Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #80

Ancaman Ranu

Prok prok prok

Suara tepuk tangan membuat Ane mengedarkan pandangannya, entah mengapa ia merasa kalau suara tepuk tangan itu adalah pelakunya.

Ane mendongakkan kepalanya dan menatap sinis ke arah pria yang sudah berdiri di depannya.

“Sakit?” tanya pria itu sembari berjongkok dan mensejajarkan tigginya dengan Ane.

“Coba gue lihat.” Sahutnya sembari memegang pergelangan kaki Ane, namun Ane segera menepis tangan itu.

“Nggak usah sok peduli.” Ketus Ane sembari memijit kembali pergelangan kakinya.

“Coba tebak apa manfaatnya gue temuin lo pagi pagi gini?” tanya pria itu yang semakin membingungkan Ane.

Ane ingin siapa saja yang ada di sekitar sini untuk menolongnya menjauhkan dari orang gila seperti ini.

“Lo pikir sendiri.” ketus Ane.

Pria itu tersenyum sinis. Tawanya membuat kuping Ane seperti mendengar suara bencana.

“Ini yang bikin gue tertarik sama lo. Lo itu beda dari cewek lain yang gue kenal. Ya walaupun lo nggak secantik Angel atau Deviana. Tapi, lumayan lah.” Sahutnya sembari mengusap kepala Ane perlahan, melepaskan kunciran yang menyatukan rambut Ane kebelakang, seketika rambut Ane terurai sempurna.

“Mau lo apa!.” Ketus Ane dengan nada membentuk sembari menepis tangan itu dari kepalanya.

“Gue mau lo.” Tanpa malu pria itu mengucapkan hal yang membuat Ane memutar bola matanya malas.

Entah mengapa Ane menganggap pria itu bermuka tebal. Sudah berkali-kali Ane menolaknya mentah-mentah namun pria itu masih saja menyatakan perasaannya. Apa tidak capek?

“Dan entah kenapa gue nggak suka liat lo pakek ini.” pria itu dengan santainya menarik tangan Ane dan berniat melepaskan cincin dari jari manis Ane. Cincin pertunangannya dengan Puan.

Melihat hal seperti itu Ane segera menarik tangannya dengan paksa.

“Lo jangan gilak, ini lebih penting dari gelang yang pernah lo jatuhin ke kolam renang.” Ketusnya sembari menyembunyikan tangan kirinya di balik saku jaketnya kembali.

“Ini yang semakin bikin gue naksir sama lo.” Ucapnya dengan santai sembari mengusap pipi Ane secara perlahan membuat Ane mendapatkan peringatan darurat.

“Ranu stop! stop sekarang kalo nggak gue lempar lo pakek ini.” Ane mengumpulkan semua nyalinya, ia mengambil batu yang ukurannya lumayang besar yang ada disampingnya, ada sisi batu yang sedikit runcing membuat orang yang ada didepan Ane nyiut nyalinya.

Namun itu sesaat, Ranubukanlah pria yang mudah menyerah, ia pernah tertusuk pisau saat berkelahi dengan geng sekolah lainnya.

“Lo tahu ini? Gue nggak takut walaupun lo ancem gue makek belati atau parang sekalipun.” Ranu menaikkan kaosnya, menunjukkan luka pada perut bagian kiri, luka yang menimbulkan bekas itu menunjukkan seberapa parah pria itu pernah sakit karena benda tajam.

“Lo sakit? gue nggak tahu salah gue apa sampek lo gini ke gue.”

“Lo salah sekolah di SMA Garuda lo salah deket sama orang yang paling gue benci. Lo salah deket sama Puan.” Bentak Ranu yang membuat Ane menundukkan kepalanya dan memejamkan matanya seketika. Entah mengapa melihat tingkah Ranu seperti itu membuat ciut nyalinya.

Ranu meraih bahu Ane dan membantunya berdiri, ia menepuk perlahan bahu itu. 

“Gue berniat nggak suka sama lo waktu gue tahu sepupu gue naksir lo. Bang Taraka, ingat? Dia sepupu gue. Waktu dia ngelamar lo dirumah itu ada gue, gue akuin lo emang menarik perhatian waktu itu. Tapi entah mengapa gue susah ngelupain lo habis kejadian itu.”

Ranu meraih dagu Ane, membuat gadis itu mau tidak mau harus menatapnya.

“Gue benci Puan, sebaiknya lo jauhin dia kalau lo mau lo aman sekolah di tempat baru lo. Ingat.” Ucapnya dengan nada ancaman, membuat Ane memalingkan wajah darinya.

“Bagus, gue kira lo ngerti. Gue berniat ngajak jalan-jalan lo pagi ini tapi sepertinya keadaan lo saat ini nggak memungkinkan.” Ranu berjalan meninggalkan Ane setelah membuat Ane seperti bertemu dengan malaikat maut.

Ane menghirup nafas panjang, saat berhadapan dengan Ranu ia seperti sulit untuk bernafas, ia sangat membenci pria itu.

“Sial tu orang, bikin susah aja.” Gerutu Ane sembari berjalan secara perlahan, ia tertatih karena kakinya masih terasa sakit setiap kali digunakan untuk berjalan.

Amran memakai caping kembali, mulai memasukkan dirinya di kebu teh. Seperti biasa ia bekerja sebagai pemetik teh, karena ia mengambil kuliah satu minggu 3 kali, dan sisanya ia gunakan untuk bekerja, mencari penghasilan untuk biaya kuliahnya.

“Sudah sampai kau Ran?”

“Iya pak.”

“Kamu udah lakuin apa yang bapak ucapkan kemarin?” Amran mengangguk, ia memang sudah melaksanakan perintah Pak Kosim untuk tak menemui Ane lagi.

“Bukannya bapak egois, bapak hanya nggak mau nasib kamu kayak bapak Ran. Cukup Bapak yang ngalami pahitnya mencintai gadis dari keluarga kaya.”

Pak Kosim seolah mengingatkan Amran mengenai ibunya, Ya Ibu Amran meninggalkan Amran sewaktu ia masih berumur 1 tahun, Amran tak tahu jelas bagaimana wajah ibunya karena ia ditinggal sewaktu kecil. Dan Pak kosim tak menyimpan foto yang berkaitan dengan Ibu Amran karena Pak Kosim merasakan sakit hati saat itu, ia membakar semua kenangan tentang mantan istrinya itu.

Yang dapat Amran tahu dari beberapa tetangga rumahnya, ibu Amran adalah sosok wanita yang sangat cantik. Jadi tak heran kalau Amran mempunyai wajah yang sempurna.

Lihat selengkapnya