Ane malahap roti panggang yang telah ia masak. Pagi ini Ane memasak roti panggang untuk sarapan, karena penjaga vila sedang ada acara keluarga. Jadi tak bisa memasak untuk pagi hari ini. Sedangkan Sita dan Aksa ada perkumpulan keluarga kolega Aksa.
Dan disini hanya menyisakan dia dan puan.
Ane memalingkan pandangannya pada pintu kamar Puan saat pintu itu tiba-tiba terbuka dan menampilkan Puan yang sudah berpenampilan rapi. Pria itu berkemeja putih, bercelana bahan hitam, juga jaz yang di taruh begitu saja pada lengannya. Puan dengan santainya berjalan ke arah meja makan.
Puan mengambil beberapa helai roti dan mengolesi dengan selai kacang kesukaannya. Lalu ia menuangkan susu dalam diam. Ia juga makan dalam diam. Tangan kanannya memegang roti panggang, sedangkan tangan kirinya memegang ponsel. Puan beberapa kali tertawa sembari Pandanagnnya terus menatap ponsel.
Awalnya Ane tak mau cari tahu, tapi melihat tingkah Puan yang sepertinya terlalu asik, akhirnya Ane pura-pura berdiri untuk mengambil roti lagi, sedangkan pandangnnya terarah ke ponsel Puan.
‘Aryn?’ Mata Ane menyipit. 'Jadi sedari tadi Puan sibuk chatingan dengan Aryn?' Entah mengapa Ane sedikit jengkel saat ini. Padahal sebelumnya ia biasa jika Puan chatting dengan Aryn. Walaupun dapat dihitung dengan jari tunangannya itu mau membalas pesan dari Aryn.
Ane menghela nafas panjang, mencoba menghilangkan semua fikiran negatifnya.
Puan berdiri dari duduknya, Ane terus mengamati tingkah pria itu. Hingga dasi Puan yang menarik perhatian Ane. Dasi itu tak terpasang sempurna.
“Tunggu.” Sahut Ane sembari berdiri dari duduknya.
Puan menolehkan kepalanya. “Hem?” jawabnya sembari menatap Ane sekilas.
“Tunggu sebentar, dasi lo biar gue benerin.” Sahut Ane sembari berjalan ke arah Puan.
Ane membenahi dasi Puan, menyimpulkannya dengan rapi serapi rapinya. Ia menghela nafas lega saat dasi itu sudah terpasang sempurnah.
Ane mendongakkan kepalanya, mengumbar senyumnya ke arah Puan. Namun pria itu malah memalingkan wajah dari Ane. Ane mendengus kesal melihat hal ini.
“Mau kemana?” tanya Ane tanpa basa-basi.
Ane sudah menahan diri untuk tidak mengajak bicara Puan namun seperti ia mencium bau kegentingan, Puan yang kemarin selalu mengajaknya berbicara sekarang balik mendiami nya, akhirnya ia mengeluarkan obrolan juga.
“Ketemu sama Aryn.” Jawab Puan enteng.
Ane mengernyitkan dahinya. Ia seolah tak percaya dengan ucapan Puan. Namun ia segera menormalkan mimik wajahnya.
“Dia ke Bali?” tanya Ane lagi.
Puan mengangguk mengiyakan begitu saja.
“Nanti gue baliknya sore, kalo lo mau pergi kunci aja vilanya. Gue udah bawa kunci cadangan.” Jelasnya.
Ane hanya menganguk patuh. Dalam hatinya ingin meneriaki Puan agar tak meninggalkannya sendiri di dalam vila.
Ane hanya diam, mengamati Puan yang terlihat sangat tampa dengan setelan jas itu berjalan ke arah mobil. Ane menatap datar mobil Puan yang sudah menjauh dari pandangnnya.
***
Puan menyilangkan kakinya, sembari Pandanagnnya tertuju pada ponselnya. Mengetik mencari kontak Asoka dan segera menelponnya.
“Udah.” Jujur Puan, karena sat ini ia sedang menjalankan saran yang Asoka berikan padanya.
“Bagus, tinggal tunggu aja. Ane buntutin lo apa nggak?"
“Kalo nggak?” sebenarnya Puan tak yakin harus melanjutkan misi ini atau tidak.
“Bahaya.” Sahut Asoka enteng.
Puan membulatkan matanya, saat mendengar balasan yang seharusnya tak ia dengar.
“Bahaya nya?” Puan mencoba mengabaikan semua pemikiran buruknya saat ini.
“Mungkin dia bener-bener udah nggak suka sama lo Da.” Lagi dan lagi. Asoka seolah menghempaskan Puan dengan semua jawabannya yang tak ada satupun yang menenangkan hati Puan satupun.
Puan mengerutkan dahinya, seolah tak terima dengan pendapat Asoka.
“Kok lo diem?” tanya Asoka saat kedua kupingnya tak mendengar suara Puan lagi.
“Gimana?” tanya Asoka lagi. “Dia buntuti lo nggak?” tambahnya.
Puan mengedarkan pandangnnya, ia menghela nafas panjang saat kedua mata elangnya belum mendapati ada kehadiran Ane.
“Belum?”Tebak Asoka.