Tak ada percakapan yang benar-benar terjadi antara aku dan Tiger sejak saat itu. Aku sudah meminta maaf padanya dalam perjalanan pulang tapi dia hanya diam saja sampai kami tiba di depan rumahku. Beberapa kali Tante Mayka datang berkunjung ke rumah kami namun Tiger tak pernah ikut lagi.
“Jadi gimana menurut kalian?” Tanya Riana padaku dan Mika di tengah jam istirahat sekolah. Dia menanyakan pendapat kami tentang ajakan Ray untuk datang ke prom night bersama-sama dengan alasan mereka sama-sama menjomblo.
“Terserah kamu aja. Itu tubuhmu bukan tubuh kami,” sahut Mika tanpa memalingkan wajah dari buku di tangannya.
Riana menjepit pipi Mika dengan kedua telapak. “Kok kamu bisa sedingin itu jawabannya ke sahabat kamu sendiri?!” protesnya.
“Memangnya kalau aku bilang jangan pergi, kamu jadi gak pergi?” sahut Mika, intonasinya jadi kurang jelas karena bibirnya memanyun oleh himpitan tangan Riana.
Aku terkekeh melihat tingkah mereka berdua.
Riana menarik tangannya dari Mika dengan geram. Lalu Riana melirikku. Tatapan elangnya meyakinkanku bahwa dia punya ide buruk. “Kamu akan datang dengan Kak Tiger, kan?”
“Kenapa aku harus datang dengan dia?” elakku.
“Karena pacar kamu di luar negri.” sahut Riana.
“Artinya aku lebih baik gak datang.” timpalku.
Riana berdesis menatap aku dan Mika secara bergantian. Mika tidak menyadari hal itu karena terlalu sibuk dengan bukunya. Kuikuti gaya Mika dengan pura-pura membaca buku Sejarah yang terletak di atas mejaku.
“Yang satu menolak ajakan senior nomor dua di sekolah karena terlalu sibuk belajar, dan yang satunya lagi menolak datang karena kehidupan percintaannya terlalu malang, kalian gak tau kehormatan junior yang datang ke prom night dengan senior? Tepatnya, senior terpopuler,” semprot Riana sambil berpangku dagu.
Sontak aku balas melirik Riana dengan tatapan tajam. “Kehidupan percintaanku yang malang?” protesku.
“Ah, sudahlah. Percuma ngomong sama orang yang lagi kasmaran. Dikasih mutiara juga pasti diinjak-injak. Coba kasih tau kapan terakhir kali pangeran berkuda putihmu itu hubungin kamu?”
Aku hendak membalas cercaan Riana ketika sesuatu di balik jendela kaca kelas yang mengarah ke koridor mencuri perhatianku. Tiger tengah berlalu dengan beberapa siswa berseragam SMP dari sekolah lain di koridor sana.
“Bro Tiger!” Teriakan Ray yang memanggil Tiger dengan nada sok akrab bergema di kelas. Dari luar sana Tiger tersenyum melambaikan tangan pada Ray yang balas melambaikan tangannya. Beberapa anak perempuan baik yang di dalam kelasku maupun yang ada di koridor sana jadi heboh. Siapa yang tak terpesona dengan senyum milik Tiger itu?
Ray menghampiri kami saat penampakan Tiger sudah lenyap dari koridor. “Aku yakin sejuta persen semua anak perempuan yang ikut tur sekolah dengan Kak Tiger barusan akan langsung mendaftar ke sekolah kita,” katanya.
Riana mengangguk sepakat. “Bahkan dulu aku sempat jadi fansnya Kak Tiger sebelum tau kalau ternyata dia teman masa kecilnya Runa.”
Aku berkerut dahi, “Kenapa berhenti ngefans setelah tau kami teman masa kecil?”
Riana mengangkat bahu. “Itu bukan alasan utama sih. Tapi gak mau bilang alasan berikutnya.”
Aku mendesah. “Sejak kapan kamu sok misterius gitu?”
“Sejak aku sadar kalau kamu temenku paling bloon.”
Kutebas tangan Riana dengan penggaris tepat saat aku mendengar kata ‘bloon’ itu. Riana membalasku dengan penggarisnya yang tiga kali lebih tebal dari milikku dan akhirnya kami saling balas-membalas sambil tertawa.
****
Demi apa pun, aku tak pernah memikirkan acara prom night itu dan aku tak pernah berencana untuk datang hingga hari ini tiba.
Mama dan Tante Mayka membawaku berkeliling dari satu toko ke toko yang lain di sebuah pusat perbelanjaan raksasa hanya untuk membeli baju yang tepat untuk kukenakan pada prom nanti. Dan yang lebih parahnya lagi...
“Gimana menurut adek?” tanya tante Mayka pada Tiger sembari mengangkat sebuah gaun berwarna ungu tua dan menempelkannya ke depan tubuhku.
“Sebaiknya mama tanya Una aja.”
“Tapi pasangannya kan adek. Gak ada salahnya kan kalau mama tanya pendapat adek?” Tante Mayka menampakkan raut wajah kecewa yang dibuat-buat. Ya, sudah menjadi sifat alami ibu cantik itu untuk berlakon layaknya dia hidup di dalam sinetron.
“Tiger belum setuju soal ikut prom itu ma,” jawaban singkat Tiger meninggalkan tancapan kecil di dadaku. Walau sejak awal aku memang tidak berniat ikut tapi untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasa ditolak mentah-mentah olehnya dan jujur saja, rasanya sangat tidak enak.