Ane seolah tak tahu kalau hari ini adalah ulang tahun Puan. Berkali-kali Puan memancingnya dengan menyuruhnya membuka grup chatt Titisan Sultan. Karena disana ada ucapan dari anggota grup lainnya.
Namun Ane selalu mengelak dan bilang kalau ia malas buka hp. Sungguh alasan yang tidak masuk akal. Hari ini Juga Ane menolak saat diajak Puan untuk pergi jalan-jalan. Ane beralasan kepalanya tiba-tiba pusing.
Puan hanya belum tahu dengan semua kejutan yang sedang Ane siapkan.
Puan mengacak-acak rambut kepala nya, ia memilih menenangkan Fikiran nya dengan berenang. Lelah juga memikirkan Ane yang sikapnya berubah drastis hari ini. Gadis itu seolah sangat susah di dekati. Jangankan didekati, Puan mengirim pesan saja tak dibaca dan tak dibalas.
Puan berjalan menuju kolam renang. Namun matanya fokus pada orang yang ada di dalam kolam renang.
“Ane.” Ucapnya saat melihat kepala Ane sudah mengembul dari balik air kolam.
Mata Ane membula melihat Puan. Yang ia tahu saat ini semuanya pergi, terkecuali Sita. Karena sebelumnya Ane melihat Puan memutar mobil dari halaman vila dan melesatkan mobil itu ke jalan raya.
Puan menatap sinis ke arah Ane, ia masih ingat alasan Ane pusing kepala saat ia mengajak gadis itu jalan-jalan keluar.
Sudah pandai berbohong ternyata.
Ane menelan Saliva nya perlahan saat Puan melangkah kearahnya. Ane berenang ke tepian kolam renang, dimana ia meletakkan jubah mandi juga handuk kering. Jujur saat ini ia tak mau bertemu dengan Puan, karena saat ini ia hanya mengenakan baju renang.
“Katanya tadi pusing.” Cibir Puan.
Ane mencoba menghilangkan kegugupannya, ia melengkungkan garis bibirnya ke atas, mencoba mengusir rasa gugup dengan senyuman.
Puan mengedarkan pandangannya ke arah lain, ia bisa kehilangan kesadaraan saat ini jika terus menatap wajah cantik Ane. Apalagi senyum gadis itu yang seolah menghilangkan emosinya.
“Iya, tadi pusing tapi tiba-tiba pengen berenang.” Sahut Ane sembari menahan tangan kirinya pada pinggir kolam renang. Sedangkan tangan kanannya mencoba meraih jubah mandi yang ada di kursi santai depannya. Ane mengernyitkan dahinya saat tangannya tak kunjung sampai pada jubah mandi itu.
“Gue nggak mau tahu, kita pergi jalan-jalan sekarang.” Sahut Puan tanpa menatap lawan bicara.
Ane melirik sekilas ke arah Puan, namun ia lalu memfokuskan dirinya pada jubah mandi itu. Ane tak nyaman mengenakan kaos putih yang sudah mencetak setiap lekuk tubuhnya. Ia menghela nafas lega saat tangannya sudah berhasil meraih jubah mandi itu.
“Lo itu denger gue ngomong atau...”
“Lo itu bisa nggak sih sekali aja nggak maksa!” Potong Ane cepat.
Puan mengerutkan dahinya melihat tingkah Ane yang melewati batas menurutnya. Setelah ia menyatakan perasaannnya sesungguhnya, Ane tak pernah membentar dirinya seperti saat ini. Namun saat ini Ane kembali ke sikap awalnya, berbicara ketus dan sinis ke arah Puan.
Puan berdesisi perlahan, ia menghela nafas panjang.
Ane menggulung rambutnya dengan handuk kering saat ia selesai mengenakan jubah mandi. Ia terus mengatur wajahnya agar terlihat jutek sejutek juteknya.
“Apa lo bilang?” tanya Puan memastikan benar tidaknya yang ia dengar.
“Gue males keluar hari ini.” Ketus Ane sembari berjalan meninggalkan Puan.
“Ane! Gue belum selesai bicara.”
"Ane!”
Ane menyipitkan kedua matanya, kedua kupingnya seolah sakit saat mendengar suara bentakan dari Puan. Tak dapat dipungkiri, Ane ketakutan saat ini. Telah lama ia dan Puan tak pernah bertengkar seperti ini. Dan saat ini kedua kupingnya mendengar kembali suara emosi tunangannya.
“Sial!” Gerutu Puan sembari mengacak-acak rambutnya. Ia akhirnya menjeburkan dirinya ke kolam renang, fikirannya sedang kalut saat ini. Karena menurutnya berbicara dengan Ane saat ini tak ada gunanya, Puan sadar jika ia seemosi ini hanya akan membentak dan malah menambah masalah ini.
Puan, mencoba meredam emosinya. Pria itu mencoba sabar.
Puan harap hari ini Ane akan memberinya kejutan. Atau mengucapkan selamat ulang tahun. Namun nihil. Gadis itu malah terang-terangan menolak ajakan Puan untuk jalan-jalan hari ini.
***
Ane memukul mukul jidatnya, meruntuki kecerobohannya. Ia tahu Puan saat ini sangat marah padanya. Ane memang sengaja berenang karena ia kira Puan pergi jalan-jalan tanpa dirinya, namun ia malah bertemu dengan Puan di kolam renang.
Ane menghela nafas panjang, sembari tangannya menyentuh pintu kulkas. Ane terus memikirkan bagaimana ia bisa melancarkan misinya jika Puan sudah marah duluan sama dia. Ane sangat hafal bagaimana sikap Puan, jika pria marah ya marah. Mau di ajak jalan jalan seperti apa ya tetap marah.
Namun lamunan Ane seketika terhenti saat ada tangan yang menyentuh punggung tangannya yang ada di pintu kulkas.
Ane menarik tangannya begitu saja, sentak ia menolehkan kepalanya, menatap dua manik mata yang menatapnya Sangat datar. Ane memundurkan tubuhnya saat ia merasa jarak mereka terlalu dekat.
Aksa menyunggingkan senyum sinisnya sekilas, melihat tingkah Ane yang seolah asing dengannya. Aksa melanjutkan tindakannya sebelumnya, membuka kulkas dan mengeluarkan minuman dingin. Setelah itu ia berjalan kembali meninggalkan Ane yang masih mematung di samping kulkas.
'Ada apa dengan dia?.' Guman Ane saat beberapa kali Aksa menatap, seolah menilai setiap inci wajahnya
Ane menggeleng-gelenglkan kepalanya sejenak. Ia kembali ke alam sadarnya, membuka kulkas itu dan mengambil minuman dingin, ia meneguknya hingga tandas.
Puan dengar terpaksa ikut bergabung dengan video call yang berisi dirinya, Asoka, Seka juga Rama.
“Da lo habis hujan-hujannan terus kesamber gledek ya? Mukak lo lecek banget?” Puan berdesis pelan mendengar ucapan non faedah dari Asoka.
“Sini ke Jakarta. Gue tunggu traktiran makan.” sahut Rama.
“Segera.” Jawab Puan simpul.
“Si Ane ada di sebelah lo kan? Gue mau bicara. WhatsApp nya tu anak kenapa nggak aktif sih Da?”
Puan mengendikkan bahunya, tak berniat membalas pertanyaan Asoka.