SEBUAH undangan reuni diterima Habibah. Tentu saja Habibah senang, karena dengan diadakannya acara reuni tersebut artinya ia bisa bertemu lagi dengan teman-teman SMA-nya dulu setelah sepuluh tahun berpisah.
Ya, memang setelah lulus SMA, kebanyakan teman-temannya mulai berpencar menata masa depan masing-masing. Ada yang melanjutkan kuliah ke luar kota, langsung sibuk mencari pekerjaan, maupun memilih menikah muda.
Sejak Habibah sibuk dengan kuliahnya hingga menikah dengan Habibi, ia memang jarang bertemu lagi dengan teman-teman SMA-nya dulu. Karena itulah acara reuni kali ini turut menjadi ajang temu kangen. Pasti teman-temannya sekarang sudah banyak juga yang menikah atau bahkan memiliki momongan. Habibah jadi tidak sabar bertemu mereka kembali dan saling berbagi banyak cerita.
Untuk itu ketika makan malam bersama Habibi, Habibah pun mengutarakan keinginannya menghadiri acara reuni SMA-nya tersebut sekaligus meminta izin Habibi.
"Ya boleh-boleh saja sih selama tujuannya untuk menjalin kembali ukhuwah atau silaturahmi," ujar Habibi.
"Jadi Mas Habi izinin aku pergi?" Habibah menangkupkan kedua telapak tangannya dengan mata bulatnya yang sudah berbinar-binar senang.
"Iya. Tapi ada syaratnya."
"Syarat? Apa syaratnya, Mas?"
Habibi mencondongkan bahunya ke depan air muka Habibah yang sudah berubah harap-harap cemas. Sementara bagi Habibi, wajah Habibah yang seperti itu justru tampak menggemaskan hingga tangannya gatal ingin mencubit pipi kenyal Habibah. Lengkungan ke atas membentuk bibir Habibi yang menorehkan senyum jenakanya. "Syaratnya ... mas ikut."
Kening Habibah berkerut sangsi. "Ikut? Mas yakin? Gini lho, Mas, ini kan acara temu kangen sama teman-teman aku dulu di sekolah khusus putri. Jadi yang pada datang nanti ya semuanya perempuan."
"Terus?"