...
Semilir angin berhembus dengan lembut. Daun-daun kering pun berjatuhan dari tangkainya. Di tengah hutan belantara, nun jauh disana. Terdapat sebuah pemukiman. Perkampungan kecil yang jauh akan dari kata modern, jauh dari kehidupan sosial dah hiruk-pikuk manusia-manusia milenial lainnya.
Ctar...
Tuk...tuk...tuk...
Seekor kuda berhenti di sebuah bangunan terbesar di tengah-tengah desa. Di punggungnya terdapat sebuah kotak dan kain pembawa barang. Diangkutnya barang-barang tersebut ke gerbang bangunan itu.
"Sudah masuk?"
"Ya, namun kali ini mereka hanya dapat mengirimkan sedikit barang saja"
"Hm... Baiklah, aku akan melaporkan kedatangan barang-barang tersebut pada ketua, dan kau...," ucapnya terjeda sambil menunjuk seorang pemuda berambut coklat.
"Anak baru, periksa barang-barang yang datang itu. Data semua barangnya, jika ada kecacatan pisahkan dari yang lain. Minta pada warrior lainnya agar mengirimkan barang cacat pada tempat daur ulang," ujarnya kemudian dia melanjutkan langkahnya menuju aula utama bangunan tersebut.
"Baik semuanya ayo bekerja"
"Ayo-ayo semangat," ujar yang lainnya bersama-sama.
"Sam," panggil seorang pemuda berambut dark blue pada pemuda berambut coklat tadi.
"Ya kapten!" Jawabnya dengan lantang sebagaimana seorang prajurit.
"Suruh seseorang membantu menunggu barang kiriman selanjutnya. Mereka cukup kewalahan dengan pengiriman kali ini. Barang-barang kali ini datang jauh setelah hari yang di prediksikan. Mereka cukup lelah menangani keadaan perbatasan. Lakukan juga pergantian jika memang benar-benar dibutuhkan. Kita harus menjaga stamina para warrior," jelasnya dengan panjang lebar.
"Siap kapten"
Itulah salah satu kegiatan mereka, para Haires. Suku yang dianggap punah, namun nyatanya mereka masih ada.
.