Ane menyilangkan kakinya di kursi taman depan, Ia menunggu teman-teman lainnya untuk turun. Wanita berdress lengan panjang warna hitam itu terlihat epik dengan rambut indahnya yang di gerai begitu saja. Make-upnya yang natural menambah cantik dirinya. Ane memejamkan matanya, berharap saat ia membuka matanya teman-temannya sudah ada di depannya semua.
Hingga ada orang yang tiba-tiba duduk persis di sampingnya. Ane membuka mata sejenak, memutar kepala ke arah sampingnya. Pria berkemeja putih dengan celana jeans biru tua juga memutar kepala ke arahnya.
"Makan malem bareng keluarga, itulah moment saat kita harus bersikap seolah saling mencintai.”
“Gue udah tahu.” Ane mengangkat tangan kirinya, menatap sejenak cincin pertunangan yang melingkar indah di jari manisnya.
“Gue ngerasain apa yang lo rasain.” ucap Puan sambil memutar keplanya lagi ke arah depan. Menatap lampu taman yang indah.
“Gue ngerasa nggak enak karena nyokap bokap lo baik banget sama gue.” sambung Puan, Ane mengulas senyum sekilas. Ia tahu kedua orang tuanya sangat menyayangi Puan, tingkah mamahnya yang seolah sudah menganggap Puan sebagai menantunya dan bagian dari keluarga Maharanendra.
“Lo tahu, pertunangan ini buat nyokap sama bokap gue baikan. Gue harus banyak bilang makasih sama lo kayaknya.” Ane tertawa singkat mengingat bagaimana antusianya mamahnya dengan hubungan anaknya itu.
Bahkan Bu Maharanendra berniat untuk mengajukan tanggal pernikahan Puan dan Ane, seolah ingin segera mengangkat Puan sebagai menantunya.
“Gue salah, seharusnya nggak untuk 2 tahun. Tapi selamanya.” Ucap Puan yang berhasil membuat Ane mengerutkan dahinya.
‘Selamanya? Apa maksut dia mau jadi suami gue selamanya?' Ane mengulas senyum, seolah ia sangat bahagia mendengar ucapan Puan.
“Se-la-manya?” Ane memutar kepalanya ke arah lawan bicaranya yang ada disampingnya.
“Waaa..” Ia kaget bukan main saat disampingnya bukan Puan tapi Seka. Wanita berjaket cokelat itu memutar kepalanya heran ke arah Ane.
“Lo kenapa?” Tanya Seka heran. Pertama ia melihat Ane duduk sambil senyum-senyum tidak jelas. Dan kedua tiba-tiba perempuan itu berteriak persisi di kuping kirinya.
‘Halusinasi’ Ane menundukkan kepalanya, menatap sepasang wedgess yang sangat indah di kakinya. Entah mengapa seolah ia sangat berharap Puan selama ini melamarnya dengan cinta, bukan surat perjanjian.
Tak menunggu lama bahunya ditepuk lagi oleh Seka.
“Apaan?” Tanya Ane malas, Seka memutar kepala Ane ke arah depan. Ane menyipitkan matanya sejenak. Ia melihat pria berkemeja putih dengan celana jeans biru tua. Potongan pria itu sangat rapi, seolah ia ahli dalam menata rambut. Ane seolah merasa dejafu, melihat pria yang berpenampilan seperti halusinasinya beberapa menit lalu. Namun Ane menyunggingkan senyum lesu, saat mengetahui pria itu bukan Puan.
“Amran.” Pria itu berjalan ke arah Ane sambil membawa dua bungkus plastik hitam. Dari baunya Ane tahu itu apa.
“Siapa Ne?” tanya Seka setengah berbisik saat kedua mata indahnya akhirnya menemukan orang asing selain penjaga vila.
“Temen waktu gue masih di Bandung.” Balasnya sambil berdiri dari duduknya.
“Gini dong.” Ane menepuk bahu Amran membuat Pria itu mengulas senyumnya, menambah aura ketampanannya bertingkat.
“Saya kira tadi telat Mbak.” Amran menggaruk tekuk lehernya yang tak terasa gatal.
Tak menunggu lama Puan, Rama, dan dibelakangnya ada Gina sama Asoka yang sudah bergandengan tangan mesrah menatap bingung ke arah Ane yang berbincang seolah akrab dengan orang yang wajahnya baru mereka lihat hari ini.
“Oh, ini temen gue, Amran. Dia ikut ke acaranya Kak Abi, temen gue sama temen Kak Abi waktu masih di Bandung.”Amran mengulas senyumnya, mengulurkan tangannya ke arah teman Ane satu persatu.
“Asoka.” Ucap Asoka sambil mengedarkan pandangannya seolah menilai penampilan pria itu.
“Gina."
“Rama.”
“Puan.” Dengan nada bicara datar Puan mengulurkan tangannya sembari memperhatikan setiap tekuk wajah pria itu.
Tak menunggu lama pajero sport dan sedan BMW berhenti tepat di halaman depan vila itu.
“Yaudah kita berangkat sekarang.” Ane mengawali, ia berjalan ke arah sedan BMW dan duduk di bangku penumpang depan. Berikutnya teman-temannya mengikutinya.
“Ne tadi itu temen lo? Wajahnya kayak Abang lo.”
“Sama-sama ganteng.” Ucap Seka yang mendapat anggukan kepala Gina. Gina beberapa kali pernah bertemu Abimanyu, tak dapat dipungkiri bapak satu anak itu tetap mengeluarkan aura ketampanan yang memikat.
“Seusia kak Abi,”
“Udah nikah?” Ane menggelengkan kepala.
“Pacar an aja belum pernah.” Jelas Ane.
Amran memang tak pernah berpacaran padahal usianya sudah memasuki 22. Walaupun wajah pria itu sangat tampan. Namun, ada banyak wanita yang menyukainya. Tak dapat di pungkiri Seka dan Gina juga merasakan hal serupa dengan para gadis itu.
“Nggak mungkin, jaman sekarang cowok cakep jomblo itu jarang.”
“Tapi dulu si Puan sebelum kenal Ane juga jomblo.”
"Tapi sebelumnya kan udah pernah pacaran sama Paradista, ya karena si Paradista aja tolol tiba-tiba ninggal gitu aja.”