“Oke, di mana aku bisa mendapatkan itu?”
“Kamu balik kanan, dan lihat mini market di seberang jalan. Barangnya ada di depan kasir. Kamu harus mengambilnya sekarang, atau tidak akan ada kesempatan.”
Mala mematikan ponselnya. Ponsel lawas hitam yang sudah kusam. Memasukkannya ke saku depan tas punggung yang disandangnya di dada. Di sebelahnya, seorang anak muda sedang asyik dengan ponsel selebar genggamannya dan headset yang lekat di telinga.
Mala menatap mini market di seberang jalan. Lalu lintas ramai, dan dia hendak menunggu jalan sepi persis di depan rambu penyeberangan jalan. Setelah agak sepi, Mala melangkahkan kaki ke garis putih pertama di aspal. Sudut matanya melihat anak muda di sebelahnya mengikutinya setelah meliriknya tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya. Jemarinya sibuk bergerak turun naik di ponselnya.
Tiba-tiba sebuah mobil polisi melintas tanpa klakson apalagi sirene. Nyaris saja menyambar anak muda di sebelahnya kalau saja Mala tidak menarik lengannya. Sejurus kemudian dua, tiga, empat mobil polisi melintas.
“He.... kalau di jalan jangan main hape, mas!” sergah Mala. Anak muda itu sontak menurunkan ponselnya begitu Mala menariknya ke pinggir jalan. Dia tampak terkejut dan nafasnya mulai naik turun dengan cepat.
Jalan sudah sepi, dan Mala meninggalkan anak muda itu di tepi jalan. Membiarkannya menyadari kecerobohannya. Pandangan Mala menelusuri area parkir mini market. Tidak banyak kendaraan di situ, hanya lima motor dan satu mobil Carry hijau lumut. Seorang anak berusia sekitar sepuluh tahun, dengan sandal jepit hijau dan topi pet coklat tua, memasuki area parkir dengan sepeda mini usang. Memarkirnya tergesa dan mendahului Mala membuka pintu kaca mini market. Sepertinya Mala mengenali anak lelaki itu, tapi dia tidak yakin. Murid di sekolahnya ratusan, dia tidak hafal mereka satu per satu kecuali melihat wajahnya.
Mala menahan pintu kaca yang baru saja dibuka oleh anak lelaki bersandal jepit hijau tadi, yang sudah menghilang di balik rak. Mala tidak begitu memahami area mini market ini. Bukan tipe mini market yang selalu ada di tiap kecamatan, dengan susunan rak yang sama, sehingga memudahkan siapa pun di mana pun apabila memasukinya, dengan kasir yang menyambut di depan.
Mala menyusuri deretan rak dan menemukan anak bersaldal jepit hijau itu menuju kasir. Rupanya ada pintu kedua di samping kasir, dan Mala tadi memasuki mini market ini lewat pintu pertama. Di kasir, ada seorang wanita dan dua orang lelaki di belakangnya sedang mengantri. Dua-duanya berjaket, bertopi rajut dan memakai masker.
“Ah, itu kasirnya, “ gumam Mala.
Di kasir, Mala melihat anak lelaki bersandal jepit hijau itu sudah memegang sebuah kotak kecil dan mengacungkannya ke arah kasir. Sebungkus rokok. Mala mendelik. Bergegas dia mendekati anak kecil itu dan menggenggam lengannya.
“Hei, untuk siapa rokok ini?” sergah Mala.
Anak kecil itu terkejut. Dan Mala semakin terkejut ketika melihat raut muka anak kecil itu yang berusaha disembunyikannya di balik topi pet coklat tuanya.
“Mamat? Kamu lagi?” teriak Mala dengan nada meninggi.
Mala tidak menyangka menangkap basah muridnya sendiri membeli rokok. Mamat, sudah berkali-kali dihukumnya karena ketahuan merokok di sekolah.
“Sama siapa kamu? Ayo, ikut ibu. Kali ini ....”
Mala menatap kasir sembari merampas rokok dari tangan Mamat dan melemparnya ke meja kasir.