“Kimura Yunosu!”
“Kimura Yunosu!”
“Kimura Yunosuuuu!”
“KIMura YUNoSUUU!”
“KIM YOON SUN!”
“KIM YOON SUN!”
Rentetan suara melengking mengusik pendengaran, mengusir ketidaksadaran, meruapkan lamunan. Seorang pemuda tersadar dari tidurnya. Dia menelan ludah, mencoba membasahi tenggorokannya yang sebenarnya kering. Tak terlalu berdampak besar. Dia hanya bisa menguap dan merenggangkan otot badannya.
“Jangan tidur di jam kerja!” ujung popor senjata api disenggolkan ke pundak Yoon Sun. Bagai tersambar petir, kantuknya mangkir dan mengantarkan keberadaan dirinya kini. Jeruji besi yang tersaji di hadapannya adalah batas kehidupan dan kematiannya. Harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
BRUG!
“Kalau kau masih terus saja tidur, kau yang kami masukan ke dalam jeruji besi!” komandan Yamato menarik kerah seragam militer Yoon Sun. “MENGERTI?” tubuh salah satu anak buahnya itu didesakkannya ke dinding kokoh penjara.
“Ah!” punggung Yoon Sun tak mungkin tak kesakitan karena terbentur dinding.
“Dan sekali lagi,” bisik Yamato. Ujung hidungnya hanya beberapa centimeter dari ujung hidung Yoon Sun. “Namamu adalah,” dia mengangkat dagu, gestur mendominasi “Kimura … Yunosu …. ! Begitu kau mendengar nama ini kuteriakkan, kau harus menghampiriku!” setelah menyampaikan kalimat ini, dia berbalik dan meninggalkan ruang penjara khusus yang dijaga oleh Yoon Sun.