Selesai dengan ritual paginya--mandi, Ane memilih untuk bersantai di taman belakang, menikmati semilir angin pagi di Bali. Vila keluarga Puan yang terletak di pinggir pantai mebuatnya langsung dapat menatap laut lepas dari bangku taman. Ane menyunggingkan senyumnya, sudah terlalu banyak nikmat yang di berikan Tuhan dalam hidupnya.
Pertama, mengirimkan pria seperti Puan. Entah mengapa Ane sangat tak sabar hingga acara utama di gelar. Ia akan meminta maaf pada puan atas kesalahannya saat ini. Sungguh, Ane rindu bercanda dan berdua dengan Puan. Obrolan ringan di antara keduanya sangat ia rindukan.
Ane beranjak dari kursi taman, berniat ke arah dapur guna membuat roti panggang untuk sarapannya. Pagi tadi Sita mengajak Ane untuk ikut ke acara pagelaran seni yang di adakan teman Sita, namun entah, Ane sangat malas hari ini ia berniat bermalas-malasan di dalam vila saja.
Ane mengolesi selai cekolat favoritnya pada roti tawar panggang. Sembari menikmati roti panggang, tangan kirinya sibuk menggulir layar ponsel. Hanya sekedar untuk membuka galeri dan membuka fotonya dengan Puan beberapa hari lalu. Sungguh, Ane merindukan pria itu.
Mata Ane terfokus pada pria ber kaos putih dengan setelan celana jeans warna coklat tua. Pria bertopi itu sedang menatap ke arahnya--itu adalah foto Ane dan Puan yang di ambil oleh Sita beberapa waktu lalu saat berangkat ke Bali.
Tangan Ane mengusap perlahan wajah pria yang ada di layar ponselnya itu, senyumnya mengembang. Wajah tampan itu seolah membuat hatinya sangat berwarna saat ini.
***
Aksa mulai mengganti jubah mandinya dengan kaos polo warna hijau army dipadu dengan celana jeans warna hitam, hari ini ia tak ada acara khusus, ia ingin bersantai di dalam vila saja, walaupun Sita--istrinya tadi memaksanya untuk ikut dalam acara pagelaran seni yang di adakan oleh teman karib istrinya itu.
Saat menuruni tangga, matanya tak henti menatap gadis yang ada di meja makan, gadis itu terlihat sangat bahagia pagi ini. Aksa jadi ingin tahus sendiri, apa yang membuat gadis itu solah sangat bahagia pagi ini. Aksa mulai mendekatkan langkahnya, semakin mendekat.
Dan, terkuak lah pertanyaan Yang sedari tadi memenuhi pemikirannya.
'puan?'
Ya, saat ini Ane tersenyum sembari memandang foto Puan dari balik layar ponselnya. Telihat enyum gadis itu, Aksa sangat yakin kalau Ane memang mencintai Puan, gadis itu mencintai adik iparnya.
"Khemmm." Aksa berdeham, berusaha agar Ane mau memalingkan pandangannya dari layar ponsel dan menghargai kehadirannya.
Ane mengerutkan dahinya, tangan Kirinya sontak mematikan layar ponselnya tak kala suara dehaman mulai terdengar. Ada orang di meja makan ini selain dirinya, tapi siapa?
'kak Aksa?' gumamnya.
Aksa menarik kursi tepat di depan Ane sebelum menduduki kursi itu. Tangan Aksa menyilang di depan dadanya, pandangan menatap tajam ke arah Ane.
Ane bingung sendiri saat ini, apa ia harus menanyakan kabar Aksa hari ini? Atau, lebih baik menanyakan ada acara apa hari ini? Ah, hanya untuk melempar dialog saja Ane kesulitan. Ia memang sangat tak nyaman di dekat Aksa. Apalagi kedua mata elang pria itu yang menatap tajam tak henti ke arahnya.
"Kak Aksa mau pakai selai apa?" Tawar Ane, lucu saja jika ia makan dan membairkan Aksa hanya menatapnya. Ini juga alibi Ane agar Aksa berhenti menatapnya seperti itu.
"Kacang, cokelat, atau mentega? Atau mau sama perutan keju?" Tawar Ane saat Aksa hanya menatap ke arahnya.
"Mentega." Sahut Aksa simpul.
Ane segera melayangkan tangannya pada topeles mentega, melumuri pisau selai dengan mentega dan mengoleskan pada roti panggang.
Ane mengambil piring makan dan menata lembaran roti panggang rapi disana, memberikannya pada Aksa.
"Silahkan kak." Sahut Ane sopan. Harus baik sapa calon kakak ipar.
Ane kembali ke kesibukan awalnya, sarapan. Hingga tatapan Aksa yang membuatnya lagi dan lagi merasa tak nyaman. Ane heran sendiri, sampai kapan pria itu tak henti menatapnya.
"Mau teh atau kopi atau---"
"Ada yang mau aku omongin sama kamu." Sahut Aksa sembari memberikan tatapan perintah Ane untuk menyuruh gadis itu duduk di tempat semula dan tak beranjak meninggalkannya.
"Ya?" Jawab Ane sungkan.
"Mengenai perjanjian saat kamu minta foto Selfi berdua." Ungkit Aksa membuat otak Ane berjalan mundur ke kejadian di mana ia kalah dalam suatu permainan dan sebagai hukumannya Ane harus menuruti kemauan pemenang utama. Dan saat itu tantangan Ane adalah foto dengan pria di kursi ujung restoran dan ternyata itu adalah Aksa.
Ya, Ane masih ingat ha itu. Saat Dista menceritakan dengan detai mengenai pria yang benar-benar dicintainya. Dengan pacar pertamanya. Dan tentang ciuman pertamanya. Semua itu tentang Puan.
"Kenapa saat gue kirim pesan nggak Lo respon??" Sungut Aksa sembari mengganti Aku kamu--lo gue.