Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #89

Kejadian Di Kantor

Sungguh. Ane ingin menyerah, rasanya jantungnya saat ini akan loncat dari tempatnya, Ane rasa jantungnya berdetak melebihi batas normal. Ia ingin segera masuk ke dalam taksi dan menghindar dari Puan. Karena bisa-bisa dia kena serangan jantung jika lama-lama bersanding dengan pria itu.

Taksi semakin mendekat ke arah Ane, sopir taksi itu membuka jendela yang langsung terarah pada Ane dan Puan.

“Mas sama mbaknya mau naik?” tanya sang supir.

Puan menggeleng, sedangkan Ane mengangguk.

“Naik atau nggak?” ulang sang upir.

Ane mengangukkan kepalanya, tangannya meraih gagang pintu dan membuka pintu itu.

Puan tak membiarkan saja, tangan pria itu dengan gesit menutup pintu itu kembali.

Namun bukan Ane namanya jika menyerah begitu saja. Ane membuka pintu itu kembali, dengan gesit ia mendudukkan dirinya di kursi penumpang belakang.

“jalan sekarang pak, saya bayar 200 ribu.”

Sahut Ane sembari menutup pintu taksi itu.

Puan mencondongkan dirinya ke arah supir.

“Jangan jalan pak, saya bayar 400 ribu.” Sahut Puan.

Ane membulatkan matanya sempurnya tak percaya dengan jalan fikiran tunanagnnya itu.

Ane menghela nafas panjang. “Jalan sekarang saya bayar 600 ribu.” Sahut Ane sembi menepuk bahu supir yang ada di depannya itu.

“2 juta kalo bapak bisa bawa gadis ini keluar sekarang juga.”

Ane membulatkan matanya sempurnya, ia tak kira Puan akan membuang uang 2 juta secara percuma seperti itu.

Ane melihat dompetnya, ia tak punya uang cash sebanyak itu, kalau di dalam Atmnya ia bisa saja meninggikan harga taksi lebih tinggi dari dua juta. Ane mendesah kesal, ia tahu tak seharusnya ia melawan seorang Puan.

Tanpa basa-basi supir taksi itu menolehkan kepalanya kebelakang.

“Maaf mbak, sebaiknya mbaknya selesaikan masalah keluarga dengan masnya dulu.” Sahut sopir taksi itu sopan.

“Masalah keluarga?” tanya Ane tak percaya kalau ia dan Puan dikira sudah berkeluarga.

Puan tersenyum saat kemenangan berpihak dalam dirinya, ia segera mengeluarkan uang cash 2 juta dan memberikannya kepada sopir taksi itu.

Sopi taksi itu tak hentinya tersenyum, baru pertama kali ini ada yang memberinya uang secara cuma-cuma seperti ini.

“Makasih mas nya, semoga segera berbaikan dengan istrinya.”

Puan hanya mengangguk tak kala mengulas senyumnya. Seangkan Ane membuka pintu taksi itu dan menatap sinis ke arah Puan. Ia kalah teka dengan Puan.

“Semoga segera dikaruniai momongan mas dan mbak nya.”

Ane membulatkan matanya sempurna, berlainan dengan Puan yang malah mengulas senyumnya.

“Amin pak.”

“Amin dari mana?” cibir Ane sembari mencubit lengan tunangannya.

“Sakit sayang.” Sahut Puan manja.

Sopir taxi itu tak hentinya tertawa melihat tingkah dua sejoli itu.

“Saya permisi dulu mas, mbak.” Supir taksi itu kembali menajalankan taksinya kembali.

“Cie kalah.” Ane memutar kepalanya, menatap sinis ke arah Puan.

“Gimana kalo yang kalah ngabulin permintaannya yang menang ?” sahut puan antusias.

“Diem berarti setuju, sekarang juga kita ke kota Tua.” Sahut Puan sembari meraih bahu tunangannya itu, dan berjalan bersamaan ke tempat parkiran.

***

Seolah Puan masih tak rela jika mengakhiri malam ini. Ia terlalu nyaman saat ini, walaupun sudah larut malam. Pukul sudah menunjukkan jam 2, Ane sudah tertidur di dalam mobil Puan saat perjalanannya Pulang dari kota Tua.

Ane sudah berkali-kali menahan kantuknya. Namun nihil, gadis itu akhirnya memejamkan matanya.

Puan sudah menghentikan mobilnya di parkiran rumah, ia memutar kepalanya ke arah Ane. Ia terkekeh tak kala melihat tingkah Ane. Gadis itu memalingkan tubuhnya ke samping ke arah jendela kaca, Puan tahu apa maksut gadis itu.

Ya, apalagi kalau agar Puan tak sekenanya saja mencuri ciumannya saat ia tidur, seperti saat ia tertidur waktu perjalanan pulang dari Bandung. Padahal waktu itu Puan masih bersikap ketus kepadanya, pria itu bahkan tak menyatakan cinta sedikitpun kepada Ane.

Puan memilih menunggu Ane terbangun, sebenarnya ia tak masalah jika harus menggendong tubuh Ane dan memindahkan ke kamar Ane yang ada di lantai dua, namun ia hanya tak mau orang rumah berfikir macam-macam tentang dirinya.

Menit berikutnya Ane mulai membuka matanya, pandangannya langsung tertuju pada halaman rumah Puan. Yang menandakan mereka sudah sampai.

Ane mengangkat kepalanya, mengedarkan pandangannya sejenak.

“Udah bangun?” sahut suara yang ada disampingnya.

“Hem? gue ketiduran lama?”

Lihat selengkapnya