Habibi & Habibah

Arineko
Chapter #24

Sepak Bola

DINI HARI, Habibah terbangun ketika tidak mendapati Habibi di sampingnya. Samar-samar, Habibah mendengar suara televisi menyala di luar kamar. Sesekali pula tertangkap sorakan heboh yang menyerukan 'oper', 'sundul', 'tendang'. Sepertinya Habibah bisa menebak apa yang tengah dilakukan suaminya itu tengah malam begini. Begadang nonton bola, tentu saja.

"Huwaaa! Bibah, sejak kapan kamu di situ?" Jantung Habibi nyaris saja mau pensiun dari dinasnya memompa darah ke seluruh tubuh ketika ia mengira melihat penampakan makhluk dari dimensi lain tengah duduk di sebelahnya. Pasalnya Habibah yang mengenakan lingerie putih lengkap dengan rambut semrawut mirip kemoceng rafia itu sempat bikin Habibi mau mengungsi ke bulan.

Sementara itu dengan wajah tanpa dosa, Habibah justru tampak santai menikmati cokelat hangat yang baru saja dibuatnya di dapur. Diliriknya perhatian Habibi sudah kembali ke layar televisi yang menayangkan pertandingan big match klub sepak bola favoritnya.

Seringkali Habibah heran, kenapa kebanyakan laki-laki pada suka menonton pertandingan memperebutkan satu benda bulat yang sebut saja namanya bola. Padahal kalau Habibah cermati, para pemainnya juga dari tadi cuma berlarian menyebar ke sana ke mari di tengah lapangan luas berumput hijau itu seperti sekawanan semut ambyar dari barisannya saat diciprati air.

"Mas, kalau misalnya ada kesebelasan semut hitam sama semut merah tanding bola, siapa yang menang?" Pertanyaan berlabel gabut itu meluncur di tengah kejenuhan Habibah yang hakiki.

Anehnya, Habibi malah lebih aneh karena tetap menanggapi pertanyaan Habibah yang aneh-aneh saja itu. "Jelas pemenangnya kesebelasan semut merah lah. Soalnya semut hitamnya pemalu, makanya cuma bisa nyanyi 'malu aku malu pada semut merah'. Gimana bisa menang kalau malu-malu? Mau dribble bola, malu. Mau sleding lawan, malu. Mau nendang ke gawang, malu. Padahal definisi sejati pemain bola itu kan harus percaya diri, tangguh, dan tidak mudah menyerah di lapangan. Nah, contohnya seperti tim jagoan mas yang pakai seragam jersey merah itu. Lincah, gesit, spektakuler, hak des hak des."

"Oh, macam tu. Pantas yang pakai kaus hitam itu diam saja waktu ada bola datang ke arahnya. Ternyata dia malu nendang bolanya."

Lihat selengkapnya