Kupikir aku harus memberitahumu bahwa surat ini kutulis setahun setelah kita bertemu. Sejujurnya, ini pertama kali aku membuat surat. Jadi. aku tidak tahu pasti apakah surat yang benar itu formatnya memang seperti ini. Maksudku, biasanya orang-orang menulis surat didahului dengan doadoa, sementara suratku tidak demikian. Ah, apakah harus kurobek saja kertas ini dan menggantinya dengan kertas yang baru? Sebentar, kukira itu tidak perlu. Aku tidak mau munafik. Aku jarang berdoa, bahkan aku tidak ingat kapan terakhir kali aku berdoa. Jadi, bagaimana mungkin orang yang tidak pernah berdoa disuruh menulis doa di awal surat mereka? Aku bingung.
Aku Barra. Aku tahu namamu Nilam. Aku mendengar orang-orang memanggilmu begitu. Namamu manis. Maaf, aku tidak bermaksud merayumu dengan namamu. Tapi, namamu memang manis dan unik. Setahuku, nilam itu adalah sejenis minyak yang banyak terdapat di Pasaman. Konon kabarnya minyak nilam terbaik di dunia ada di situ. Bayangkan ini, kamu dinamai dengan nama salah satu minyak terbaik di dunia. Tidakkah itu keren?
Aku tidak yakin kamu masih ingat aku. Aku cowok yang waktu itu tersesat ke pesantren putri. Kamu ingat? yang rambutnya sedikit gondrong itu. Yang bertanya padamu di mana letak kantor pesantren. Waktu itu, kamu bilang kalau aku nyasar. Tidak, sebenarnya kamu tidak pernah bilang apa-apa, sih. Kamu cuma kasih isyarat. Yah, kuanggap saja kamu bicara waktu itu. Apa kamu ingat? Kalau tidak, ya sudahlah, tidak apa-apa. Bukan salahmu. Kita memang tidak banyak bertemu. Lagi pula, aku di pesantren itu cuma dua minggu. Itu pun lebih banyak duduk di masjid. Kita dibatasi dinding tinggi.