Puan mengulas senyum sekilas, ada perasaan lega saat Ane benar-benar menghampirinya. Puan yakin kalau gadis itu sedari tadi berkeliling hanya untuk mencarinya. Kalau alasannya untuk mecari tempat duduk, itu tidak mungkin. Kursi di restoran ini terlalu banyak.
Puan menambil lemon tea yang ada di atas nampan yang di bawa pelayan itu, ia menarik lengan Ane perlahan. Mendudukkan gadis itu di kursi terdekat.
“Minum dulu.” Sahut Puan sembari memberikan lemon tea itu kepada Ane.
“Gu,,gue tadi nggak sengaja aja lewat sini. Nggak usah ke pd an.” Ketus Ane.
Tingkah Ane seperti ini yah membuat Puan gemas sendiri.
“Iya.” Sahut Puan, ia memilih untuk terus mengamati wajah Ane saat ini.
Penampilan Ane yang hanya mengenakan kaos pendek yang dibalut dengan jaket jeans juga celana jeans pendek dan rambut yang dibiarkan terurai begitu saja dengan Ane tanpa make-up seperti ini membuat Puan gemas ingin mencium pipinya sekarang juga.
Puan mengedipkan matanya berkali-kali saat ribuan setan menggangunya, memojokkan nya untuk melakukan hal itu.
“Lo pasti laper. Mau makan apa?” tawar Puan.
Ane menggeleng cepat, sedangkan bibirnya masih menyerot lemon tea dengan sedotan berwarna hitam itu.
“Jarak vila kesini lumayan jauh. Tadi lo juga sempet muter-muter, kan? Pasti laper.” Puan mengayunkan tangannya ke udara, memanggil waitres aggar menghampirinya.
Weitres mengulas senyum saat berhadapan dengan Puan. Namun senyumnya pudar saat menatap wajah Ane. ‘Kok beda?’ itulah yang ada di dalam fikiran waitres yang sebelumnya melayani Puan dan Aryn. Namun sekilas, waitres itu menetralkan lagi mimik wajahnya.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya waitres itu sopan.
“Mau makan apa?” tanya Puan pada Ane.
Lagi dan lagi, Ane hanya menggelengkan kepalanya.
“Iga bakar, kepiting pedas manis...”
Ane meneguk Saliva nya perlahan, semua menu yang diucapkan Puan seolah menggoda jiwanya untuk tidak menolak tawaran Puan.
“Cumi bakar, udang bakar sambal pedas.”
“Ada lagi?” tanya waitres itu dengan sopan.
“Lemon tea nya tambah 2."
“Baik, Nyonya dan Tuan dimohon tunggu sebentar.” Puan menganggukkan kepalanya.
“Khemm.” Ane berdeham, menetralkan mimik wajahnya saat Puan kembali menatap ke arahnya.
“Gue tadi kan bilang kalo nggak laper. Kena lo keras kepala banget mesenin makanan segitu banyak nya?” ketus Ane sok jual mahal.
“Itu buat gue, buka lo.”
Ane membulatkan matanya sempurna. Jawaban Puan sama sekali tak terduka olehnya.
“A,,Apa?” Ane gelagapan dengan tingkahnya sendiri.
“Katanya lo nggak laper?”
“Tapi kenapa pesan lemon tea 2?” Ane mencoba mencari kebenaran.
“Kenapa? Makan seafood banyak enaknya kan diselingi minum lemon tea. Sure?”
Ane mendesis tajam, ingin sekali ia memukuli Puan saat ini juga. Pria itu yang membawanya ke sini. Pria itu juga yang harusnya bertanggup jawab atas kelaparan dan kepegalan kaki yang menimpanya.
Tak lama waitres itu datang, membawa semua yang di pesan Puan.
Ane menatap setiap makanan yang di letakkan waitres itu atas meja yang ada di depannya. Ane meneguk Saliva nya perlahan, godaan berat.
Puan dengan santainya, mulai memakan cumi bakar, memakan tanpa berniat menawari ke arah Ane.
Ane semakin dibuat panas dingin saat pria itu mulai memasukkan daging kepiting asam manis ke dalam mulutnya, Ane tak henti menatap bibir Puan yang dengan enaknya memakan semua makanan favoritnya itu.
Saat ini Puan memnag lapar, sangat lapar, Karena saat tadi dengan Aryn ia tak sempat makan, ia menganggurkan makanan yang ia pesan. Sibuk membujuk agar Aryn berhenti menangis dan mengejarnya.
Ane mengerjabkan matanya saat Puan mendongakkan kepala, mengganti fokus dari piring saji ke arah dirinya.
“Mau nggak?” tawa Puan menawarkan iga bakar yang baunya sangat menggoda lidah Ane.