“Gue masih nggak percaya Puan bisa ngendaliin Ane.”
“Iya Bi, aku kira pernikahan mereka kayak permainan dilain sisi umur Puan masih terlalu muda, tapi pemikirannya juga sudah matang ternyata.”
“Awalnya gue nggak suka sama Puan, karena menurut gue dia terlalu posesif, tapi ternyata salah.” Kaia meraih tangan Abimanyu dan menggenggamnya erat.
“Nggak tahu kenapa, kayak keinget aja waktu kita masih PDKT.” ucap Kaia yang mengundang tawa Abimanyu. Abimanyu menunduk kepala, mensejajarkan wajahnya dengan Kaia, ia mengecup singkat bibir istrinya itu karena gemas.
Menit berikutnya pria 22 tahun itu mulai menghidupkan mesin mobilnya.
***
Ane terus mengamati wajah Puan yang ada disampingnya. Pria itu masih fokus mengemudi.
“Kenapa?” tanya Puan saat Ane tak kunjung membuka suara, hanya menatapnya dalam diam.
“Lo masih mau denger jawaban gue nggak.” Tanya Ane sembari mengulas senyum di wajah cantiknya.
“Yang mana?” tanya Puan tanpa menatap ke lawan bicaranya.
Ane menghela nafas panjang, pria itu kembali dingin seperti semula.
“Tepiin mobilnya.” Perintah Ane sembari mengetuk-ngetuk jendela kaca yang ada disampingnya.
“Mau ngapai?” Puan melirik sekilas ke arah Ane.
“Tepiin sekarang.” Sahut Ane dengan nada memelas.
Puan pun mengikuti, ia menepikan Range rover di pinggir jalan, padahal hanya kurang beberapa meter saja mereka sudah sampai di kediaman keluarga Mada.
“Putar kepala.” Perintah Ane sembari memutar kepala Puan dengan paksa, hingga pria itu mau tidak mau menatap dirinya.
“Lo tadi nembak gue kan?” tanya Ane tanpa malu yang seketika dapat membuat Puan menyipitkan kedua matanya.
“kapan?” tanya Puan seolah pelupa.
“Gue seriusan Puan.” Ucap Ane dengan nada suara datar.
Puan tak tahan melihat sikap gadis yang ada di depannya yang seolah menjadi gadis yang imut dan menggemaskan.
“Iya, jadi jawabannya apa?” tanya Puan setelah ia puas menggoda Ane, memutar-mutar pertanyaan Ane.
“Aku mau.”
"Mau apa?" Goda Puan lagi.
Ane menghela nafas panjang, lelah juga saat serius malah di bercandain.
"Nggak apa, jalanin lagi mobilnya." Ketus Ane.
Puan hanya menatap wajah Ane tanpa berniat mengikuti perintah gadis itu untuk melakukan mobilnya kembali. Ada sesuatu yang harus ia selesaikan saat ini juga.
"Jalanin atau aku turun naik taksi." Geras Ane sendiri karena Puan hanya menatap ke arahnya.
Puan terkekeh pelan mendengar celetuk Ane seperti itu. Pria tampan itu memutar kepala Ane ke samping, untuk menghadap dirinya.
“Jadi kita seriusan kali ini?” tanyanya yang semakin membuat jantung Ane bergetar tak karuan.
“Apasih." Balas Ane karena mood-nya benar-benar hilang.
"Ane aku serius,"
"Yaudah."
"Yaudah apa?"
"Kita pacaran."
Puan menggelengkan kepalanya. "masak udah tukar cincin pacaran. Tunangan dong."
Ane tak dapat menahan senyumnya kali ini. Gadis itu berhampuran dalam pelukan Puan.
“Nggak ada kontrak 2 tahun ya?" Bisik Puan, sembari membalas hangat pelukan Ane.
“I,,iya.” lirih Ane.
Puan melepaskan pelukannya menatap dalam-dalam gadis itu.
“Ma..mau ngapain?” Ane gelagapan tak kala Puan yang tiba-tiba memajukan wajahnya, mengikis jarak di antara mereka.
“Cuman mau masangin ini.” Sahut Puan sembari memasangkan cepet bunga di rambut Ane sebelah kiri.
Ane menghela nafas lega, namun tiba-tiba,,,
Cuppp
Puan menahan tengkuk Ane agar kepala gadis itu tetap di posisinya, Puan tersenyum di sela ciumannya. Akhirnya ia mengatakan semua itu. Akhirnya ia menyatakan perasaannya yang sesungguhnya. Akhirnya, sungguh ia bahagia hari ini.
Ane sempat terlena dengan permainan Puan, ia bahkan memejamkan matanya, namun ia segera mengembalikan kesadarannya.
“Puan.” Ane mendorong dada Puan agar pria itu mengakhiri semua ini. Percayalah jantung Ane berdetak tak karuan saat ini.
“Nggak sengaja tadi.” Bukannya minta maaf pria itu malah memasang wajah tanpa dosa.
“Bikin aku jantungan.” Ane menekan dadanya yang berdetak lebih cepat dari biasanya, baru pertama kali ada pria yang melakukan hal ini.
“Kita kan udah resmi tunangan.” Sahut Puan sembari memajukan wajahnya kembali.