Guys & Girls

Ayuk SN
Chapter #98

Puan, Bocah Di Masa Lalu

Ane masih menyelami alam mimpi, hingga ia mulai terbangun ke dunia nyata saat ponselnya tak henti-hentinya berdering. Tanpa membuka matanya, ia meraba nakas yang ada disampingnya, mencari keberadaan ponselnya.

Ia menggeser panel hijau, tanpa membaca siapa penelpon itu.

“Hem?”

“Belum bangun Ne?”

“Kak Sita.”

“Kamu nggak lupa kan kalo hari ini acara kita banyak banget.” Suara Sita terdengar lembut, namun berhasil membuat Ane membuka kedua matanya lebar-lebar.

Ah ya, mereka ada janji jam 8 untuk mengecek semua keperluan sebelum acara puncak nanti malam.

Ane segera meraih jam digital yang ada di nakas, matanya membulat sempurna. Sudah lebih dari jam 8.

“Kak, Ane lupa. Ane belum siap-siap.” Suara Ane terdengar sayup, Sita terkekeh mendengar suara Ane yang seperti itu.

“Kamu mandi ya, cepetan ke bawah mumpung Puan belum bangun. Kalo dia udah bangun ribet nanti jadinya. Buruan.”

"Iya kak.” Ane mematikan ponselnya, segera berjalan ke arah kamar mandi setelah ia mengambil handuk juga pakaian ganti.

***

Ane mencoret setiap barang yang sudah ia beli pada kertas daftar belanjaan.

“Gimana? Lengkap?” tanya Sita sembari melihat-lihat kembali.

“Lengkap kak.”

“Bagus, tadi kamu belum sarapan kan? Gimana kalo kita ke sana. Menu bebek betutunya enak banget. Kamu harus coba.” Sita menunjuk ke arah restoran yang ada di depan mereka. Letaknya tak terlalu jauh, juga tak terlalu dekat. Hanya butuh menyeberangi jalan raya.

“Boleh.” Ane mengangguk setuju, karena jujur ia belum mengisi perutnya dengan apapun dari pagi. Dan sekarang sudah menunjukkan pukul 11 siang.

Ane dan Sita sudah duduk di kursi, restoran ini sangat ramai pengunjung. Mungkin karena restoran ini sudah legendaris, ditambah lagi ini masih hari libur panjang, jadi banyak keluarga yang menghabiskan waktu mereka diluar, walaupun sekedar menikmati bebek betutu.

Beberapa kali Ane menangkap sepasang keluarga menebar canda tawa sembari menunggu pesanan Mereka. 

Melihat hal itu, ia jadi rindu dengan keluarganya. Walaupun kemari siang ia habis bertelponan cukup lama dengan mamahnya, juga dengan Abimanyu. Tapi rasanya tak melihat langsung ada yang aneh baginya.

Ane mengerutkan dahinya saat melihat wajah Sita seolah merah padam menahan emosi.

“Kak Sita kenapa?” tanya Ane memberuanika diri.

“Ini.” Sita memberikan ponselnya pada Ane.

Ane menerimanya sembari membaca perlahan berita yang di tampilkan di sana.

“Penculikan dan penjualan organ anak?” Ane mengerutkan dahinya, alisnya bertautan saat membaca berita itu. Kepalanya tiba-tiba pusing, mendengar berita itu muncul kembali.

“Kamu kenapa?” Sita berdiri dari duduknya, menahan bahu Ane agar tidak terjatuh.

“Ane kamu sakit?” Sita sangat kahwatir melihat kondisi Ane seperti ini.

Ane menggelengkan kepalanya sejenak. Ia berusaha untuk menyeimbangkan tubuhnya saat ini.

“Badan kamu panas.” Sahut Sita saat telapak tangannya menyentuh dahi Ane.

Lihat selengkapnya