Puan mengulurkan tangannya, mengulas senyum di wajah tampannya sebelum ia mendudukkan dirinya di kursi yang telah disediakan.
“Lama juga kita tidak bertemu Mr Muda Mada.” Sahut Pak Harry sembari menerima uluran tangan Puan.
“Bagaimana kabarnya? Perjalannya lancar?” tanya Puan sembari menatap ke arah kedua tamunya saat ini. Mata Puan sempat terpaut dengan gadis yang ada di depannya, namun hanya sejenak. Ia kembali memalingkan wajahnya.
“Sangat lancar, walaupun tadi dari bandara kita sempat terjebak macet beberapa menit.”
“Oh ya perkenalkan ini anak tunggal saya.”
Gadis itu mengayunkan tangan kanannya sembari mengulas senyum di wajah cantiknya.
“Liskaryn.” Sahutnya sembari mengulas senyum cantik di wajahnya.
“Puan.”
“Puan? Bukannya tadi papah manggilnya Mr Muda Mada?” tanya gadis itu mengoreksi ucapan papahnya tadi.
“Itu nama kantor sayang, papah lebih senang memanggilnya Muda Mada, tidak masalahkan kan?” puang menganggukkan kepalanya.
“Dia seumuran dengan kamu Ryn.”
“Apa? Umurnya 17 tahun?”
“Iya umur saya 17 tahun.”
“Waw.” Mulut gadis itu membuka sempurna, tanpa basa-basi gadis itu mengambil ponsel yang ada di dalam tote-bagnya.
“Minta nomo telpon lo dong, gue beberapa hari ini di Jakarta. Kalo ada waktu bisa kan main bareng?”
Tuan Harry membelalakkan matanya sempurna, tingkah putrinya sangat membuat ia tak enak hati dengan Puan.
“Ryn.” tegur Tuan Herry sembari meraih ponsel putrinya itu.
“Kenapa Pah? Tujuan Aryn ke sini juga kan cari teman untuk diajak keliling Jakarta. Apa Aryn salah?”
“Tidak papa, nanti kalau ada waktu senggang bisa kok kita bertemu.” Puan tak enak sendiri jika ada cek-cok saat pertemuan ini. Hanya meminta nomor ponsel, tidak salah kan?
“Bagus." senyum di wajah Aryn meningkat, ia kembali menyodorkan ponsenya ke arah Puan.
Awalnya ingin Puan menolak, karena ia tak terlalu tertarik memberikan nomor ponselnya ke sembarangan orang. Namun Aryn bukan sembaranagn orang, papahnya, Tuan Harry telah membantu Puan mengembangkan bisnisnya.
“Makasih.” Sahut Aryn sembari memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku kemejanya.
Tuan Harry menghela nafas panjang melihat tingkah putrinya itu. Gadis berparas campuran tiongkok Indonesia itu memang sudah tertarik dengan Puan sejak lama. Sejak ia membuka album perusahaan milik papahnya, tak sengaja ia melihat ada pria muda yang berjabat tangan dengan papahnya, setelah ia tanya papahnya ternyata pria itu seorang CEO perusahaan. Aryn kira Puan sudah berumur 25 keatas, namun ternyata salah mendengar mereka satu usia senyum Aryn terus mengembang.
Puan membuka mengoreksi kembali desain produknya sebelum mencapai final, ia berniat mengembangkan prodak yang bekerja sama dengan perusahaan milik Harry Admojo.
“Kamu pasti heran yan sama tingkah anak saya?” Pak Harry membuka obrolan saat mereka berdua masih sibuk dengan berkas di tangan masing-masing, sedangkan sekertaris Puan yang tadinya menemani Puan diajak Aryn untuk berjalan-jalan sejenak, gadis itu tiba-tiba ingin makan es krim sedangkan di restoran ini tidak menyediakan es krim. Hanya berbagai menu cake juga puding.
Puan mengangkat wajahnya, memalingkan dari berkas yang ada di tangan kananya. “Nggak kok Pak, wajar sih anak remaja bertingkah seperti tadi.” Ulasnya sembari kembali fokus pada berkas kembali.
“Dia sudah berkali-kali memaksa ikut ke Jakarta untuk bertemu langsung sama kamu, entah kenapa saya juga tidak tahu.” Jelas Pak Harry.
Puan hanya mengulas senyumnya seramah mungkin, ia tak tahu apa yang harus ia jawab saat ini.
**
“Puan sekolahanya dimana?”
“DI SMA Garuda mbak.”
Ary mengangguk faham.
“Dia udah punya cewek belum?”
Bu Sonya hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkas gadis yang ada di depannya itu. Gadis itu menyibukkan dirinya dengan makan es krim, namun sesekali mulutnya itu juga bertanya semua hal yang berkaitan dengan Puan.
“Bos Puan sudah bertunangan.”
Mata Aryn membelalak sempurna, es krim yang ia pegang tiba-tiba lepas dari tangan kanannya, ia memutar kepala ke arah Bu Sonya yang ada di sampingnya.
“Beneran?” tanya Aryn sembari mengerutkan dahinya, tatapan mata gadis itu menandakan kalau ia kecewa.
Bu Sonya mengulas senyum, melihat tingkah gadis yang seusia dengan bos nya itu.
“Iya, kamu tadi nggak fokus sama tangan kiri Tuan Puan?” Tanya Bu Sonya sembari mengangkat tangan kirinya. “Ada cincin yang menggantung di jari manisnya.” Tambahnya sembari menggerak gerakkan jari manisnya yang juga sudah ada cincin disana.
“Sama Bu Sonya? Puan tunangan sama sekretarisnya?” Mata Aryn membelalak sempurna.