“Dia bilang mau mah.”
“Puan.” Lirih Ane sembari menatap tajam ke arah pria yang ada di sampingnya.
“Yaudah, nanti kamu ajak dia ke rumah Da, sekalian kamu menginap di rumah, kita juga lama nggak kumpul keluarga kan toh Sita sama Aksa juga lagi ada di rumah.”
“Siap mah.” Balas Puan, menit berikutnya Bu Mada memutuskan sambungan teleponnya.
“Kenapa bilang mau, lo nggak pernah..”
“Bukannya lo minta bantuan jawaban ke arah gue tadi?”
“Iya bener, tapi bukan berarti gue suruh lo bilang mau. Gue cuman minta lo cari alasan yang masuk akal.”
“Nggak ada alasan yang masuk akal, alasan itu ya alasan.”
“Gue nggak sanggup tiap kali berhadapan sama nyokap lo, kebaikan nyokap lo buat gue semakin merasa bersalah.” Jelas Ane dengan nada rendah.
“Kalo begitu kita hapus saja kontrak kita gimana?”
“Kontak?” Ane menyerngitkan dahinya.
“Masalah nikah 2 tahun, kita batalkan.” Sahut Puan sembari mengulas senyum di wajahnya. Tangan kanan pria itu menanting map berwarna hijau tua itu.
"Batalkan?” Ane masih saja belum bisa mencerna apa yang dikatakan dan dimaksut oleh Puan. Puan menghela nafas panjang, ia mencoba tetap sabar dengan Ane.
Tangan Puan membuka map hijau tua itu, mengeluarkan kertas bertuliskan beberapa kalimat yang bermaterai dan bertandatangan dua orang itu.
Creeekkkk
Lampiran HVS itu di sobek.
"Puan!" Mata Ane membulat sempurna. Heran dan terkejut dengan kejadian yang ada di depannya itu. Puan menyobek surat perjanjian?
Puan tak hentinya menatap dua manik mata sendu itu, ia berdiri dari duduknya, berpindah untuk duduk di samping Ane.
“Gue beneran suka sama lo, ini terjadi begitu saja, gue udah berusaha buat menepis perasaan gue, tapi gue nggak bisa. Gue beneran suka sama lo. Jadi gimana?”
Ane membulatkan matanya sempurna mendengar semua penjelasan Puan.
“Ane.” Panggil Puan yang membuat Ane mengedipkan matanya berkali-kali, tangan pria itu menggenggam erat tangan Ane.
“Lo nggak habis minumkan?” tanya heran Ane.
“Apa lo sakit?” Ane menempelkan telapak tangannya di dahi Puan, memastikan apakah pria itu sakit atau tidak, tapi nyatanya tidak.
Puan menghela nafas panjang, berbicara dengan Ane sangat menguras tenaganya. Ia meraih tangan Ane yang masih menempel pada dahinya. Ia menggenggam tangan itu. Tatapan mata Puan tak beralih sedikitpun pada wajah Ane.
“Gue serius, gue nggak pernah ngerasain hal seperti ini setelah beberapa tahun lalu Dista ninggalin gue. Gue juga nggak pernah tertarik dengan perempuan manapun setelah Paradista ninggalin gue. Tapi ini beda, lo orang yang berhasil memorak porandakan perasaan gue.”
“Gue akuin gue jealous saat lo sama Amran, walaupun kalian nggak ada hubungan selain teman. Gue juga jadi benci sama Mahanta setelah gue tahu dia ada perasaan sama lo. Ranu, gue pertama kali ini ngehajar sampai niat bunuh cowok cuman gara-gara cewek. Gue nggak bisa nyembunyiin perasaan gue lagi. Gue suka sama lo.” Ane terus mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Puan, ia meneguk Saliva nya perlahan, menarik nafas perlahan.
“Jadi, apa jawaban lo?” tanya Puan saat mulai tak sabar, karena saat ini Ane hanya menatapnya tanpa berbicara.
“Gue sebenernya...”
Tin tin tin
Fokus Ane buyar ketika bel pada pintu apartemennya ditekan terus-menerus, membuat ia mau tak mau harus membukakan pintu itu. Namun saat ia akan beranjak genggaman tangan Puan pada dirinya pun menguat.
Tin tin tin
Orang yang berada di depan pintu apartemennya seolah sangat tak sabar hingga terus-menerus memencet bel berkali-kali.
“Bentar dulu.” Puan menghela nafas pandang, ia mengepalkan kedua tangannya saat Ane melepaskan genggaman tangannya dan berjalan meninggalkannya ke arah pintu apartemen itu.
Clekkk
“Hai.” Kaia memeluk erat Ane, sedangkan Aksa membuka pintu apartemen adiknya lebih lebar dan segera masuk kedalam.
Mata Aksa membulat tak kala pandanagnnya menangkap ada pria yang sedang duduk di sofa ruang tengah.
"Kamu ada tamu Ne?” tanya Aksa sembari mencopot sneakers nya.
“Puan mampir tadi kak.” jujur Ane sembari membawakan plastik yang Aksa berikan kepadanya.
“Pantesan lama bukain pintunya.” Goda Kaia yang seketika membuat pipi Ane memerah padam.
“Nggak, tadi aku di dapur jadi nggak terlalu denger kalo ada yang mencet bel.” Dusta Ane menutupi semua kejadian yang terjadi sebelum ini.
Puan berdiri dari duduknya, memutar ke arah asal suara yang dengan lancang mengganggunya. Matanya menyipit tak kala menangkap pria yang telah ia kenal. Puan mengganti ekspresi wajahnya seketika.