangannya masih fokus pada layar ponsel yang ada di tangan kanannya, dan menit berikutnya,,
Cuppp
Puan pun melayangkan ciuman tepat di pipi kanan Ane.
Ane membulatkan matanya sempurna. Apa tadi? Puan menciumnya?
“Stay kalem, di depan kakak gue kita masih akting.” Lirih Puan saat melihat ekspresi wajah Ane yang seolah siap memakinya.
Ane menghela nafas panjang, mencoba mengukir senyum di wajah kakunya. Apa yang harus ia lakukan? Marah? Lucu saja jika dua pasangan yang sudah bertunangan dan kurang dari 1 tahun menikah marah hanya sekedar cium pipi.
“Hemmmmm jadi nggak sabar lihat kalian naik pelaminan.” Sita, terkekeh kembali.
Ane menunduk, memejamkan matanya sejenak, kedua pipinya rasanya hangat, ia yakin saat ini semburat merah tak hengkang dari kedua pipinya.
“Yaudah, jangan lupa oleh-olehnya kalian berdua. Udah jam segini kakak tutup ya, besok nyambung lagi.” Menit berikutnya Sita memutuskan sambungan telponnya.
Hening.
Tak ada suara kekehan Sita, ocehan Ane dan Puan. Suasana hening saat ini. Ane masih di posisisnya—berdiri tegak di pintu kamarnya yang sudah tertutup.
Sedangkan Puan? Pria itu juga tak kunjung beranjak dari tempat.
“Gue, balik dulu.” Ane memutar tubuhnya ke arah kamarnya.
“Ne, makasih.”
Ane mengernyitkan dahinya. Puan bilang makasih padanya? Memangnya Ane melakukan apa?
“Buat?”
“Udah bikin kakak gue senyum.” Jujur Puan.
Ragu, Ane menganggukkan kepalanya, menit berikutnya gadis itu membuka pintunya dan segera menghilang dari balik pintu.
Lagi, sudah dua kali dalam kurun waktu kurang dari 2 jam Puan menyaksikan hilangnya Ane di balik pintu kamar, gadis itu sudah kembali ke tempatnya.
Puan meneruskan langkahnya, kali ini tidak ke kamarnya melainkan ke area taman yang ada kolam renangnya, entah mengapa kantuknya hilang seketika. Puan meracik satu cangkir kopi hitam, pria itu memilih untuk menikmati keheningan malam di pekarangan belakang dengan secangkir kopi.
***
Ane memejamkan matanya, menit berikutnya gadis itu membuka matanya kembali dan ia sudah melakukan itu berkali-kali. Benar, kantuknya telah hilang, kejadian barusan saat ia vc an dengan Sita—salah, saat Puan tiba-tiba mencium pipinya membuat kantuknya tiba-tiba menghilang. Pipi Ane rasanya masih hangat hingga saat ini. Ane memukul-mukul kepalanya sendiri, pusing 7 keliling ia memikirkan hal ini.
Lelah karena pura-pura memejamkan matanya, Ane akhirnya mendudukkan dirinya setengah berbaring di kepala ranjang, gadis itu meraih iPad yang ada di nakas sampingnya membuka Netflix dan menonton kembali drama favoritnya. Ia mencoba fokus pada drama yang sedang ia putar, walaupun fikirannya masih melalang buana tentang kejadian barusan.
Puan melangkahkan kakinya, samar ia mendengar suara tawa. Tawa? Ya, tawa renyah seorang perempuan dan laki-laki. Puan semakin melangkahkan kakinya. Matanya terpaku tak kala melihat Asoka dan Gina sedang bersantai di gazebo yang ada di tengah kolam ikan.
Puan terus mengamati tingkah pasangan muda itu, entah apa yang mereka tonton hingga Asoka dan Gina tak henti-hentinya tertawa. Dan saat Puan memfokuskan kembali, teryata drama yang sering Ane tonton. Sejak kapan Asoka yang notabennya seorang pria suka menonton drama seperti itu?
