Halaman Sembilan

verlit ivana
Chapter #1

Sebuah Lokasi


Tahun 199x

Sepasang roda motor bebek hitam menerjang aspal becek berlubang, membuat dua manusia penggunanya terlonjak. Wanita tua berambut putih di jok belakang menyerapah, sementara mata kelabunya memicing mengimbangi gulita malam. Dalam cahaya remang, telihat tujuannya tinggal berjarak selemparan batu.

"Udah, saya turun di sini aja," ujarnya ketus, lalu menyeret langkah memasuki bangunan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu.

Cukup ramai suasana malam itu, beberapa polisi sibuk menangani adu mulut dua pemuda dengan wajah babak belur, sementara di salah satu loket seorang wanita tengah melaporkan kehilangan motor sembari sesegukan. Nenek berdaster hijau pudar itu celingukan lalu duduk di kursi tunggu. Ia termangu menatap layar televisi yang menampilkan berita kerusuhan di ibu kota.

Untung saya tinggal di kampung.

"Nenek ada apa kemari malam-malam?" tanya seorang polisi berseragam Samaptha Bhayangkara berusia pertengahan 20 tahun, menghampiri sang nenek dan duduk di dekatnya.

Nenek itu menoleh, matanya membulat mendapati sosok yang ia kenal, "Eh Pak Polisi! Saya mau laporan, Pak." Lansia itu menegakkan punggung, "Ingat kan... saya pernah lapor soal ada yang berkeliaran di gedung angker itu? Tadi, saya lihat dia kembali lagi. Saya rasa ya, dia... bukan manusia." Ia menjeda, mencondongkan wajahnya pada si polisi, "Dia hantu..." bisiknya seolah takut 'hantu' itu mendengar.

Polisi berambut klimis tersebut mengatup mulut berusaha menahan tawa. Astaga, ini laporan si nenek makin kreatif aja. Pasalnya bukan sekali ini saja nenek itu melapor soal keanehan di apartemen mangkrak. Ia sudah pernah meriksa kondisi di sana, dibantu pula informasi dari security yang berjaga, dan kesimpulan yang ia dapat adalah kemungkinan bahwa yang si nenek lihat adalah oknum pencuri bahan bangunan. Tentu saja nenek tetap kokoh dengan asumsi pribadinya.

"Nenek, makanya jangan metikin daun singkok malam-malam... jadi ketemu hantu 'kan," kelakar polisi itu kemudian, sambil melirik kantung plastik penuh daun singkong di tangan si nenek.

"Warga laporan kok dianggap bercanda..." omel sang nenek, "saya bela-belain naik ojek kemari, lho! Mahal bayar ojek itu!"

Polisi muda mengulum senyum mafhum, menanggapi lansia ini. Mau dilawan takut dosa.

Nenek itu berdiri, "Saya sudah sering bilang... robohkan sajalah bangunan tak berguna itu, daripada jadi sarang hantu! Balikin lagi jadi sawah dan lapangan bola! Lebih bermanfaat buat warga desa!" Nada suaranya naik, mencuri perhatian orang-orang di sana.

"Ada apa, Nek?" tanya seorang polisi berkaos hitam dengan tubuh kekar, seraya mendekat.

Lihat selengkapnya