“Gugup banget?” Bu Mada memberikan minuman dingin ke arah Ane. “Minum dulu.” Sahutnya.
Dengan senang hati Ane menerima semua ini.
Sebenarnya, ada yang Ane mau tanyakan dan pastikan dengan Bu Mada mengenai tragedi masa kecil Puan, namun ia tak tahu ini waktu yang tepat atau tidak.
“Kalau ada yang mau ditanyakan, silahkan. Tante akan jawab sejujur-jujurnya.” Ucap Bu Mada yang seolah tahu isi fikiran Ane. Ia meraih bahu Ane, merangkul calon menantunya itu, membuat Ane terduduk nyaman di kursi belakangnya.
“Be,, beneran tante?” tanya Ane memastikan.
Bu Mada menganggukkan kepalanya, senyum tak pudar dari wajah cantiknya.
“Ini mengenai kejadian penculikan yang menimpa Puan tan. Boleh Ane tanya lebih jauh?” saat mendengar itu raut wajah Bu Mada cemas, namun itu sesaat. Ia kembali menormalkan mimik wajahnya.
“Silahkan.” Sahut Bu Mada sembari mengangukkan kepalanya.
“Tante masih ingat nama panti asuhan yang menemukan Puan?”
Awalnya Bu Mada kaget, karena Ane tahu kejadian menyedihkan anaknya itu, namun ia berfikir kembali. Mungkin saja Puan sudah menceritakan semua itu.
“Panti Asuhan Kasih, kayaknya. Iya bener, panti Asuhan Kasih. Kenapa Ne?” Kedua mata Ane mulai berkaca-kaca, benar dugaannya saat ini. Puan lah bocah laki-laki yang menyelamatkannya.
Ane memutar bola matanya, berharap air mata tak sampai jatuh. Tangannya kananya menutup mulutnya sendiri agar tak terisak. Sedangkan tangan kirinya menyeka air mata yang mulai jatuh.
Bu Mada mengambilkan tissue yang ada di atas meja, memberikanya pada Ane.
“Kenapa sayang?” tanya Bu Mada kembali.
Dengan susah payah Ane menghentikan tangisannya. Ia tak mau matanya sembab saat ini. Ane kembali mengulas senyum di wajah cantiknya. Ia tiba-tiba memeluk tubuh Bu Mada sangat erat.
“Terimakasih sudah melahirkan Puan di dunia ini tante.” Ucap Ane semakin mendramatisir keadaan.
Bu Mada tertawa mendengar ucapan Ane itu.
“Makasih juga sudah ada didunia ini dan menjadi bagian dari keluarga Tante sayang.” Balas Bu Mada sembari mengeratkan pelukannya pada tubuh Ane.
Siapa sangka? Awal pertemuan mereka yang sangat buruk berakhir indah seperti ini.
***
“Apaa?” tanya Puan saat ia mulai jengah melihat kakaknya yang terus menatap ke arahnya.
“Gue tambah cakep kalo makek sepatu kayak gini?” sahut Puan.
Sita mengalihkan pandangannya pada pergelangan kaki Puan, setelah adiknya menutupi bekas lukas yang sedari tadi mencuri perhatiannya dengan kaos kaki.
“Da, lo inget cewek yang kabur bareng sama lo di gudang penculikan itu?” tanya Sita tanpa basa-basi.
Puan mengernyitkan dahinya, memejamkan matanya sejenak. Dan ia kembali membuka mata indahnya saat ingatannya beberapa tahun silam sedikit demi sedikit kembali. Ia dapat ingat dengan jelas wajah anak perempuan itu.
“Iya.”
“Lo nggak pernah ketemu dia saat ini?” tanya Sita kembali.
Puan menggelengkan kepalanya, sembari tangannya sibuk mengikat tali sepatu.
“Kenapa emangnya?” tanya Puan saat kakaknya itu hanya menatap bingung ke arahnya.
“Nggak papa, buruan gue tunggu di mobil.” Sahut Sita sembari beranjak dari ruang tengah. Meninggalkan adiknya yang masih saja sibuk menyimpulkan tali sepatu.
***
Puan menyandarkan kepalanya pada kursi penumpang sembari menyilangkan tangannya, pandangnnya terus menatap ke arah depan, mengamati lalu lalang kendaraan.
Sedangkan Mang Diman yang memegang kendali mobil sedang sibuk mengamati lalu lalang kendaraan, Hari ini di jalan menuju Panti Pandawa sangatlah ramai. Dan Sita, ia sibuk berkirim pesan dengan Ane.
Kakak udah deket Ne.