Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #90

Destiny?

“Ram gue bosen nih, mampir ke tempat Puan kuy.”

Rama masih memencet stik Ps, pandanganya fokus pada layar game yang ada didepannya.

“Dia ke kantor hari ini.” Sahutnya tanpa menatap lawan bicaranya.

“Serius? Tumben biasanya dia cuman ngawasin dari ponselnya kayak biasanya.” 

Rama hanya mengendikkan bahunya, ia masih saja fokus dengn permaiann yang ada di depannya.

“Gina sama Sekq lama banget di Pasuruan nya.” Gerutu Asoka.

Saat ini Gina dan Seka memang pergi ke Pasuruan untuk mengerjakan tugas observasi mereka dengan beberapa anggota kelompok lainnya.

“Iya, boring kemana-kemana ama lo dong. Sedih gue kadang kalo pergi makan berdua sama lo, pergi nonton juga sama lo. Kek jomblo kita ya, kemana-mana pergi berdua cowok semua.” Sahut Rama sembari membaringkan dirinya karena ia mulai bosen dengan permaian PS.

“Nanti sore ajak Puan GIM, lama juga kita nggak olahraga.”

Rama hanya mengangguk-anggukkan kepala menyetujuinya.

***

Puan mulai memencet sandi pada layar pintunya. Entah mengapa 2 hari menginap di rumah orang tuanya membuat ia merindukan kesunyian di dalam apartemnnya.

Tin tin tin tin

Ia mulai mebuka pintu itu setelah memasukkan sandinya, ia menenteng tas kerja, juga dasinya yang sudah ia longgarkan. Tiba-tiba ia penak dengan hari ini, desin produk yang akan ia luncurkan beberapa minggu ini bocor, lagi. Puan mulai curiga kalau ada penyusup di dalam kantor nya saat ini. Bagaimana bisa desain bocor sampai dua kali. Mau tidak mau ia harus mendesai ulang dan mencari komponen baru. Ingin rasanya ia memaki siapaun yang bertindak seperti itu.

“Ah lo tolol. Jangan kesana dong kalah kan gue.”

“Lo goblok banget.”

“Bentar bentar bentar.”

Puan menyipitkan kedua matanya saat indra pendengarannya menangkap suara yang berasal dari ruang tengahnya. Ia melangkahkan kakinya semakin dekat ke arah ruang tengah itu.

“Hai, lama juga kita nggak ketemu teman akuh.” Asoka melambaikan tangannya ke arah Puan.

“Siapa? Owww brother!" Rama juga bertingkah seperti itu.

Puan memutar bola matanya malas, menit berikutnya ia berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman dingin, lalu ia berjalan ke arah dua munyuk yang sudah bersandar nyaman di sofa dengan kedua tangannya yang sibuk memencet tomblo Ps.

“Mampus. Mati kan.” Sahut Asoka saat ia berhasil mengalahkan Rama.

“Curang lo!" Tuduh Rama.

“Kok bisa?"

Entah apa yang merasuki mereka berdua, dengan santainya mereka mampir ke tempat Puan. Itu karena Asoka masih ingat sandi Puan, dan puan kebetulan belum mengganti sandinya.

“Brother mau main?” tanya Asoka sembari memberikan stik PS ke arah Puan.

Puan menggelengkan kepalanya, ia menyandarkan kepalanya pada kepala sofa, ia memijit pelipisnya perlahan.

“Beneran deh Da, lo kerja mukak lo kayak tambah tua, yakan Ram?” Rama menganggukkan kepalanya, menyetujui perkataan Asoka.

“Masak?” Puan memutar kepalanya ke arah Asoka.

“Gimana kalo kita GIM, biasanya kan orang langsung seger kalo habis GIM.” Puan menghela nafas berat, akhirnya ia tahu apa tujuan 2 munyuk ini bertengger di rumahnya.

“Mau ya lo?” Rayu Rama.

“Ntar sorean, gue mau tidur siang dulu.” Sahut Puan sembari bagkit dari sofa dan berjalan ke arah kamar tidurnya. Hari ini ia sengaja untuk pulang lebih awal dari kantornya karena tiba-tiba fikirannya penak.

Padahal awalnya Puan ingin bertemu Ane setelah pulangnya dari kantor, karena dengan melihat Ane saja rasa lelah dalam dirinya hilang seketika. Namun saat sampai di rumah orangtuanya Ane malah sedang jalan dengan kakak juga mamahnya, entah kenapa Puan sedikit jengkel karena saat ini ia merasa menjadi orang kesekian bagi Ane. Nyatanya gadis itu lebih mementingkan kakaknya dan mamah nya.

“Siap beb.” Sahut Asoka.

***

Puan terus menganyunkan lengannya, barbel yang ia angkat sedaritadi membuat keringatnya sedikit demi sedikit bercucuran. Ia terus mengayunkan sembari pandanagannya fokus ke depan--ke arah kolam renang yang disediakan juga di tempat ini.

Puan meletakkan barbel itu saat kedua tangannya sudah mulai lelah. Ia mengambil handuk dan mengelap keringat yang bercucuran dari dahinya, Ia mengambil botol air minel. Dahinya mengerut melihat isi botol itu tandas tanpa sisa. Ia menghela nafas panjang, berdiri dari duduknya berniat untuk membeli air minel lagi. Namun langkahnya terhenti saat ada orang yang tiba-tiba menyodorkan air mineral ke arahnya.

“Lo butuh ini kan, gue tahu.” Senyum gadis itu tak pudar, Puan menghela nafas panjang mengedarkan pandangannya sejenak mencari keberadaan dua temannya itu.

“Makasih.” Sahut Puan sembari berlalu meninggalakn Aryn yang tanagnnya masih terulur dengan memegang botol mineral.

Gadis itu menghela nafas berat, namun senyumnya tak luntur, seolah ia mendapatkan kode untuk terus berjuang saat ia tak sengaja bertemu dengan Puan lagi hari ini.

“Lo bisa ambil ini.” Ucap gadis itu tak berhenti mengekori Puan.

“Gue nggak akan berhenti kalo lo nggak minum dan habisin ini.” Ancam gadis itu.

Seketika Puan menghentikan langkahnya, memutar tubuhnya kebelakang. 

“Lo akan berhenti?” tanya Puan.

Gadis itu mengangguk dan tersenyum antusias saat Puan mengambil botol yang ada di tangan kanannya dan membukanya, pria itu meneguk habis.

Aryn terus mengapati tingkah pria yang ada di depannya, entah mengapa ia sangat menyukai Puan, walaupun mulut Puan selalu berkata kasar terhadapnya.

Lihat selengkapnya