Hadiah dari Tuhan

Quaanra
Chapter #3

Anak Tengah

Rasyah memasuki pekarangan rumahnya, melewati beberapa petak kecil berisi bunga dan banyak pot di sekelilingnya, lalu membuka pintu rumahnya. Rasyah masuk ke ruang tengah, terlihat seorang wanita berumur sekitar 40 tahun yang tertidur pulas di atas tikar dan seorang remaja yang sedang asik mengunyah keripik di toples. Remaja itu-Dion namanya-menoleh hampir bersuara, namun ia urungkan setelah melihat Rasyah meletakkan jarinya pada bibirnya sendiri. 


Rasyah mendekati ibunya, lalu mengambil tangan ibunya perlahan dan menciumnya. Perlahan mata ibunya terbuka, sedikit terkejut akan kehadiran Rasyah.


Desya-Ibunya- mengerutkan alisnya. "Itu helmnya siapa, Syah?" Tanya Desya dengan wajah yang masih mengantuk. 


"Hah?" Rasyah menyentuh kepalanya, sedari tadi memang terasa sedikit berat. 


Saat merasakan ada helm di kepalanya, Rasyah segera berlari ke luar untuk mencari keberadaan Raka. Namun nihil, Raka sudah pergi, mungkin ia juga tidak sadar. Rasyah pun kembali ke dalam rumah. 


"Helm siapa tuh kak?" Sekarang Dion yang bertanya. 


Rasyah melepaskan helm coklat itu. "Helmnya teman kakak, tadi di tumpangin tapi lupa gak dikembalikan helmnya."


Dion dengan anehnya mulai cengar-cengir sendiri. "Ditumpangin cowok yah?" Dion menaik turunkan alisnya. 


Rasyah mengambil bantal sofa. "Apasih, kakak bilang teman yah!" Bantal yang diambil Rasyah tadi sudah mendarat mulus di wajah Dion. 


"Ih, Kakak. Ini muka bagus-bagus dilempar bantal." Dion mengucapkannya dengan nada imut, membuat Rasyah yang mendengarnya hampir muntah di tempat. 


Rasyah mendekati Dion. "Muka kamu jelek!" Sarkas Rasyah lalu mengambil alih toples keripik di tangan Dion. 


Desya bangun dari tidurnya, lalu pergi ke dapur. "Syah, udah makan siang?" Tanya Desya yang kini sedang mencuci beberapa piring kotor di washtafel.


Dapur dan ruang tamu tidak terlalu jauh, hanya dibatasi meja makan, bahkan tidak ada dinding pembatas. "Belum, Mah. Mama masak apa?" Balas Rasyah masih di sibuk mengunyah keripik singkong. 


"Liat aja di meja." Tak ada balasan, Rasyah dan Dion sibuk dengan tayangan televisi di hadapan mereka. 


Selesainya Desya dengan kegiatannya, barulah Rasyah berdiri dan berjalan menuju dapur dengan senormal mungkin. "Kaki kamu kenapa kok pincang gitu?" tanya Desya sadar cara berjalan Rasyah sedikit aneh.


Rasyah menghentakkan kakinya di lantai. "Ohh cuman jatuh, udah gak sakit kok." Rasyah berbohong dan sebenarnya ia tidak pandai berbohong.


Desya mendekat dan mengangkat rok panjang Rasyah hingga terlihat lututnya. "Gak ada lukanya, bohong ya?!" 

"Nggak kok!! Ini ada di jari, tadi merah semua kejatuhan kardus." Rasyah bahkan tidak tau ia sudah mengakui kebohongannya.


Desya tersenyum kecil, lalu menunduk memperhatikan jari kaki Rasyah. "Katanya jatuh, terus tadi bilangnya kejatuhan kardus yang bener yang mana?" Desya menarik kecil jari kaki Rasyah, membuat putrinya itu beringsut duduk sambil meneriaki jari kakinya.


"Iya, iya. Tadi kejatuhan kardus di gudang, bukan jatuh." Rasyah menarik kakinya setelah terlepas dari tangan Desya.


"Terus?" Rasyah menghela napasnya. "Aku disuruh rapikan gudang karena ketahuan makan di kantin pas jam pelajaran." 


Desya berdiri lagi, menggelengkan kepalanya. "Ck ck ck. Ingat yah, gak boleh bolos lagi. Anak mama masa suka bolos sih." Desya menarik tangan Rasyah untuk berdiri.


"Iya, Mah." Desya pergi ke kamarnya setelah mengelusi puncak kepala Rasyah. Dan Rasyah pergi ke meja makan setelahnya.


Rasyah mengambil nasi dengan porsi normal, sepotong ayam asam-manis bagian dada, lalu capcay. Kemudian ia duduk di sebelah Dion untuk makan. Tak sampai 15 menit makanan dipiring Rasyah sudah hilang tak berjejak. Rasyah langsung pergi ke kamarnya setelah usai mencuci piring tak lupa membawa tasnya yang tergeletak di lantai.


Sesampainya di kamar, Rasyah meletakkan tasnya di samping meja belajar dan membuang dirinya sendiri ke atas kasur tanpa mengganti pakaiannya. Rasyah berbaring sembari memandangi mading kamarnya, ah jari kakinya sakit lagi. Ia pergi ke meja belajarnya dan membuka laci di bagian kedua dari bawah dan mengambil minyak urut untuk di oleskan pada jari kakinya. 


Jam dinding di atas meja belajar Rasyah menunjukkan pukul setengah lima, Rasyah pergi mengambil handuk dan baju ganti. Hanya sekitar 15 menit Rasyah menyegarkan tubuhnya, kini ia sudah mengganti pakaiannya dengan kaos hitam dan celana training favoritnya. Setelah rapi dengan pakaian rumahannya, Rasyah menggelar sajadahnya dan beribadah.


«««


Pukul 19.38 Rasyah masih duduk di hadapan laptopnya sejak 19 menit yang lalu. 19 menit sebenarnya cukup lama, namun karena Rasyah sedang mengejar deadline lomba, 19 menit itu terasa cepat dan ia bahkan belum mencapai 100 kata dari cerpen yang dibuatnya.


Dan tepat saat jarum jam berdetak di antara angka delapan dan sembilan, Rasyah menutup laptopnya. Cerpen dengan 1326 kata sudah ia kirim ke email penerbit yang mengadakan lomba. Hanya menunggu selama dua hari Rasyah akan melihat pengumuman finalnya.


Setelah merapikan laptopnya Rasyah beralih pada ponsel. Ia membalas beberapa pesan lalu berpindah pada akun media sosialnya. Terlihat ada sebuah notifikasi masuk. 


Arkarka mengirimi anda pertemanan. 


Begitulah kira-kira tulisan di layar ponselnya


"Arka siapa? Bodo amat yang penting followers nambah," ujar Rasyah, lalu matanya kembali bergerak mencari konten sampai pada sebuah notifikasi pesan muncul. 


Arkarka

[terima dong,]


Rara.sy

[siapa yah?]


Arkarka

[Arka]


Rara.sy

[Arka anak mana?Biar bisa pastiin ini bukan makhluk halus.]


Arkarka

[gue emang makhluk halus, gabisa kasar akutuh]


Rara.sy

[oh]


Arkarka

Lihat selengkapnya