Akhirnya Puan memutuskan untuk tak pergi ke taman belakang, pria itu lebih memilik duduk di kursi panjang yang letakknya tak jauh dari pasangan itu, sembari menyesap kopi, Puan tak henti mengamati tingkah pasangan teromantis menurutnya itu.
Ya, diam-diam ia menaruh kagum pada pasangan itu—Asoka dan Gina. Gina terkenal dengan cuek dan judasnya, berkali-kali Puan melihat dengan kedua matanya Gina memarahi Asoka ya walaupun nada bicaranya masih terkontrol dan tak sampai mengeluarkan omongan kasar, namun tetap intinya Gina memarahi Asoka.
Dan apa yang Asoka lakukan? Pria itu tak membalas ocehan Gina, lebih memilih diam yang ujung-ujungnya minta maaf. Hebat bukan pria seperti itu.
Puan ingin sekali mengikuti jejak Asoka yang pandai meredam emosi dan tidak mudah jealous san seperi apa yang Puan lihat beberapa minggu lalu—saat Puan, Gina dan Asoka pulang dari kafetaria, ada beberapa cowok yang sengaja menggoda Gina entah dengan lempar pandangan seakan mengajak kenalan atau yang terang-terangan meminta nomor gadis itu. Dan apa yang di lakukan Asoka? Pria itu terlihat masa bodoh, dan seolah tak takut jika Gina akan tertarik dari salah satu pria itu. Jika saja Puan yang ada di posisi Asoka, sudah tak berwujud pastinya pria yang berani menggoda Gina. Ya, Puan memang kategori pria yang cemburu akut. Dan dia sadar akan hal itu.
Dan saat Puan tanya kenapa ekspresi Asoka seolah biasa saja melihat Gina di mintai nomor itu jawabannya simple. ‘Ya, kenapa gue harus nguras tenaga untuk maki atau mukul mereka? Toh Ginanya juga ada ikatan sama gue. Kecuali gue sama Gina belum ada embel-embel pacaran seperti ini gue sih bisa aja maki mereka. Tapi kalau udah ada ikatan diantara kita, santai aja. Nggak usah kebanyakan pikiran Men! Cepet tua nanti.’
Entah sudah berapa Jam Puan hanya mengamati mereka berdua, hingga akhirnya kopi yang ada di cangkirnya habis tanpa sisa, akhirnya Puan beranjak, kantuk juga sudah mulai merasukinya padahal baru beberapa menit ia menghabiskan kopi namun malah kantuk yang menyapanya.
***
Denting sendok mulai terdengar, mereka berenam sudah duduk masing-masing di kursi meja makan sembari meikmati nasi goreng babat dengan telur mata sapi buatan Seka dan Rama. Ya, hari ini mereka positif membagi tugas untuk hal masak, karena vila ini terpencil dan tidak ada penjual makanan pagi-pagi jadi mau tak mau harus masak.
“Lumayan lah.” Asoka memberikan komentar.
“Iya, keren loh kalian berdua. Bisa kompak gini.” Timpal Gina juga.
“Iya setuju gue.” Puan memutar kepalanya ke arah Ane yang ada di sampingnya, begitu juga Ane. Mereka bicara dengan kosa kata dan intonasi yang sama, kok bisa?
“Wah!” Asoka langsung membuka mulutnya lebar-lebar, siap melemparkan comblangan pagi-pagi.
“Ternyata ada yang lebih kompak nih pagi-pagi.” Timpal Rama menaik turunkan alisnya. Berniat menggoda Ane dan Puan.
Ane tak tahu apa yang harus ia lakukan, gadis itu lebih memilih untuk mengulurkan tangannya pada gela kaca yag berisi air mineral yang ada di depannya, entah mengapa Puan saat itu juga melakukan hal sama. Ada apa dengan mereka berda? Kenapa bisa kebetulan ya?